Hibah (Jangan) Berujung Petaka

Dr. Erianto N, SH. MH.
Atase Hukum KBRI RIYADH
Konten dari Pengguna
29 November 2021 11:14 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr. Erianto N, SH. MH. tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi uang. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa hari terakhir, media cetak atau elektronik termasuk media sosial dipenuhi oleh pemberitaan persetujuan DPRD dan Pemerintah DKI Jakarta untuk memberikan dana hibah kepada Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi kubu Abraham Lunggana atau Haji Lulung sebesar Rp 3 miliar pada 2022 mendatang. Selain itu, memberikan Bamus Suku Betawi 1982 yang diasuh Zainuddin atau Bang Oding sebesar Rp 1,2 miliar guna melestarikan budaya Betawi menjadi kekuatan luar biasa di DKI Jakarta yan menuai pro dan kontra.
ADVERTISEMENT
Hibah baik berupa barang atau pun dana dari pemerintah pusat atau daerah memang kedengarannya sangat menggembirakan dan menyenangkan bagi penerima yang berbentuk lembaga atau pun organisasi kemasyarakatan. Kegembiraan tersebut terkadang membuat penerima lupa diri dan merasa sudah jadi milik mereka yang bisa digunakan sesuai keinginan anggota kelompok ditambah dengan kondisi kelonggaran bahkan seolah olah tidak ada kontrol yang jelas dari penanggungjawab pengelolaan dana hibah di pemerintahan.
Di sisi lain, hibah di pemerintahan menjadi ajang politisasi baik oleh kepala daerah mau pun anggota legislatif yang menyatakan “ini aspirasi saya”. Padahal, semua ketentuan pengelolaan dana hibah sangat jelas dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku umum. Sehingga semua memiliki kesempatan jika memenuhi kriteria yang ditentukan. Namun sengaja dibuat kabur, tertutup, sehingga hanya diketahui kalangan tertentu saja. Dan akhirnya tidak sedikit yang berujung petaka.
ADVERTISEMENT
Kasus hibah berujung korupsi yang sedang hangat diberitakan adalah pemberian hibah untuk pembangunan Masjid Sriwijaya Sumatera Selatan sebesar Rp 130 miliar yang diungkap oleh jajaran Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan. Bukan hanya itu, penyidik juga mengungkapkan bahwa kerugian keuangan negara mencapai Rp 113 miliar.
Kasus ini telah menyeret 9 orang termasuk, Alex Noerdin, legislator Partai Golkar. Saat peristiwa terjadi, ia selaku Gubernur Sumatera Selatan telah menyetujui pencairan dana pada tahun 2015 dan tahun 2017 silam .
Ilustrasi banyak uang. Foto: Shutterstock
Merujuk pemberitaan media massa yang beredar merujuk proses persidangan sebagian tersangka yang sudah dinyatakan terbukti bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang banyak ditemukan keganjilan dalam hibah sejak pengajuan sampai pencairan. Hal ini dibuktikan dengan tidak ada proposal pemohon, status lahan penggunaan, dana pembangunan masjid yang belum jelas. Selain itu, dana yang diterima oleh yayasan wakaf Masjid Sriwijaya jadi bancakan yang mengalir ke kantong pribadi, termasuk pihak oknum Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
Masih Terkait Hibah, pada 2012 dan 2013 publik juga dikejutkan dengan kasus korupsi yang mengakibatkan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, harus merasakan dinginnya sel penjara dalam kegiatan belanja hibah dan bantuan sosial Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan kerugian keuangan negara Rp 1,145 miliar.
Dalam pelaksanaannya, tidak ada evaluasi dan verifikasi sebanyak 190 usulan penerima Hibah secara benar sehingga ada penerima hibah alamatnya fiktif atau tidak memenuhi kualifikasi penerima hibah. Apabila ditelusuri lebih lanjut, sudah banyak dana hibah di berbagai daerah yang yang digunakan tidak jelas, tidak tepat sasaran, terjadi pemotongan, dan ternak yang diberikan sangat tidak layak. Sehingga tidak bisa dimanfaatkan maksimal dan akhirnya masuk ke kantong pribadi.
ADVERTISEMENT

Prinsip Penggunaan Keuangan Negara / Daerah

Dalam penggunaan keuangan negara termasuk daerah, ada beberapa prinsip yang sering disampaikan olehDrs. Siswo Sujanto, DEA selaku ahli keuangan negara dalam berbagai perkara tindak pidana korupsi dari Pusat Kajian Keuangan Negara dan Daerah pada Universitas Patria Artha Makasar. Prinsip tersebut juga dijadikan sebagai salah satu dasar analisa penuntut umum dalam mengajukan tuntutan serta telah dimasukkan dalam berbagai pertimbangan majelis hakim tindak pidana korupsi.
Prinsip yang juga sangat jelas diatur dalam beberapa ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait verifikasi keuangan di mana semua yang berasal dari uang negara / daerah yang dianggarkan dalam APBN / APBD terikat kepada tiga hal yaitu: Pertama, Wetmatigheid yaitu salah satu syarat sahnya suatu tagihan pembayaran yang mempunyai dasar hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Kedua, Rechtmatigheid di mana salah satu syarat sahnya tagihan/pembayaran yang menyatakan bahwa hak atas tagihan telah dibuktikan dan kewajiban telah dilaksanakan oleh yang berhak atas tagihan tersebut sesuai dengan batas wewenang dan hak yang diperoleh dan ketiga Doelmatigheid berupa salah satu syarat sahnya suatu tagihan/pembayaran yaitu sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan dalam program yang telah ditetapkan sebelumnya.
Prinsip kehati-hatian dalam penggunaan keuangan negara juga terlihat dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, menegaskan bahwa bendahara umum negara bukanlah sekadar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Atura ini sejalan dengan penegasan dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menegaskan bahwa pengelolaan keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
ADVERTISEMENT

Pedoman Dana Hibah Daerah

Ilustrasi undang-undang. Foto: Getty Images
Terkait hibah baik berupa dana atau dalam bentuk fisik, seperti ternak, peralatan pertanian, petukangan, alat nelayan dan lain lain yang bersumber dari dana pemerintah maka sesuai dengan prinsip wetmatigheid, rechtmatigheid dan doelmatigheid yang sejalan dengan asas legalitas sudah dipastikan terdapat pengaturan dalam perundang-undangan. Meski dalam pengaturan bisa saja belum sempurna dan menjadi peluang untuk penyimpangan namun secara umum, pengaturan ini bertujuan agar hibah yang diberikan menjadi tepat sasaran, bermanfaat dan menghindari terjadinya penyimpangan.
Dalam tataran dana yang berasal dari daerah tentu yang menjadi dasar adalah Undang-Undang Pemerintah Daerah 23 Tahun 2014, Tentang Pemerintahan Daerah. Meskipun tidak secara rinci mengatur terkait dana hibah, namun cukup memberikan payung untuk pengaturan lebih lanjut dengan mendelegasikan pengaturan mengenai penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban melalui peraturan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 02 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah yang menegaskan Hibah dari pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan asas pengelolaan keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Terhadap dana yang bersumber dari APBN Pusat, biasanya diatur lebih detail dalam peraturan kementerian terkait baik berupa peraturan menteri, surat edaran menteri, dirjen dan lainnya. Hal ini termasuk surat dalam bentuk petunjuk pelaksanaan kegiatan yang secara hukum memiliki kekuatan sebagai peraturan perundang-undangan. Sebab, ada mendelegasikan dari aturan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-Undangan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Sementara, terkait dana yang berasal dari APBD biasanya terikat dengan peraturan menteri dalam negeri seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Aturan ini menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Bersumber Dari APBD yang mengatur adanya usulan tertulis pemohon hibah, Penerima hibah bertanggung jawab secara formal, dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya. Hal ini termasuk hal-hal detail lainnya yang diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.
Terkait hibah kepada badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan atau telah memiliki surat keterangan terdaftar yang diterbitkan oleh menteri, gubernur, bupati atau yang bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Selain itu, keberadaannya juga diakui oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah.
ADVERTISEMENT
Aturan itu terkait sesuai dengan kewenangannya termasuk kepada Koperasi yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Sementara, pengaturan oleh kepala daerah terkait dana hibah yang diamanatkan oleh peraturan menteri dalam negeri biasanya lebih detail menyangkut kriteria pemberian hibah, persyaratan badan atau lembaga atau organisasi kemasyarakatan penerima hibah, persyaratan pengajuan hibah beserta lampirannya seperti proposal, RAB, dokumen keabsahan lembaga, pengurus, keterangan domisili lembaga dan hal teknis lainnya yang nanti wajib dilakukan verifikasi oleh pihak penanggung jawab pengelola dana hibah.
Untuk mengikat penerima hibah dari penggunaan sewenang-wenang juga diatur kewajiban untuk menandatangani naskah perjanjian hibah daerah yang meskipun wujudnya bernuansa perdata berupa perjanjian namun tidak menutup peluang penyimpangan nantinya akan masuk ranah pidana sepanjang adanya niat jahat dan memenuhi ketentuan pidana.
ADVERTISEMENT
Dalam peraturan kepala daerah biasanya juga mengatur teknis pelaporan penggunaan hibah, dan kewajiban dari satuan organisasi pelaksana daerah terkait untuk melakukan pengawasan. Terkhusus hibah berwujud dalam bentuk barang seperti buku ajar, alat pertanian, peternakan, nelayan, sarana perdagangan, pertukangan, maupun binatang ternak seperti sapi, kambing, babi dan lainnya tentu saja pihak instansi terkait terikat pada ketentuan pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah yang berlaku umum kecuali ada pengaturan khusus.

