Untitled Image

New Normal atau Ambyar?

Erni Juliana Al Hasanah N
Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta
18 Mei 2020 3:24 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (8/4).  Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (8/4). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
New normal adalah kondisi normal pasca-pandemi COVID-19 yang situasinya diharapkan jauh lebih baik. Udara lebih bersih. Lingkungan lebih sehat. Dan, cara-cara hidup masyarakat lebih berkualitas. Apakah kondisi kita pada hari-hari ini setelah ada pelonggaran aturan, berakhirnya masa PSBB, berarti kita berada di era new normal?
ADVERTISEMENT
Minggu sore (17/5/2020), saya mengunjungi sebuah hypermarket di bilangan Bintaro karena ada keperluan membeli kebutuhan pokok. Ini pertama kalinya saya keluar rumah sejak berakhirnya masa pemberlakuan PSBB di Tangerang Selatan, tanggal 15 Mei lalu.
Sungguh di luar dugaan, baru 200 meter keluar dari rumah, suasana di jalan Merpati Raya sudah kembali seperti sebelum masa pandemi COVID-19. Kendaraan roda dua dan empat tampak ramai, perempatan yang biasa kami sebut Perempatan Duren sudah macet seperti sedia kala.
Sepanjang jalan Merpati Raya, lalu Cendrawasih Raya, tampak toko-toko yang semula tutup sudah mulai buka. Sebelumnya hanya toko-toko kelontong, buah, dan kebutuhan pokok lainnya saja yang buka. Sekarang hampir semua buka, termasuk bengkel-bengkel, toko bahan bangunan, jasa interior, kuliner kaki lima, tempat fotocopy (toko ATK), dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Yang membuat khawatir, banyak di antara mereka yang beraktivitas ini tidak menerapkan protokol pencegahan COVID-19. Tidak menjaga jarak dan hanya sebagian saja yang mengunakan masker. Semua berjalan seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
Saat saya browsing, ternyata tidak hanya di Tangerang Selatan. Dari media terlihat di daerah lain juga demikian, mulai padat dan ramai. Aktivitas masyarakat terlihat mulai normal. Jalur-jalur menuju ke luar kota pun padat. Apakah ini new normal yang kita harapkan? Menurut saya, ini ambyar, bukan new normal.
Dalam peta penyebaran COVID-19, Tangerang Selatan termasuk zona merah. Sudah dua kali dilakukan pemberlakuan PSBB. Tahap kedua berakhir tanggal tanggal 15 Mei 2020. Pemberlakuan PSBB dianggap cukup efektif meminimalisasi kasus COVID-19. Setidaknya begitulah catatan yang ada di COVID-19 Center Kota Tangerang Selatan. Apakah berakhirnya PSBB berarti COVID-19 benar-benar sudah pergi dari wilayah Tangerang Selatan? Rasanya tidak.
ADVERTISEMENT
Lantas apa yang menyebabkan masyarakat berani melakukan itu, padahal virus Corona yang mematikan itu belum beranjak dari bumi ini? Masyarakat tahu itu, dan masyarakat juga tahu apa konsekuensinya bila tertular, harus melakukan isolasi diri dan bila sampai meninggal dunia diberlakukan protokal pengurusan jenazah COVID-19 yang “mengerikan” itu.
Mengapa risiko yang berat itu diabaikan? Karena masyarakat perlu survive. Butuh makan untuk hidup. Diam di rumah melulu bisa gak bisa makan. Risiko terkena Corona bukan tanpa disadarinya. Jika diam di rumah kebutuhan-kebutuhan hidupnya bisa dipenuhi pemerintah misalnya, tentu mereka tidak akan mengambil risiko berat itu.
Masyarakat tampaknya menyadari betul, pemerintah tidak cukup mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Buktinya, iuran BPJS yang sudah diputuskan MA tidak boleh dinaikkan, toh dinaikkan lagi. Artinya, pemerintah sudah tidak punya alternatif untuk menutup defisit/kerugian BPJS.
ADVERTISEMENT
Bukti lain, pemerintah tampak ragu-ragu untuk menegakkan aturan. Tidak konsisten dan tidak mau menerapkan karantina wilayah secara sungguh-sungguh. Kalau ada anggaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah pasti akan mengambil keputusan yang tegas. Nyatanya, bukan hanya tidak tegas, bahkan antar kementerian/lembaga tidak satu suara.
Masyarakat berani bertaruh nyawa, beraktivitas kembali di luar rumah karena melihat kebijakan pemerintah juga yang dinilai kurang konsisten dan berubah-ubah. Kebijakan pemerintah yang mulai membuka moda transportasi udara juga menjadi pemicu keramaian di Bandara Soetta dengan mengabaikan physical distancing.
Calon penumpang mengantre sebelum pemberangkatan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (15/5). Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Kebijakan yang membolehkan warga berusia 45 tahun ke bawah melakukan aktivitas, instruksi Menteri BUMN untuk mengaktifkan karyawan BUMN mulai 25 Mei 2020, dan adanya rencana pemerintah untuk mengurangi aturan pembatasan sosial, semua menjadi pemicu masyarakat untuk beraktivitas kembali.
ADVERTISEMENT
Padahal, berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada Minggu (17/5/2020), ada penambahan 489 kasus sehingga totalnya menjadi 17.514 orang. Sementara itu kasus sembuh bertambah 218 orang sehingga total 4.129 orang. Sedangkan kasus meninggal 59 orang sehingga totalnya 1.148 orang. Bila dibandingkan dengan data di hari-hari sebelumnya, alih-alih ada penurunan, kecenderungannya terus naik.
Melihat kondisi yang belum ada tanda-tanda Corona mereda, mungkin akan lebih baik jika semua relaksasi dan kelonggaran-kelonggaran yang ditetapkan pemerintah disertai sosialisasi yang masif, agar masyarakat memiliki pemahaman yang sama minimal untuk menjaga kesehatan dirinya dan keluarganya masing-masing.
Aturan protokol kesehatan harus tetap dijalankan, bahkan diperketat. Jangan sampai usaha keras yang kita lakukan dengan cara menahan diri tidak keluar rumah, tidak beribadah di masjid, dan tidak bersilaturahmi dengan handai tolan selama hampir dua bulan ini berakhir sia-sia. New normal yang kita harapkan, ambyar yang kita dapatkan.
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten