Wujudkan Mandiri Pangan dengan Mandiri Bertani

Eni Kustanti
Pranata Humas Muda, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, Kementan
Konten dari Pengguna
21 Agustus 2021 18:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eni Kustanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tomat yang baru dipanen di Desa Porame, Marawola, Sigi, Sulawesi Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
zoom-in-whitePerbesar
Tomat yang baru dipanen di Desa Porame, Marawola, Sigi, Sulawesi Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
ADVERTISEMENT
Isu kelangkaan pupuk sering kali terjadi. Program pupuk subsidi dari pemerintah di satu sisi merupakan angin segar bagi petani. Di sisi lain kondisi tersebut terkadang melegakan petani. Terbiasa dengan fasilitas pupuk subsidi, berarti juga petani terbiasa melakukan pemupukan anorganik (menggunakan bahan kimia).
ADVERTISEMENT
Penggunaan pupuk kimia ternyata menyisakan banyak dampak negatif. Lahan pertanian berkurang kesuburannya, karena banyak organisme penyubur tanah dapat mati oleh bahan kimia. Hama tanaman menjadi resisten terhadap pupuk atau pestisida kimia yang digunakan, sehingga semakin sulit memberantasnya. Tidak jarang penggunaan pupuk dan pestisida kimia tersebut menyisakan residu pada tanaman dan dapat termakan oleh manusia.
Seperti di sampaikan Kementerian Kesehatan melalui akun alodokter pada tanggal 28 April 2021 bahwa bahaya penggunaan pestisida kimia antara lain menyebabkan gangguan reproduksi, gangguan kehamilan serta perkembangan janin, penyakit parkinson, pubertas dini, dan penyakit kanker. Saat ini berbagai jenis penyakit kanker seperti kanker ginjal, kulit, otak, limfoma,  payudara, prostat, hati, paru-paru, dan leukimia sering terdengar di masyarakat. Hal ini tentunya menjadi berita yang menakutkan bagi setiap orang.
ADVERTISEMENT
Berbagai dampak penggunaan pupuk dan pestisida kimia tersebut nyatanya belum bisa banyak menyadarkan petani. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia dianggap sebagai cara praktis dalam bertani. Pemupukan singkat dan hasilnya nyata cepat terlihat. Hal ini diperburuk lagi dangkalnya pengetahuan petani akan pentingnya pemupukan berimbang.

Kesalahan berpikir dalam penggunaan pupuk

Masih banyak yang berpikiran semakin banyak pupuk yang diberikan, hasilnya akan semakin cepat di dapatkan. Padahal dalam pemupukan juga ada dosis yang dipenuhi, seperti orang minum obat. Tidak dapat menggunakan rumus sendiri, makin banyak yang dikonsumsi akan makin cepat sembuh. Hasil yang tersedia mungkin akan berkebalikan dengan apa yang diharapkan. Bukan mempercepat penyembuhan justru akan dapat memperburuk keadaan.
Begitu juga dalam penggunaan pupuk ataupun pestisida kimia, jika pemakaian tidak mengikuti anjuran, yang terjadi justru banyak dampak negatif. Agen hayati yang berperan dalam kesuburan tanah bisa saja mati akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi berlebihan. Hama maupun penyakit justru dapat bermutasi dan menyebabkan makin sulit dikendalikan. Oleh karena itu, penggunaan pupuk dan pestisida kimia harus selalu diimbangi dengan pemahaman penggunaan pupuk secara berimbang.
ADVERTISEMENT

