Game Online untuk Anak Usia Sekolah, Apakah Pilihan yang Tepat?

Elien Erliana
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Konten dari Pengguna
20 Desember 2021 15:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elien Erliana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kecanduan Game Online pada Anak Usia Sekolah (Foto: Eln)
zoom-in-whitePerbesar
Kecanduan Game Online pada Anak Usia Sekolah (Foto: Eln)
ADVERTISEMENT
Covid-19 bukannya hilang malah nambah varian baru, ini pandemi atau martabak buuu??? dari mulai alpha, beta, gamma, delta, hingga kini omicron yang merupakan varian terbaru dari covid-19 secara resmi telah masuk ke Indonesia. Sekolah yang hampir secara keseluruhan sudah mengadakan pembelajaran tatap muka terbatas apakah harus kembali beralih menjadi pembelajaran daring apabila varian omicron terus berkembang?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan tersebut tentunya membuat banyak orang tua siswa menjadi risau, karena pembelajaran daring dengan waktu belajar mengajar yang terbatas dianggap kurang berkualitas dan kurang efektif serta berdampak pada pola aktivitas anak. Sebelum pandemi Covid-19 Siswa SD dan SMP menghabiskan kurang lebih 5-6 jam perhari di sekolah untuk belajar dan melakukan aktivitas lain yang bermanfaat dengan teman-teman sebaya nya namun dengan pembelajaran daring tidak jarang siswa hanya diberi tugas untuk dikerjakan dengan waktu pengumpulan yang lumayan lama, hal ini membuat banyak siswa menjadi berleha-leha bahkan mengabaikan tugas nya dan seringkali mereka mengalihkan waktu yang seharusnya dipakai belajar tersebut untuk bermain game online, seperti game Mobile Legend, PUBG Mobile dan Free Fire.
ADVERTISEMENT
Apabila siswa SD dan SMP yang masih terbilang anak-anak menghabiskan waktunya untuk bermain game online kemungkinan besar akan membuat mereka menjadi kecanduan. Anak yang mengalami kecanduan game online akan mengurangi waktu yang biasa mereka pakai untuk belajar dan bersosialisasi dengan teman sebayanya demi bermain game online, lantas apa saja dampak negatif yang ditimbulkan dari kecanduan game online? apakah peran orang tua dapat mencegah kecanduan game online pada anak usia sekolah?
Perubahan Struktur dan Fungsi Otak
Kecanduan game online berdampak besar pada fisik. Anak-anak yang sudah mengalami kecanduan sangat berpeluang tinggi mengalami perubahan struktur dan fungsi otak.
“Struktur dan fungsi otaknya mengalami perubahan. Jadi, kalau kita lihat otaknya pake MRI, ada perubahan di bagian otak prefrontal cortex” tutur dr. Kristiana Siste, seorang praktisi kesehatan jiwa.
ADVERTISEMENT
Perubahan pada bagian otak anak yang mengalami kecanduan game online menyebabkan anak kehilangan beberapa fungsi otaknya seperti fungsi atensi dan fungsi eksekutif hal itu menyebabkan anak sulit memusatkan perhatiannya dan sulit merencanakan serta melakukan suatu tindakan.
“Adanya perubahan otak membuat dirinya sulit mengendalikan perilaku impulsive. Sering pasien bilang sama saya, udah bosen main (game) tapi gak bisa berhenti. Karena memang otaknya sudah berubah, fungsi otak yang berfungsi untuk menahan perilaku untuk tidak impulsive itu sudah terganggu. Padahal dia sendiri sudah tidak menikmati, tapi tidak bisa berhenti karena kehilangan kontrol tadi”, terang dr. Kristiana Siste
Selain kesulitan mengendalikan perilaku impulsive, anak yang sudah kecanduan game online juga akan kehilangan fokus saat belajar atau saat mengerjakan sesuatu sehingga akan menyebabkan prestasi serta produktivitas anak menurun.
ADVERTISEMENT
Depresi dan Gangguan Kecemasan
Bermain game online terus menerus secara berlebihan selain berdampak pada fisik juga berdampak pada psikologis anak. Kecanduan game online yang menghabiskan banyak waktu dan energi membuat anak lebih rentan terkena depresi dan gangguan kecemasan.
“Saya sering melihat anak saya jika sudah marah-marah, berarti dia sudah kalah dalam bermain, kadang anak saya memukul kepalanya, jika malam ketika tidur anak saya bermimpi seperti orang ketakutan saya lihat” tutur Nursang, seorang ibu dari anak yang berusia 8 tahun
Ketika seorang anak seringkali kalah saat bermain game dengan teman dunia mayanya, anak akan merasakan hal buruk, sehingga anak mempunyai peluang yang tinggi mengalami depresi dan gangguan kecemasan. Di mana gangguan tersebut bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan dengan mudah tentunya hal itu sangatlah menakutkan bagi setiap orang tua.
ADVERTISEMENT
Sikap Antisosial
Manusia yang merupakan makhluk sosial normalnya membutuhkan bantuan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, namun anak yang sudah kecanduan game online rela berjam-jam bermain sendiri dan memilih untuk tidak berinteraksi dengan lingkungan luar, seringkali merasa tidak memerlukan bantuan dari orang lain, hal tersebut menyebabkan anak menjadi antisosial, ditambah lagi dengan emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan hubungan yang buruk dengan teman sebayanya.
“Saya biarkan anakku main game, agar tidak pergi jauh untuk bermain karena saya takut kalau saya biarkan pergi bermain terjadi sesuatu di luar sedangkan saya tidak melihatnya, jadi saya menyuruh anak saya bermain game di rumah, terkadang saya menyesal karena tidak ada teman mainnya anakku” tutur Rukmi, orang tua anak yang berusia 10 tahun.
ADVERTISEMENT
Banyak orang tua yang memilih membiarkan anaknya bermain game online di rumah karena takut terjadi hal buruk ketika anak bermain dengan teman sebayanya di luar rumah, namun keputusan tersebut disesali oleh banyak orang tua salah satunya adalah Bu Rukmi, karena anak menjadi kurang bersosialisasi bahkan tidak memiliki teman bermain di lingkungannya.
Peran orang tua ternyata sangat penting untuk mengurangi kecanduan game online pada anak usia sekolah. Orang tua mempunyai kewajiban untuk menjaga dan berpikir secara matang tentang sesuatu yang akan berdampak baik atau buruk pada anak, artinya orang tua harus bisa bersikap tegas dan rasional.
Orang tua yang bijak tentunya akan berpikir untuk mencegah daripada harus mengobati anak yang sudah terjerumus ke dalam hal-hal negatif yang ditimbulkan dari game online, jadi apakah game online pilihan yang tepat bagi anak untuk mengisi waktu luang selama pandemi? coba para orang tua dipikirkan kembali
ADVERTISEMENT