Hanya beberapa minggu sejak WHO mengumumkan situasi pandemi COVID-19 pada 11 Maret 2020, salah satu fakultas di Columbia University mengeluarkan tautan ke berbagai studi silam terkait hubungan pandemi dan kota . Dalam tempo dua bulan, University of Washington menyelenggarakan konferensi internasional daring pertama tentang pandemic urbanism . Rujak Center for Urban Studies, lembaga tempat saya bernaung, bahkan mengadakan sekolah daring tentang Kota dan Pandemi pada April 2020.
Pandemi memang belum usai, bahkan sampai sekarang, dua tahun setelah wabah mulai muncul. Namun demikian, baik peneliti, pemerintah, swasta telah berlomba-lomba untuk mengekstraksi, mempelajari, dan terus menganalisa apa yang terjadi selama pandemi untuk memprediksi bagaimana masa depan kota.
Karakteristik pandemi COVID-19 memang sempat (dan masih) mengguncang kehidupan kota. Prasyarat pencegahan COVID-19, seperti pembatasan sosial, penggunaan masker, karantina pengurangan mobilitas, hingga sirkulasi udara yang baik, seakan menggugat berbagai kenyataan hidup di kota yang padat, terkoneksi, dan bermobilitas tinggi. Dengan semakin banyak orang yang hidup di kota ditambah munculnya kota-kota baru, sementara populasi yang tinggal di perkotaan mencapai 57% dan akan terus meningkat, pandemi wajar mengundang kekhawatiran dan kecemasan. Di sisi lain, pandemi juga kerap mendatangkan peluang baru.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814