Konten dari Pengguna

Ilusi Hemat: Ketika Barang KW Menggerus Ekonomi dan Industri Lokal

Fachry Afif
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
26 Februari 2025 10:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fachry Afif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ragam barang yang berpontensi dipalsukan (sumber: AI image)
zoom-in-whitePerbesar
Ragam barang yang berpontensi dipalsukan (sumber: AI image)
ADVERTISEMENT
Peredaran barang KW (tiruan/imitasi) di Indonesia telah menjadi fenomena yang tidak bisa diabaikan. Mulai dari produk fashion hingga kosmetik, barang KW layaknya jamur yang tumbuh subur tanpa mengenal musim, menyebar dengan cepat dan meluas ke berbagai lapisan masyarakat. Alasan utama di balik popularitas barang KW adalah harganya yang jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan produk aslinya. Namun, di balik daya tarik ekonomis tersebut, ada dampak yang cukup kompleks terhadap perekonomian Indonesia. Dalam jangka pendek, barang KW mungkin terlihat meningkatkan daya beli masyarakat, namun dalam jangka panjang, keberadaannya justru mengancam stabilitas ekonomi suatu negara. Rasanya penting untuk mengetahui dampak popularitas barang KW melalui perspektif ekonomi makro dengan melihat bagaimana pengaruhnya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), investasi, penerimaan pajak, dan tenaga kerja di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah indikator dalam mengukur kesehatan ekonomi suatu negara. Dalam teori ekonomi makro, PDB dihitung dengan persamaan berikut:
Y = C + I + G + (X - M)
di mana Y adalah PDB, C adalah konsumsi, I adalah investasi, G adalah pengeluaran pemerintah, dan (X - M) adalah neraca perdagangan (ekspor dikurangi impor). Jika kira telaah, barang KW memang terlihat seperti mendorong konsumsi masyarakat dalam jangka pendek karena harganya yang murah. Namun pada kenyataannya, konsumsi ini sering kali terjadi di sektor informal yang tidak tercatat dalam sektor formal. Bahkan jika ditelisik lebih jauh, produksi dan penjualan barang KW sering tidak terdata dalam statistik resmi yang berdampak mengurangi akurasi pengukuran PDB sehingga kontribusinya terhadap PDB tidak nyata dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, konsumsi barang KW tidak mendorong investasi dan inovasi dalam industri lokal, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Keberadaan barang KW mempengaruhi permintaan terhadap produk asli. Ketika konsumen lebih memilih barang KW, permintaan terhadap produk lokal menurun drastis. Akibatnya, industri formal dalam hal ini sektor manufaktur dan kreatif mengalami penurunan output/produksi yang tentunya akan menghambat laju investasi di sektor tersebut. Walaupun konsumsi barang KW sepertinya dapat menggeser kurva permintaan agregat ke kanan sehingga mengakibatkan adanya dorongan pertumbuhan ekonomi dimana sejalan dengan kurva Permintaan Agregat-Penawaran Agregat (AD-AS) Mankiw, tetapi dalam jangka panjang, tanpa adanya investasi yang mendorong kualitas dan daya saing produk lokal, dampaknya justru tidak mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan penurunan PDB khususnya dari segi investasi (huruf I).
Penurunan PDB (https://www.pexels.com/)
Salah satu aspek yang sering terabaikan dari peredaran barang KW adalah hilangnya potensi penerimaan pajak dari transaksi di sektor informal. Sektor informal mencakup berbagai jenis aktivitas ekonomi yang tidak terdaftar secara resmi, tidak membayar pajak, dan umumnya tidak memiliki perlindungan hukum atau regulasi yang ketat. Barang KW sering diperdagangkan tanpa melibatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak penghasilan, yang pada akhirnya mengurangi kapasitas fiskal pemerintah. Peningkatan jumlah barang yang diperdagangkan tanpa pajak akan memperburuk ketidakseimbangan antara konsumsi dan penerimaan pajak, yang mengganggu pembangunan ekonomi.
Hilangnya potensi pajak (https://www.pexels.com/)
Tidak berhenti di situ, penurunan permintaan akan produk asli dalam hal ini produk lokal secara langsung melemahkan sektor industri lokal yang memilih untuk menurunkan jumlah produksinya. Kondisi ini akan diikuti dengan kebijakan mengurangi tenaga kerja atau menahan upah, yang berujung pada peningkatan pengangguran terutama di sektor manufaktur dan industri kreatif.
ADVERTISEMENT
Implikasi Kebijakan Makroekonomi
Untuk mengatasi dampak negatif dari peredaran barang KW, beberapa kebijakan yang bisa diterapkan antara lain:
1. Penegakan Hukum dan Regulasi yang Ketat: Pemerintah perlu memperketat pengawasan dan penegakan hukum terhadap produksi dan distribusi barang KW. Regulasi yang lebih ketat akan membantu melindungi industri lokal, mengurangi kebocoran pajak, dan meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal.
2. Insentif untuk Industri Kreatif dan Manufaktur: Memberikan subsidi atau insentif pajak bagi industri yang berinovasi dan menghasilkan produk berkualitas akan membantu meningkatkan daya saing produk lokal dan mengurangi ketergantungan pada barang KW.
3. Edukasi Konsumen: Kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif barang KW dapat mengubah preferensi konsumen dan mendorong mereka untuk membeli produk asli yang mendukung perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Fenomena barang KW di Indonesia membawa dampak besar terhadap perekonomian. Meskipun konsumsi barang KW dapat memberikan dorongan sementara pada ekonomi, dampaknya terhadap sektor industri, tenaga kerja, dan penerimaan pajak akan menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini, termasuk regulasi yang lebih ketat, insentif untuk industri lokal, serta edukasi berkelanjutan terhadap masalah ini.