Kritis di Tengah Krisis

Fadilla
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
30 Mei 2020 15:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Dimitriosaidonis, Human Nature vs Evolution
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Dimitriosaidonis, Human Nature vs Evolution
ADVERTISEMENT
Menyeruaknya pandemik Covid19 di Indonesia banyak menyita perhatian publik. Sayangnya perhatian tersebut ditujukan pada hal-hal seperti semakin naiknya angka kasus positif Covid19, produksi serangkaian kebijakan, kemanusiaan antar sesama manusia hingga sejumlah konten viral.
ADVERTISEMENT
Ketika semua sibuk dengan urusan manusia, hal yang luput dari pemberitaan adalah makhluk hidup lain diluar manusia. Hewan-hewan yang terpenjara di kebun binatang kota mengalami kesulitan pangan. Mirisnya, beberapa hewan yang ada disana dijadikan makanan untuk hewan lain. Kenyataan berbanding terbalik dengan hewan yang bebas liar diluar saat diberlakukan lockdown lebih sering menunjukkan eksistensinya di jalanan, halaman rumah hingga taman kota pada beberapa wilayah seperti Filipina, Australia, London, Amerika Serikat, dan lainnya.
Meskipun konteksnya berbeda namun hewan-hewan ini sebetulnya memiliki masa lalu yang sama yakni peralihan fungsi lahan untuk manusia gunakan sebagai lahan pertanian, perkebunan atau industri yang mengancam dan bahkan menghilangkan habitat asli hewan-hewan tersebut.
Terlepas dari adanya konspirasi mengenai Covid19 yang berada pada pusaran kepentingan geopolitik internasional, kemunculan virus-virus tersebut hadir bukan tanpa sebab. Pun jika benar seharusnya ini menjadi refleksi atas tindakan-tindakan manusia sebelum pandemik. Virus hadir atas adanya relasi yang tidak seimbang antara manusia dengan alam, termasuk tumbuhan dan hewan sebagai kesatuan entitas penghuni bumi. Mengingat pandemik seperti saat-saati ini bukan untuk pertama kalinya terjadi, seharusnya manusia mampu membaca tanda atas disekulibrium ini.
ADVERTISEMENT
Disekulibrium terjadi ketika alam berada diluar swa-kendalinya. Dalam istilah Lovelock, alam memiliki daya sibernatik dan kesanggupan tertentu untuk menciptakan kehidupan yang selaras. Singkatnya, ketika salah satu entitas hidup yang melingkupi semua hal yang menempati alam tidak seimbang akan membahayakan keseluruhan system keseimbangan alam seperti wabah yang mengancam kehidupan manusia saat ini. Virus berkembang biak memerlukan inangnya (biasanya pada hewan). Jika sampai pada fase absorbsi virus meletakkan tubuh pada sel inangnya sementara sel inangnya punah maka virus tersebut akan bermutasi mencari inang yang baru.
Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari kehadiran alam. Alam hadir sebagai sumber ilmu yang kemudian dipelajari oleh manusia dan diterjemahkan lewat kondisi-kondisi alam dengan serangkaian pemikirannya. Walaupun bagi Merleau Ponty tidak semua yang manusia terjemahkan adalah realitas penuh dari alam. Dan alam bukan sekedar latarbelakang kehidupan manusia saja, tetapi memiliki relasi fundamental bagi manusia.
ADVERTISEMENT
Manusia menganggap dirinya berkedudukan tertinggi di alam. Namun menjadi tidak relevan jika melihat situasi saat ini. Terjadinya kontradiktif ketika manusia membuat hierarki dan meletakkan spesiesnya ditempat tertinggi dibanding makhluk hidup yang ada di bumi namun yang terjadi manusia kalah dengan makhluk mikroskopik. Manusia masih bisa terjangkit HIV, kanker, dan tidak mengendalikan pandemik virus Covid19 yang sampai saat ini belum ditemukan formula obatnya.

