Lika-liku Politik Indonesia: Ada Apa dengan Pemilu Tahun Ini?

Fadhlu Rahman Musa
Mahasiswa Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo.
Konten dari Pengguna
3 Maret 2024 15:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadhlu Rahman Musa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemilih dengan latar belakang bendera Indonesia. (Sumber: iStock https://www.istockphoto.com/id/foto/pemilih-dengan-latar-belakang-bendera-indonesia-ilustrasi-3d-gm1019886414-274048532)
zoom-in-whitePerbesar
Pemilih dengan latar belakang bendera Indonesia. (Sumber: iStock https://www.istockphoto.com/id/foto/pemilih-dengan-latar-belakang-bendera-indonesia-ilustrasi-3d-gm1019886414-274048532)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tahun 2024 adalah tahun politik bagi bangsa Indonesia, dengan diadakannya pemilu serentak pada 14 Februari 2024, mulai dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat, Provinsi, hingga Kabupaten/Kota.
ADVERTISEMENT
Pemilu tahun ini ditandai dengan banyak permasalahan yang muncul, seperti terjadinya pelanggaran etik berat yang bukan hanya terjadi sekali tetapi 3 kali. Untuk memastikan pemilu tahun kedepan berjalan dengan integritas dan keadilan yang tinggi, evaluasi pelaksanaan pemilu sebelumnya perlu dilakukan. Fokus evaluasi ini adalah pada pelanggaran etik berat yang terjadi di Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pelanggaran Etik berat dalam Pemilu.
Pemilu merupakan pilar demokrasi yang harus dijalankan dengan transparansi, kejujuran, dan etika yang tinggi. Namun terdapat beberapa pelanggaran etik hingga etik berat yang terjadi di lembaga-lembaga penting seperti Mahkamah Konstitusi dan KPU, untuk mencegah hal serupa terulang pada pemilu kedepannya. Jika pada lembaga penting dalam hal pemilu saja melakukan pelanggaran etik berat, lantas bagaimana dengan lembaga lembaga yang berada dibawahnya?. Maka dari itu sangat penting melakukan evaluasi terhadap pelanggaran etik berat yang terjadi selama pemilu tahun 2024 ini agar tidak terjadi pada pemilu pemilu kedepannya.
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi memiliki peran penting dalam mengambil putusan putusan seperti pemilu. Namun, dalam kasus belakangan yang terjadi yang dimana putusan diduga justru menguntungkan kepada salah satu paslon, keputusan yang diambil dipertanyakan karena dugaan intervensi politik atau ketidaknetralan, hingga muncul yang namanya Mahkamah Keluarga. Ketua Mahkamah Konstitusi pada saat itu Anwar Usman terjun langsung menangani perkara batas usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, yang dimana tindakan Anwar Usman ini jelas bertentangan dengan UU No 48 tentang Kekuasaan kehakiman Pasal 17 ayat (3). “Pasal ini mengatur bahwa seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
ADVERTISEMENT
Evaluasi harus dilakukan untuk memastikan independensi Mahkamah Konstitusi tetap terjaga. Langkah-langkah konkret seperti peningkatan transparansi proses pengadilan dan penguatan kode etik bagi hakim perlu diterapkan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU).
KPU bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu yang adil dan bersih. Pelanggaran etik seperti ketidaknetralan dapat merusak integritas proses pemilu. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan vonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari, dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pemilu 2024.
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyanti mengatakan bahwa putusan DKPP itu “Tidak akan berdampak kepada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres”.
“Bahwa memang pencalonan ini terdapat konflik kepentingannya, adanya pelanggaran etik, dan ketika didaftarkan ke KPU pun juga ternyata tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya ada,” ucap Khoirunnisa kepada BBC News Indonesia, Senin (05/02).
ADVERTISEMENT
Walaupun demikian, putusan DKPP ini tidak akan membatalkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan pemilu tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi, dan KPU merupakan langkah penting untuk memperbaiki sistem dan mencegah pelanggaran etik berat di masa depan. Dengan implementasi rekomendasi yang dihasilkan dari evaluasi ini, diharapkan pemilu tahun kedepannya dapat berjalan dengan integritas yang tinggi dan memberikan kepercayaan kepada seluruh rakyat Indonesia.
Fadhlu Rahman Musa, Mahasiswa Hukum Universitas Negeri Gorontalo.