Perjuangan Di Balik Pusara

Elsa Toruan
By Grace Through Faith
Konten dari Pengguna
4 November 2017 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elsa Toruan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Barangkali ia bukan siapa-siapa dalam hierarki orang berkuasa. Ia juga jauh dari posisi orang ternama. Namun, bagi beberapa orang sosok ini sangatlah penting. Kerja kerasnya membuat puluhan bahkan ratusan pusara di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak tertata rapi tanpa ada rumput ilalang berserakan.
ADVERTISEMENT
Ia Bu Yayan, perawat makam tanpa tanda jasa. Pagi ini (04/11), tepatnya pukul 11.00 WIB pagi, saya menyusuri jalan pintu masuk utama TPU Karet Bivak. Tiba-tiba saja ada perempuan tua, yang berjalan membungkuk sambil menenteng cerek berwarna hijau. Ia tampak asyik membasuh satu per satu batu nisan apa nama.
"Mau cari siapa, neng?" Suara lirihnya menyapa Kumparan.
Bu Yayan seperti Ibu bagi semua perawat makam TPU Karet Bivak. Dari semua perawat makam, hanya Bu Yayan yang bergender perempuan. Ia pun mengaku menikmati posisinya sebagai ratu di antara semua pria tersebut.
"Kami suka bercanda. Kadang nanti mereka suka buang air kecil sembarangan disini, pas saya lewat, saya marahin tuh mereka. Sampe nanti main-main mereka siram saya pake air terus basah semua baju saya" kisahnya sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
Dengan kemeja merah bercorak abstrak dan celana berwarna cokelat yang ia gulung hingga lutut, Bu Yayan bertutur bahwa menjadi perawat makam ia lakoni sejak berusia 30 tahun. Beberapa makam kerabat orang ternama ia tangani. Sebut saja Keluarga Prabowo Subianto misalnya.
Bu Yayan hanya akan tampak berkeliaran di TPU Karet Bivak dari hari Jumat hingga Minggu. Dari pagi hingga malam menjelang. Jarak rumah Tangerang menuju Karet yang ia jalani pun tidak menyurutkan semangatnya untuk mencabut tiap-tiap rumput makam yang telah tumbuh subur. Belum lagi saat ia harus kembali pulang dan menjalankan tugasnya untuk merawat cucu dari putri tunggalnya di rumah. Raut wajah lelah tak terlihat sedikit pun dari kerut-kerut wajahnya.
ADVERTISEMENT
Begitu pun, ternyata upah yang Bu Yayan terima terasa tidak sesuai dengan apa yang telah ia lakukan selama hampir 25 tahun ini. Bayangkan saja ia bisa sampai hanya dibayar Rp 100.000 per bulan saja. Itu pun diberikan oleh keluarga si empunya makam.
Bukan materi alasan Bu Yayan tetap menjalani profesi ini hingga akhir hayatnya. Tetapi karena kakek dan oerang tuanya telah menjalani profesi yang sama dengan Bu Yayan.
"Awalnya saya bisa jadi pengurus makam kan karena ikut Ibu yang suka nyapu halaman makam. Sampai Ibu saya meninggal pada tahun 2003 lalu, akhirnya saya yang menggantikannya disini ngurusin makam" Tuturnya.
Bekerja setulus hati adalah hal yang ia akui selalu dijadikan prinsip. Bahkan saat mengetahui bahwa perawat makam seperti Bu Yayan akan diberhentikan, ia tetap melakukan kewajibannya dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Yah kami ini gak masuk sebagai pegawai yang dipekerjakan oleh Pemerintah. Makanya mereka (Pemerintah) katanya mau pecat kami terus menggantikan kami dengan Pegawai Harian Lepas (PHL), padahal yang selalu rajin membersihkan makam disini ya kami-kami ini. Yang PHL itu hanya gali lubang kubur, setelah itu udah ga ada bersihkan makam. ami mah cuma bisa terima aja apa yang akan diputuskan nanti." Katanya
Setelah perjumpaan kami, setiap melihat makam, saya teringat Bu Yayan. Perawat makam berdedikasi dan amat mencintai pekerjaannya. Saya kira ia wanita tangguh yang sulit kita temui saat ini.