Pupuk organik sebagai solusi kelangkaan pupuk

Solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi kelangkaan pupuk subsidi adalah dengan penggunaan pupuk organik (pupuk yang berasal dari bahan alam). Salah satu kendala pupuk organik adalah, perlu proses cukup lama dalam membuatnya. Berbeda dengan pupuk kimia, tinggal beli langsung dapat diaplikasikan.
Kelebihan penggunaan pupuk organik pun tak akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Semakin banyak pupuk organik maka akan semakin subur tanahnya. Begitu juga penggunaan pestisida nabati, tidak akan meninggalkan residu berbahaya bagi produk pertanian dan lingkungan.
Yudi Sastro (2013) dalam bukunya tentang Teknologi pembuatan pupuk organik, menyampaikan jenis-jenis pupuk organik. Jenis pupuk organik tersebut terdiri dari pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat biasanya berupa kompos, granul dan pelet. Sedangkan pupuk organik cair dapat berupa MOL (mikroorganisme lokal) dan sistem kantong teh.
ADVERTISEMENT
Kompos merupakan jenis pupuk organik padat yang berasal dari penguraian bahan organik yang mengandung karbon dan nitrogen misalnya kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Pupuk organik granul merupakan pupuk kompos yang ditambah pengkaya hara misalnya zeolit, bentonit, kapur, dolomit, dan batuan fosfat. Selanjutnya diproses pada pan granulator sehingga berukuran granul dan seragam. Pupuk organik pelet pada dasarnya sama seperti pupuk organik granul hanya saja dibuat seukuran pelet dengan mesin pemelet.
Pupuk organik sistem kantong teh, merupakan cara membuat pupuk cair dengan menempatkan bahan organik pada kantong (kain) kemudian di celupkan ke dalam ember atau drum berisi air selama tiga minggu hingga muncul bau khas fermentasi seperti tape. Bahan organik yang bisa digunakan antara lain pupuk kandang/kompos, molase, dan pupuk organik cair EM.
ADVERTISEMENT
Sedangkan MOL yang biasa disebut mikroorganisme lokal umumnya memanfaatkan bahan organik spesifik yang banyak terdapat di lingkungan dan dilakukan fermentasi selama 7 s.d 15 hari. Contoh MOL misalnya MOL air rebusan kedelai, MOL air kelapa, MOL batang pisang, MOL keong mas dan limbah ikan, serta MOL kotoran hewan. MOL dapat digunakan sebagai pupuk cair dengan mengencerkan setiap 1 liter MOL dengan 10 liter air.
Berbagai kemudahan dalam pembuatan pupuk organik tersebut harus terus disosialisasikan kepada petani, sehingga persepsi petani terhadap pupuk organik akan semakin baik. Selain itu anggapan bahwa penggunaan pupuk organik membutuhkan waktu lama harus diimbangi dengan edukasi bahwa itu bagian dari proses untuk menyelamatkan lingkungan. Tanah pertanian yang sudah bertahun-tahun mendapatkan asupan pupuk kimia tentunya tidak mudah jika mau dikembalikan kesuburannya menggunakan pupuk organik, sehingga membutuhkan kesabaran.
ADVERTISEMENT
Daya jual yang tinggi hasil pertanian organik, akibat makin tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk sehat juga harus disampaikan kepada petani. Saat ini produk pertanian organik menjadi buruan banyak orang dengan semakin banyak munculnya berbagai penyakit yang disebabkan produk pertanian yang tidak sehat (mengandung residu/sisa bahan kimia).
Kemandirian petani dalam pembuatan pupuk organik harus dibangun. Sosialisasi pembuatan pupuk organik secara mandiri harus terus dilakukan. Apabila petani sudah terbiasa membuat pupuk organik, maka secara perlahan ketergantungan terhadap pupuk kimia dapat berkurang. Petani yang berpengetahuan, mau menerima inovasi dan mandiri dalam pengelolaan pertanian akan menjadikan pertanian semakin baik. Kemandirian petani ini pada akhirnya dapat mendukung kemandirian pangan bangsa Indonesia.
Hal ini tentunya bukan pekerjaan mudah. Masalah semakin rumit biasanya akan terjadi pada petani-petani di pedesaan yang secara usia memasuki generasi baby boomer (usia di atas 50 tahun). Mengkomunikasikan inovasi/pembaharuan kepada petani generasi tersebut membutuhkan pendekatan tersendiri. Oleh karena itu, kerja sama dari berbagai pihak untuk mempromosikan penggunaan pupuk organik menjadi penting. Sinergi antara pemerintah, penyuluh, petani, perangkat daerah diperlukan dalam meningkatkan keterampilan serta keahlian petani kita.
ADVERTISEMENT