Kekerasan Seksual Kian Menjamur: Maksimalkah Keterlibatan Supervisi Pendidikan?

Ermaya Movida Satha
Melanglang buana dan berusaha mengepakkan sayap dalam Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Yogyakarta
Konten dari Pengguna
29 Desember 2021 11:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ermaya Movida Satha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Terganggunya Kondisi Mental dan Psikologis Anak Akibat Kekerasan Seksual (Sumber Foto: Giulio Fornasar, istockphoto)
zoom-in-whitePerbesar
Terganggunya Kondisi Mental dan Psikologis Anak Akibat Kekerasan Seksual (Sumber Foto: Giulio Fornasar, istockphoto)
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah kian menggila, tentu hal tersebut tidak terlepas dari peran supervisi pendidikan, khususnya kontribusi kepala sekolah dalam mengawasi interaksi interpersonal peserta didiknya.
ADVERTISEMENT
Umumnya kekerasan seksual yang terjadi di sekolah menyeret oknum guru atau pengajar sebagai pelaku. Hal tersebut tentu berpotensi mengakibatkan trauma psikologis, tekanan mental bahkan sikap dendam yang salah arah dengan semua orang yang ada di sekeliling sang peserta didik.
Persepsi mengenai supervisi pendidikan tidak hanya mencakup dari segi pengawasan aspek peraturan, kurikulum, metodeologi pengajaran, profesionalitas kinerja tenaga pendidik saja. Namun, upaya supervisi pendidikan juga harus merambah pada aspek pengawasan interaksi interpersonal dan pembinaan karakter peserta didik.
Jumlah nyata kasus kekerasan seksual pada anak lebih besar dibandingkan yang tercatat di kepolisian, hal ini terjadi karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan dan biasanya kasus ini terjadi di lingkungan sekolah (Ansori, 2015).
ADVERTISEMENT
KPAI juga memaparkan kasus kekerasan seksual di Lembaga pendidikan didominasi oknum guru yaitu mencapai 88% dan 22% merupakan kepala sekolah. Selanjutnya, 64,7% dari kasus kekerasan seksual tersebut terjadi di SD, 23.53% di SMP dan 11,77% di SMA (Lokadata, 2020).
Melihat data diatas tentu membuat kita menggelengkan kepala, karena sejatinya guru menjadi figur utama panutan muridnya, justru berbuat tak senonoh yang mengganggu psikologis peserta didik.
Dapat kita ketahui peran supervisi pendidikan belum maksimal ditambah situasi pembelajaran jarak jauh seperti saat ini membuat pengawasan kepala sekolah terhadap peserta didik menjadi terbatas.
Selain itu harus terdapat kebijakan dan strategi kepala sekolah untuk meminimalisir kekerasan seksual di Indonesia dan memberantas oknum atau pelaku kekerasan seksual tersebut.
ADVERTISEMENT
Beberapa strategi kepala sekolah yang dapat ditempuh yaitu dengan mengadakan pendidikan perlindungan diri seperti memberi informasi mengenai contoh dan dampak kekerasan seksual, jenis-jenis sentuhan serta batasan tindakan orang terdekat serta memberi wawasan bagaimana cara melawan atau mengatakan "Tidak" jika terjadi hal tidak diinginkan.
Selain memberikan pendidikan perlindungan diri, kepala sekolah juga mampu menjalin kerja sama antar lembaga atau pihak yang berkompeten untuk memberikan kiat-kiat menanamkan nilai, norma dan karakter yang baik juga dapat memberikan wawasan baru mengenai pencegahan kekerasan seksual.
Adapun lembaga yang dapat berkontribusi adalah lembaga psikologi, organisasi keagamaan, dan pakar pendidikan
Pembentukan tim internal sekolah untuk memberantas tindak kekerasan disekolah juga dapat menjadi salah satu strategi jitu yang dapat direalisasikan.
ADVERTISEMENT
Selain itu pembinaan pendidikan berkontekstualisasi ajaran keagamaan juga menjadi strategi utama yang mampu meminimalisir tindak kekerasan, karena memang sejatinya lembaga pendidikan tidak hanya mengenai transfer of knowledge namun juga perihal penanaman nilai-nilai religius, sosial budaya, maupun norma kemasyarakatan. Nilai yang bersumber dari pancasila itu mampu membuat adab dan karakter peserta didik menjadi terarah.
Dapat kita ketahui jika campur tangan kepala sekolah untuk memaksimalkan supervisi pendidikan di lingkungan sekolah sangat diperlukan karena beliau adalah figur utama yang menjadi tauladan peserta didik, terlebih lagi banyak kasus kekerasan seksual yang menyeret oknum guru sebagai pelaku.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual pada anak di lingkungan pendidikan (sekolah) kini kian menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini menunjukkan bahwa peran sekolah dan hukum di negeri ini belum tersebar secara merata, serta minimnya pemahaman masyarakat khususnya para orang tua sehingga kesadaran untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seksual belum menjadi perhatian serius.
Ditambah lagi korban yang tak jarang enggan membuka diri atau melaporkan hal yang dialaminya kepada pihak terkait. Hal tersebut menambah deretan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Dalam kasus ini memang sangat perlu keterlibatan supervisor untuk menjadi benteng terdepan melakukan pengawasan sikap dan kepribadian peserta didik, kepala sekolah juga perlu melakukan pendekatan interaktif kepada peserta didik yang telah menjadi korban kasus kekerasan seksual.
Sejalan dengan upaya keras kepala sekolah sebagai supervisor, keterlibatan beberapa lembaga juga harus memperlihatkan efektivitas tanggung jawab yang diemban.
ADVERTISEMENT
Belajar dari pengalaman beberapa kasus yang telah belakangan ini, umumnya kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan telah ditangani secara serius dan maksimal ketika sudah viral di sosial media. Artinya ketika publik atau netizen sudah banyak angkat tangan dan terus mengusut suatu kasus, munculah beberapa lembaga terkait seksualitas yang mengusut kasus secara tuntas. Hal ini sangat disayangkan jika dilakukan secara terus menerus, terlebih lagi dilakukan dalam kebijakan supervisi pendidikan di sekolah.