news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mau Apa Usai Pandemi? Redakan Pandemic Fatigue dengan Liburan

Era Yusnita Febrianti
A content writer who is passionate about books and foods
Konten dari Pengguna
7 Juni 2021 13:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Era Yusnita Febrianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi liburan. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi liburan. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sudah lebih dari satu tahun Indonesia berjibaku dengan pandemi COVID-19. Maret 2020, saya masih ingat ketika kasus pertama COVID-19 teridentifikasi di Depok, Jawa Barat, kota tempat tinggal saya selama empat tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Sore hari usai bekerja saya langsung pergi ke minimarket untuk membeli hand sanitizer dan masker sebagai langkah preventif. Hasilnya nihil, barang-barang yang saya cari sudah ludes terjual. Di apotek pun demikian.
Ilustrasi COVID-19. Foto: Shutterstock
Saya memakluminya, pasalnya kala itu COVID-19 masih relatif baru. Para ilmuwan di seluruh dunia pun masih berusaha mengkaji virus tersebut. Obat dan vaksin belum ditemukan, sedangkan setiap hari televisi menyiarkan suasana di Kota Wuhan yang kolaps akibat si musuh tak tampak ini.
Kini 15 bulan kemudian, keadaan telah berbeda. Saya mulai bisa “berdamai” dengan kebiasaan baru dan kenyataan bahwa mungkin kita tidak akan pernah bisa kembali ke kehidupan sebelum COVID-19 melanda. Jadi, mau apa usai pandemi?

Berlibur Untuk Atasi Kejenuhan

Ilustrasi liburan. Foto: Pixabay
Jika Ada yang bertanya apa yang hendak saya lakukan setelah pandemi berakhir, jawabannya adalah liburan. COVID-19 memang menimbulkan disrupsi di berbagai bidang, tapi dunia tidak berhenti berputar karenanya.
ADVERTISEMENT
Kebalikannya, saya merasa tempo hidup berjalan semakin cepat. Banyak karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk memproses apa yang terjadi.
Mereka dituntut untuk terus bergerak di tengah ketidakpastian, mencari peluang menggali pundi-pundi harta di sana sini agar dapur tetap mengebul di tengah kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja.
Para wirausahawan harus memeras otak bagaimana cara untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Banyak perusahaan yang menerapkan sistem WFH (Work From Home) atau bekerja dari rumah dan pelajar harus terbiasa dengan model belajar secara daring.
Ilustrasi work from home. Dok. Shutterstock
Bekerja dari rumah merupakan pilihan bijak yang bisa diberlakukan selama pandemi. Saya pun bersyukur karena profesi sebagai content writer tidak mengharuskan saya untuk selalu pergi ke kantor. Pada saat yang sama, terbatasnya interaksi langsung dengan rekan kerja membuat pekerjaan semakin menjemukan.
ADVERTISEMENT
Secara pribadi, bekerja secara remote juga mengacaukan persepsi saya tentang waktu. Saat masih magang di kantor, saya bersama rekan-rekan selalu rehat bersama pukul 12 siang untuk makan dan bercengkrama. Saat bekerja di rumah, saya tidak tahu kapan harus mengambil jeda istirahat.
Terlebih saya tipe orang yang tidak bisa meninggalkan tugas sebelum rampung. Seringkali saya tidak beristirahat sedikitpun, makan pun sambil duduk di depan layar komputer sembari mengerjakan tugas sekenanya.
Di kantor, kami tidak diperbolehkan makan di ruang kerja. Sehingga waktu makan siang ya memang harus digunakan untuk fokus makan siang.
Ilustrasi stres. Foto: Shutterstock.
Saya menyadari kini bekerja remote sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Pada saat yang sama, Work From Home juga makin mengaburkan waktu luang dan waktu kerja (yang sebenarnya sudah terjadi sebelumnya, sekarang menjadi lebih kentara).
ADVERTISEMENT
Meski kini saya memilih bekerja dari rumah karena masih was-was, tak dapat dipungkiri bahwa suasana kantor begitu dirindukan. Ingin liburan pun cemas, karena virus COVID-19 masih mengintai.
Jika ingin bepergian jauh, sampai sekarang kita masih harus merogoh dompet lebih dalam lagi, karena diwajibkan untuk menyertakan surat bebas COVID-19 melalui tes swab antigen.
Monstera atau janda bolong. Foto: Pixabay
Sepertinya sambil menunggu pandemi berakhir, saya hanya akan ditemani tanaman-tanaman hijau menyegarkan di halaman rumah. Ada janda bolong, gelombang cinta, baret merah, mirzani, dan kawan-kawannya.