Melawan Lupa Dengan Sejarah

Enny Ratnawati
Blogger yang masih terus belajar..
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2020 16:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Enny Ratnawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banyak yang tak menyukai pelajaran Sejarah ketika di sekolah dulu. Pelajaran ini dianggap hanya pelajaran hapalan.
Live IG belajar sejarah
Bagaimana dengan saya? Terus terang pelajaran sejarah salah satu yang saya suka. Sebetulnya sih bukan hanya suka dengan sejarah saja. Hampir semua ilmu sosial saya suka. Sayang nya dulu saya tercebur ke jurusan IPA hehe. Sampai akhirnya lulus SMA kembali sadar dan akhirnya menekuni kembali jurusan ilmu sosial.
ADVERTISEMENT
Oh iya, di kelas IPA dulu, tentu saja pelajaran ilmu pengetahuan alam. Kimia, fisika, matematika, biologi jadi pelajaran utama. Terbating habis saya saat itu, karena tidak sesuai passion kata orang zaman sekarang, jadilah sulit menerima pelajaran. Namun, harus saya akui, pelajaran –pelajaran ini itu ternyata bermanfaat besar hingga saat ini.
Nah, untung nya di kelas IPA tersebut tetap ada sedikit pelajaran ilmu sosial nya, salah satunya pelajaran sejarah ini. Dapat dipastikan nilai saya hampir selalu tertinggi diantara anak IPA yang tidak menyukai pelajaran ini bahkan mungkin menganggapnya saat itu tidak penting.
Apa ya uniknya pelajaran sejarah? Saya aslinya nggak tau persis. Tapi saya suka membayangkan peristiwa di masa lalu dengan detail malah. Itu juga menurut saya yang membuat saya mendalami pelajaran sejarah bukan sekedar menghapal tanggal dan tahunnya saja.
ADVERTISEMENT
Zaman kuliah, saya juga menyukai menulis diary. Saya kasih tanggal per buku diary-nya. Sebenarnya ini sih bagian dari mengingat kejadian demi kejadian diri sendiri. Namun sayangnya, setelah menikah, saya memutuskan mengubur sebagian buku diary tersebut. Rasa-rasanya tulisannya alay sekali.
Berkelana Dengan Sejarah Asal
Suatu hari, anak saya yang masih tujuh tahun bertanya. “ Mamah kita ini orang mana?,” ujarnya polos. Rupa-rupanya dia bingung. Kami lama tinggal di Depok, Jawa Barat. Semua anak sayapun dilahirkan disana. Mereka juga mempunyai banyak teman sebaya di rumah Depok.
Yang mungkin membuat dia bingung, orang tuanya berasal dai Banjar dan Lampung. Jadilah dulu kalau mudik ataupun berkunjung, kedua kota ini yang bergantian menjadi tujuan kami, karena memang ingin silaturahmi ke orang tua dan saudara.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan anak saya ini menggugah saya untuk lebih banyak lagi menceritakan ke mereka asal usul keluarga kami. Selain sebagai pengetahuan. Hal ini juga penting untuk menegaskan jati diri mereka.
Sebenarnya saya ingin sekali mengajak mereka ke museum, namun belum sempat rencana tersebut terwujud, pandemi keburu datang. Oh iya, sejak tiga tahun terakhir , kami pulang kampung dan tinggal di Banjarmasin. Nah, anak saya yang berusia 12 tahun kebetulan sudah mengunjungi dua museum besar yang ada di provinsi Kalsel. Kemudian juga sempat berkunjung ke makan pahlawan Pangeran Antasari dan raja Banjar pertama, Pangeran Samudra (atau dikenal juga dengan Sultan Suriansyah).
Hanya saja, anak saya yang kedua belum sempat mengunjungi semua tempat tersebut. Jadilah, saya “bela-belain” untuk searching dan membaca lagi soal sejarah. Salah satunya tentang raja pertama Banjar dan kerajaan yang pernah ada di wilayah Banjar.
ADVERTISEMENT
Pada suatu malam, sebelum tidur, sayapun lancar bercerita. Salah satunya tentang raja pertama Banjar yang akhirnya memeluk Islam karena memang syarat dari Kerajaan Demak yang waktu itu membantu Pangeran Samudra mengambil alih kekuasaan dari sang paman, yang sebenarnya bukan raja Banjar yang sah.
Sedangkan tentang kerajaan di Lampung, saya belum sempat mempelajarinya dan “mensosialisasikan” ke anak-anak. Harapannya, dengan mengetahui asal-usul dan sejarah daerah asal kedua orangtuanya terbentuk jati diri di anak-anak. Walaupun mungkin seiring berjalannya waktu, mereka juga akan sadar dengan sendirinya. Semoga.
Belajar Sejarah Dari Kang Asep
Berlalu dengan mengubur sebagian diary tadi sama artinya mengubur sebagian sejarah diri sendiri. Itu baru contoh kecilnya. Bagaimana dengan mengubur sejarah bangsa? Sangat mudah. Lupakan sejarah bangsamu sendiri !
ADVERTISEMENT
Beruntung, beberapa waktu lalu, mendapatkan kembali mindset tentang sejarah ini di live Instagram (IG) Teh Ani Berta. Nara sumbernya adalah Asep Kambali, Sejarawan dan Founder Komunitas Historia Indonesia.
Kang Asep, panggilan akrabnya, mengakui, sejarah memang sudah banyak dilupakan orang. “ Siapa yang mau anaknya masuk jurusan sejarah, saya rasa tidak ada yang tertarik, “ ujarnya lugas.
Mengapa kita harus belajar sejarah? Karena, ujar Kang Asep, sejarah bicara masa lalu, masa kini sekaligus masa depan. “ Tidak mungkin ada kemerdekaan kalau tidak ada pahlawan. Kemudian, masa depan akan tercipta karena sejarah hari ini. Masa depan diciptakan leh mereka yang berjuang hari ini, “ ujarnya memberi ilustrasi.
Nah, bila ada yang mengatakan sejarah tidak ada manfaatnya, itu bisa disebut orang yang merasakan amnesia. Apalagi sejarah menyangkut jati dan identitas. “ Kalau mau tahu sejarah bangsa harus tahu apa yang dilakukan pendahulu kita, “jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dengan sejarah,gerbang terbuka. Baik gerbang ke masa lalu maupun gerbang ke masa depan. Menurut kang Asep, dengan sejarah kita juga akan mengetahu segala sesuatu apakah sudah sesuai track atau belum. Sedangkan untuk masa depan, sejarah yang akan diukir harus diciptakan saat ini.
Culture Juga Berhubungan Dengan Sejarah
Pernah nggak melihat orang di suatu daerah berperilaku , yang menurut kita kurang sopan? Misalnya saja mencium-cium makanan di rumah orang lain. Dalam budaya di lingkungan saya, jangankan di rumah orang lain, di rumah sendiri saja mencium-cium makanan sesuatu yang tidak baik.
Namun, saya pernah menemukan di wilayah lain. Dan banyak orang yang berperilaku demikian terhadap makanan di dalam piring ketika sudah disajikan. Ternyata hal itu lumrah saja karena memang budaya di wilayah tersebut nya demikian.
ADVERTISEMENT
Masih menurut kang Asep, kultur suatu daerah berhubungan erat dengan sejarah daerah tersebut. Makanya untuk memahami suatu kebiasaan atau budaya, lagi-lagi dibutuhkan pemahaman yang baik tentang sejarahnya.
Masih malaskah belajar sejarah?