Membantu Orang Lain Tidak Hanya Soal Kebaikan, Tapi Kekuatan Baru

Konten dari Pengguna
20 Oktober 2017 20:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Emilia Tiurma Savira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terkadang ketika diri sedang lemah, membantu orang lain justru menjadi kekuatan baru. Hal ini yang berlaku bagi saya. Berapa banyak dari kelompok muda masa kini yang tengah mengejar kesuksesan—yang sebetulnya tidak salah—kemudian berakhir pada suatu kondisi pikiran yang lebih banyak menjadi “racun” daripada membawa manfaat. Contohnya, seperti perasaan tidak tenang melihat pencapaian orang lain, rasa pesimis, stagnan, hingga pada tahap tidak lagi mengetahui harus dibawa kemana tujuan individu tersebut dalam bekerja—dan dalam level yang lebih dalam, tujuan hidup.
ADVERTISEMENT
Meski tidak akan membicarakan mengenai tujuan hidup lebih jauh, artikel ini akan melihat pada kondisi masalah terkini. Posisi pemikiran negatif yang bisa berujung pada stress ini tentu tidak baik bila terus dibiarkan. Setiap orang memiliki metodenya masing-masing untuk bertahan pada saat stress. Salah satu cara unik yang menjadi pilihan beberapa orang, termasuk saya, adalah dengan mengikuti kegiatan kerelawanan. Mungkin pilihan ini terasa aneh karena kesannya seseorang masuk ke dalam suatu masalah, bergabung untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan tidak dibayar. Bukankah hal tersebut justru merepotkan dan menambah stress?
Jadi relawan adalah kepuasan (Foto: Pixabay)
Bagi saya dan orang-orang yang memilih untuk ikut kerelawanan, aktivitas ini justru menjadi sarana bagi kami untuk bertahan menghadapi stress. Kegiatan kerelawanan memungkinkan kami untuk bertemu dengan orang-orang baru dan saling bertukar ide. Kegiatan kerelawanan juga menjadi sarana bagi kami untuk mengeksplorasi diri sesuai bidang yang telah dipilih. Selain itu, berkumpul dengan orang-orang yang memiliki visi sama—yaitu bahwa setiap manusia diperlengkapi untuk melakukan perbuatan baik—adalah momen yang sehat bagi kondisi kognitif dan emosi. Ketika berbuat baik, ada energi positif yang dikeluarkan. Apa lagi jika perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Tetapi kegiatan kerelawanan tak lantas menjadikan kami, para relawan, memiliki posisi sebagai penolong. Tak pelak kami-lah yang ditolong oleh sasaran khalayak kegiatan kami. Mereka menolong kami dengan menunjukan pada kami berbagai inspirasi. Mereka menunjukan kepada kami banyak hal, mulai dari hal yang paling sederhana seperti apa arti makanan bagi mereka, apa arti tempat tinggal bagi mereka, hingga mengajarkan kami apa artinya perjuangan hidup, namun sekaligus menghargai pilihan di mana kami harus melepaskan apa yang kami miliki saat ini atau apa yang sedang kami kejar.
Apa yang diajarkan mereka secara tidak langsung tersebut justru adalah hal yang luput dari perhatian kami ketika kami tengah sibuk dalam perjuangan kami masing-masing. Tidak jarang semangat kami kembali karena kami bertemu dengan sasaran kegiatan kami—mereka yang kembali meyakinkan kami bahwa kami pasti bisa konsisten untuk mengerjakan hal baik di mana pun bidang kami. “Bantuan” inspirasi seperti ini yang menjadikan kerelawanan sebagai kegiatan yang mampu memberi reward kepada pelakunya secara unik, yaitu memberi dan secara alami diberi kembali dalam bentuk energi positif. Jadi, memulihkan kekuatan diri tak hanya soal fisik.
ADVERTISEMENT