Tragis, Indonesia Menjadi Surga Pembuangan Sampah Ilegal Dunia

Konten dari Pengguna
8 Juli 2019 16:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elmansyah Agus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Geliat serbuan impor sampah ilegal terus masuk ke Indonesia
Sejak Cina mengumumkan akan mengurangi impor limbah plastik dan kertas pada 2017 silam, sejumlah negara sibuk mencari lokasi baru untuk membuang limbah yang kian menumpuk. Limbah-limbah itu terutama berasal dari negara makmur, seperti Eropa, Kanada, Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Selama ini Cina mengimpor 56% lombah plastik dan kertas. Namun demi "melindungi" kesehatan warga, pemerintah di Beijing mengambil langkah drastis dengan menutup keran impor.
Akibatnya hanya dalam beberapa bulan setelah Cina mengumumkan keputusan tersebut, Negara-negara maju yang merupakan langganan ekspor limbah sampah ke Cina menjadi kewalahan. Tak Ayal, negara-negera Asia Tenggara menjadi sasaran buangan ekspor sampah plastik dan kertas dunia.
Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia menjadi tujuan baru ekspor sampah plastik dan kertas oleh negara-negara Maju. Ironi memang, apalagi Indonesia dan Vietnam merupakan penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua dan ketiga di dunia setelah Cina.
Semua negara tersebut memiliki satu kesamaan, yakni aturan impor limbah yang longgar dan program pengolahan limbah setengah hati. Menurut laporan Bank Dunia 2018 silam, lebih dari 90% limbah di negara berkembang dan miskin "dibuang secara ilegal atau dibakar sehingga menimbulkan konsekuensi serius terhadap kesehatan, keamanan dan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Namun situasi mulai berubah di sejumlah negara, terutama Thailand, Malaysia dan Indonesia. Tahun lalu ketiga negara tersebut menerbitkan aturan impor limbah yang lebih ketat untuk menghalau serbuan sampah plastik dari Eropa dan Amerika Serikat.
Indonesia sebaliknya tetap berpegang pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Tata Cara Importasi Limbah Non B3.
Kedua produk perundangan tersebut diyakini cukup mampu "meminimalisir kemungkinan kerusakan lingkungan dan ekosistem akibat pencemaran limbah. Meski demikian pemerintah mengakui serbuan limbah dari luar negeri sebagai "tantangan" yang tidak mudah diatasi. Pasalnya meski adanya pembatasan impor, "limbah plastik campuran masih diimpor secara ilegal. Penyelundupan sampah marak dan pemerintah kewalahan mengawasinya.
ADVERTISEMENT
April silam lembaga lingkungan Australia, Ecological Observations and Wetlands Conservation (Ecoton), menerbitkan laporan yang mengungkap praktik penyelundupan sampah plastik asal Australia ke Indonesia. Limbah itu dimasukkan ke dalam kontainer berisi kertas bekas yang diimpor untuk kebutuhan industri.
Menurut Ecoton, impor kertas bekas dari Australia mencapai 52 ribu ton, sekitar 30% di antaranya berupa sampah plastik. Sampah itu kemudian dibuang secara ilegal dan mencemari kawasan Kali Brantas, Jawa Timur. Indonesia seperti surga pembuangan sampah ilegal karena lemahnya peraturan dan pengawasan akan impor sampah.
Dikondisi lain, Cina justru sebaliknya kini membidik komoditas plastik yang sudah didaur ulang dari negara lain. Sebab itu pula semakin banyak perusahaan Cina yang membangun pabrik daur ulang plastik di Asia Tenggara, lantaran berharap bisa mengeruk untung dari larangan impor.
ADVERTISEMENT
Indonesia sampai saat ini masih cukup kesulitan dalam hal pengelolaan sampah. Belum lagi semakin gencarnya serbuan sampah illegal yang memasuki Indonesia. Besar harapannya pemerintah dalam hal ini bisa turut serta membuat peraturan yang kuat sehingga mampu meminimalisir serbuan sampah ilegal dari negara Eropa dan Amerika.