Keterbukaan Dan Tanggung Jawab Semua Pihak

Ilustrasi Pengadilan. Foto: Shutter Stock
Melihat begitu detailnya pengaturan terkait dana hibah, bantuan dan sejenisnya sudah barang tentu dibutuhkan keseriusan dan keterbukaan semua pihak baik dari pihak pemerintah pengelola dana hibah, pihak yang punya akses pada kekuasaan maupun badan, lembaga atau organisasi penerima dana hibah. Keterbukaan informasi mengenai prosedur dan persyaratan untuk mendapatkan dana hibah sejak dari pengusulan, kebenaran persyaratan, penetapan penerima, verifikasi sebelum pencairan sampai pengawasan dan pelaporan tentu menjadi kunci utama.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya meninggalkan kongkalikong maupun pengaturan agar dana hibah hanya diterima kelompok tertentu dengan memanfaatkan kewenangan karena jabatannya di pemerintahan atau selaku anggota dewan yang sesumbar mencari nama kepada konstituennya “ini dana aspirasi saya”. Ini termasuk pemaksaan oknum dewan kepada pemerintah daerah “kalau tidak saya tidak setujui”.
Sehingga tidak jarang badan, lembaga atau organisasi yang sudah mengusulkan secara benar akhirnya tidak berhasil mendapatkan. Akibat tindakan tidak terpuji oknum-oknum tersebut dana hibah jadi politisasi dan ajang korupsi karena pasti mengharapkan kid back “bagian / jatah preman” dari penerima hibah atau setidaknya mencari nama, pemotongan, termasuk penerima hibah salah sasaran, fiktif, tidak sesuai tujuan dana.
Bagi lembaga atau organisasi penerima hibah sudah seharusnya menggunakan secara maksimal hibah yang diberikan sesuai tujuan karena perlu disadari dana tersebut bukanlah dana pribadi namun bersumber dari uang rakyat banyak. Begitu juga kita semua selaku masyarakat perlu mengawasi bersama-sama terkait penggunaan dana hibah di lapangan pada lingkungan kita masing masing mengingat begitu banyaknya dana dan terbatasnya pihak yang melakukan pengawasan.
ADVERTISEMENT
Saatnya memberanikan diri bertanya kepada petugas maupun pihak penerima di lapangan mengenai penggunaan dana tersebut apalagi bila digunakan untuk kepentingan fasilitas umum yang bila tidak tepat justru akan merugikan kita semua. Bila tidak memungkinkan saatnya kita melaporkan kepada pihak penegak hukum atau setidaknya mengungkap ke publik melalui media sosial tentang keganjilan- keganjilan yang ditemukan sepanjang dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Jangan salahkan nanti bila nasib seperti yang menimpa Mantan Gubernur Sumatera Utara, Mantan Gubernur Sumatera Selatan maupun ratusan pihak lainnya yang harus merasakan dinginnya jeruji besi akibat terlibat dalam korupsi dana hibah apalagi menyedihkan bila kita hanya terlibat penyimpangan ketentuan saja dan tidak menikmati hasilnya karena di mata hukum akan dipandang sama sebagai penyertaan atau setidaknya pembantuan. Pada sisi lain nama kita sudah telanjur tercoreng di masyarakat. Wassalam.
ADVERTISEMENT