Pentingnya Kontribusi Mahasiswa dalam Percepatan Penegakkan HAM

Fadilah Khoirunisa
Mahasiswi S1 Pendidikan Matematika UIN Sunan Kalijaga
Konten dari Pengguna
22 April 2024 18:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadilah Khoirunisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/illustrations/human-rights-graffiti-wall-urban-4158713/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/illustrations/human-rights-graffiti-wall-urban-4158713/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Apa itu Hak Asasi Manusia?
Secara harfiah, Hak Asasi Manusia adalah hak pokok atau hak dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, atau dapat dikatakan HAM merupakan penghargaan terhadap derajat dan martabat manusia yang merupakan pengakuan yang nyata bahwa manusia adalah manusia (Hamidi, dkk, 2012). Dalam perkembangan selanjutnya, jaminan HAM itu juga diharuskan tercantum dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi tertulis negara demokrasi konstitusional (constitutional democracy), dan dianggap sebagai materi terpenting yang harus ada dalam konstitusi, disamping materi ketentuan lainnya seperti menangani format kelembagaan dan pembagian kekuasaan negara dan mekanisme hubungan antarlembaga negara (Assiddiqie, 2012) Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengaturan mengenai hak asasi manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak-hak Anak, dan berbagai instrument internasional lain yang mengatur mengenai hak asasi manusia. Materi Undang-Undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (yang diamandemen), masalah mengenai HAM dicantumkan secara khusus dalam Bab X Pasal 28 A sampai dengan 28 J, yang merupakan hasil Amandemen Kedua Tahun 2000.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Sejarah Singkat Pelanggaran HAM di Indonesia?
Di mancanegara dan Indonesia khususnya, tercatat banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan atas kemanusiaan, di mana pelakunya bebas berkeliaran dan bahkan tak terjangkau oleh hukum atau dengan kata lain perkataan membiarkan tanpa penghukuman oleh negara terhadap pelakunya impunity. Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia seperti, kejahatan genosida, kejahatan manusia, dan kejahatan perang tidak diadili merupakan fenomena hukum politik yang dapat kita saksikan sejak abad yang lalu hingga hari ini.
Sebagai bahan ilustrasi, dimana saat kita sedang menunggu tindak lanjut atas rekomendasi tim pencari fakta kerusuhan Mei 1997 yang belum tuntas, tragedi yang dramatis pasca jajak pendapat mengenai penentuan nasib Timor-Timur menyusul, belum lagi peristiwa Tanjung Priok, penyerbuan kantor PDI, penculikan aktivis pro demokrasi, penembakan mahasiswa Universitas Trisakti (Tragedi Semanggi) dan atau peristiwa unik seperti pembunuhan dukun santet dan lain sebagainya.Rangkaian berbagai peristiwa yang mewarnai khasanah pelanggaran Hak Asasi Manusia di tanah air tidak satupun secara hukum terselesaikan. Pengusutan tuntas dengan membawa ke Pengadilan untuk menemukan pelaku utamanya sering kali kandas. Gambaran persoalan di atas menjelaskan bahwa penyebab “impunity” selain faktual juga bersifat normatif, karena alasan itulah barangkali yang dimungkinkan adanya pemberlakuan amnesti umum, atau secara basa-basi mengajukan pelakunya ke pengadilan, tetapi dengan vonis ringan karena dianggap hanya “kesalahan prosedur” bahkan vonis bebas.
ADVERTISEMENT
Memproses secara hukum terhadap aparat khususnya TNI yang diduga melakukan pelanggaran hukum dan HAM selama ini memang dapat dikatakan “tabu” untuk dilaksanakan, aparat yang melakukan kesalahan cenderung mendapatkan kekebalan atau “impunity”.Dan bila tidak ada tuntutan yang keras dari masyarakat maka sering terjadi kasus yang melibatkan aparat negara tidak sampai pada proses penyelesaian hukum secara tuntas. Dan jika ada tuntutan dari masyarakat pun, dapat diperkirakan hasilnya pun cenderung kurang memenuhi asas keadilan masyarakat. Berdasarkan masalah tersebut diatas penulis tertarik menulis penelitian ini. (Supriyanto, 2014)
Bagaimana Peran Mahasiswa dalam Penegakkan HAM Saat Ini?
1. Menjadi agen perubahan (agent of change): Mahasiswa dapat menjadi penggerak dan pembawa perubahan dengan menyuarakan isu-isu HAM dan mendorong penegakannya di masyarakat.
ADVERTISEMENT
2. Melakukan advokasi dan kampanye: Mahasiswa dapat terlibat dalam kegiatan advokasi, kampanye, dan gerakan sosial untuk meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu HAM.
3. Melakukan pemantauan dan pelaporan: Mahasiswa dapat berperan dalam memantau dan melaporkan pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat.
4. Melakukan penelitian dan publikasi: Mahasiswa dapat berkontribusi melalui penelitian dan publikasi ilmiah yang dapat memperkuat pemahaman dan upaya penegakan HAM.
5. Menjadi teladan dan edukator: Mahasiswa dapat menjadi teladan dalam sikap dan perilaku yang menghormati HAM, serta berperan dalam mengedukasi masyarakat luas tentang pentingnya HAM.
Bagaimana Hambatan dan Tantangan Mahasiswa Menjadi Pembela HAM?
Menyuarakan HAM demi keadilan, bukanlah tugas yang mudah. Mahasiswa seringkali menghadapi intimidasi, represi, dan stigma. Hal ini dapat menimbulkan rasa takut dan mendorong mereka untuk menarik diri. Menurut Komisiener Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga menjelaskan mengenai definisi Pembela HAM menurut Peraturan Komnas HAM (Perkomnas) Nomor 5 tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM. Pembela HAM adalah orang dan/atau kelompok dengan berbagai latar belakang termasuk mereka yang berasal dari korban, baik secara sukarela maupun mendapatkan upah yang melakukan kerja-kerja pemajuan dan perlindungan HAM dengan cara-cara damai.
ADVERTISEMENT
Sandrayati Moniaga mengungkapkan bahwa meski perlindungan HAM sudah diakui dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan, namun sistem perlindungan HAM berbasis keamanan korban, belum terbangun dengan memadai. Pendapat Sandrayati Moniaga tersebut diperkuat oleh Villarian Burhan peneliti Elsam, saat memaparkan Laporan Situasi Pembela HAM atas Lingkungan Periode Tahun 2020. Dalam paparannya, Villarian Burhan menyebutkan bahwa yang mendasari penulisan laporan “Derap Perlawanan di Tengah Badai Ancaman” adalah kenaikan tren kekerasan dan ancaman terhadap Pembela HAM atas lingkungan. Dalam laporannya, Villarian Burhan menunjukkan perbandingan jumlah kasus Pembela HAM tahun 2019 dan tahun 2020. Pada tahun 2019 terdapat 27 kasus, kemudian meningkat dua kali lipat lebih menjadi 60 kasus pada tahun 2020. Tercatat juga aktor negara sebagai pihak yang paling sering melakukan pelanggaran.
ADVERTISEMENT
Masa depan HAM Indonesia berada di tangan anak-anak muda, tetapi dalam mendukung peran mahasiswa dalam percepatan penegakkan HAM perlu dukungan terhadap banyak pihak agar Indonesia menjadi negara yang bermartabat dan menjunjung nilai-nilai kemanusian.