SEMPITNYA HUMANITAS AKIBAT PENDIKOTOMIAN

Giddens dan Ulrich Beck pernah mendeklarasikan bahwa zaman ini adalah zaman refleksi, apapun yang kita perbuat akan kembali pada kita sendiri. Dengan akibat-akibat yang lebih kompleks dan tak bisa diperkirakan lagi. Sifat-sifat refleksifitas itu menghadirkan resiko yang permanen dan mendasar pada bentuk kehidupan. Hingga masyarakat pada masa ini disebut sebagai risk society. Risk society muncul dalam kondisi dimana bumi sudah kehilangan daya dukung untuk memulihkan dirinya sendiri. Tragisnya resiko muncul sebagai akibat dari perbuatan manusia itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Setengah abad lalu, sebelum Giddens dan Ulrich Beck mengungkapkan mengenai, Horkheimmer dan Adorno menjelaskan situasi ini. Keduanya merujuk pada basis pemberian masyarakat modern yaitu enlightment atau zaman pencerahan. Menurut Goldblatt, keduanya menyatakan hubungan subyek dan obyek yang diwariskan pencerahanlah yang telah menjadi dasar bagi perkembangan rasionalitas yang paralel dengan manipulasi dan eksploitasi alam. Di dalam Horkheimmer dan Adorno yang semula menjadi anugerah, berubah menjadi hal yang menakutkan.
Seluruh pemikiran kritis atas relasi manusia dan alam dari analisa ekologi kritis mengarah pada subyek Cartesian yang mengawali pemikiran mengenai instalasi egocogito sebagai subyek yang terpisah, dan memikirkan dunianya sebagai obyek diluarsana. Sejak saat itu alam dipikirkan sebagai obyek-obyek yang berjarak. Perkembangan sains dan industri yang tumbuh kemudian memperkuat jarak subyek sebagai relasi masih eksis dan hidup normal.
ADVERTISEMENT
Seperti dalam teks agama Abrahamik, bahwa Adam dan Hawa dimana manusia beserta hewan bisa tumbuh secara harmonis di tengah alam. Keyakinan teologis-normatif hadir sebagai refleksi sosial atas persoalan ketidakadilan, kemungkaran sosial, keserakahan dan diskriminasi yang mengisi ruang kemanusiaan.
Realitanya krisis kemanusiaan terkait relasinya dengan alam semakin memburuk. Hingga problem humanitas dipertanyakan kembali karena relasi tentu tidak saja simetris dengan sesama manusia tetapi juga terhadap alam atau makhluk hidup lainnya. Tentu hal ini membuat definisi kemanusiaan keluar dari definisi sebenarnya yang memayungi persoalan ketidakadilan. Fenomena yang terjadi diatas menunjukkan bahwasanya humanitas selama ini terpisah dari alam.
Padahal jika ingin tidak berlaku egois, manusia juga memikirkan entitas hidup lain diluar dirinya seperti pada fenomena diatas dimana hewan-hewan dipenjarai pada tembok dan besi-besi sebagai wadah edukasi dan alternatif pemuas kesuntukan di perkotaan atau nilai rekreatif. Superioritas manusia lah yang pada akhirnya membunuh manusia sendiri. Fenomena yang terjadi pada alam adalah kalkulasi atas serangkaian tindakan manusia kepada alam.
ADVERTISEMENT
Untuk itu manusia harus memikirkan ulang bagaimana mempersepsikan yang lain diluar diri manusia. Kelebihan sisi manusia terletak pada nalar yang justru seharusnya menjadi tanggungjawab untuk lebih bijak.
Pandemik Covid19 adalah ujian bagi kemanusiaan kita. namun pada sisi lainnya, ini pun adalah kesempatan untuk merenungkan perubahan-perubahan yang dapat dibuat manusia untuk keberlanjutan kehidupan ini dan mengatasi krisis kemanusiaan dan lingkungan yang berjalan secara ekuivalen.