Dua Sisi Ibu Jari dalam Bermedia Sosial

Fadlin Nurhalisa
A student in Catholik Parahyangan University
Konten dari Pengguna
13 September 2021 16:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadlin Nurhalisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber gambar: https://picsart.app.link/4X1MNsUFujb
zoom-in-whitePerbesar
sumber gambar: https://picsart.app.link/4X1MNsUFujb
ADVERTISEMENT
Saat ini kita hidup di era digital di mana semuanya dapat dilakukan menggunakan media sosial saja. Mulai dari bersosialisasi, mengutarakan pendapat, mempromosikan barang/jasa, dan masih banyak lagi. Arti media sosial sendiri adalah sebuah media daring yang digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh, biasanya digunakan melalui smartphone maupun bentuk gadget lainnya. Media sosial juga dapat menjadi wadah untuk setiap individu mencari berbagai informasi yang dibutuhkan dengan sangat mudah. Informasi yang kita cari dapat diakses melalui media sosial menggunakan jaringan internet.
ADVERTISEMENT
Untuk mempermudah berinteraksi jarak jauh dan mendapatkan informasi yang diinginkan maka kita perlu memiliki akses internet yang stabil. Media sosial juga bisa digunakan untuk unjuk kebolehan diri, seperti menunjukkan bakat yang dimiliki, berbagi pengalaman, bertukar pikiran, mengutarakan pendapat, bercerita, dan lain-lain. Saat ini pengguna media sosial paling banyak berasal dari generasi Y dan Z, yaitu kelahiran antara tahun 90an sampai 2000an. Generasi Y dan Z ini kisaran usianya sekarang sekitar 16-37 tahun paling sering menggunakan media sosial untuk mengutarakan pendapat, bisa melalui berbagai aplikasi seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Whatsapp dan masih banyak lagi.
Dalam kehidupan sehari-hari, media sosial merupakan hal yang sangat penting. Pemeran utama dalam bermedia sosial ini adalah isi pemikiran dan ibu jari atau yang lebih akrab disapa “Jempol”. Jempol ini memiliki peran yang sangat penting di mana ketika orang ingin mengutarakan pendapatnya atau pemikiran yang ada di dalam otaknya maka akan diketik menggunakan jempol. Jempol memiliki dua dampak dalam bersosial media, ada dampak positif dan negatif.
ADVERTISEMENT
Yang pertama adalah peran yang dapat memberikan kebahagiaan serta memberikan dampak positif bagi siapa saja yang membaca ketikan jempol seseorang tersebut. Contohnya adalah saat seseorang mengunggah foto di media sosialnya lalu kita mengomentarinya dengan kata-kata yang pujian yang dapat membuat mood seseorang menjadi baik setelah membacanya. Dan yang kedua adalah peran yang dapat memberikan dampak buruk bagi siapa saja yang membaca ketikannya. Contohnya adalah memberikan cacian di unggahan seseorang hanya karena apa yang diunggah orang tersebut tidak disukai oleh orang itu.
Dalam bermedia sosial, mengutarakan pendapat merupakan hal yang sangat lumrah dilakukan. Tidak jarang ada juga oknum-oknum yang menjadikan media sosial ini ajang untuk saling mem-bully satu sama lain. Bully yang dilakukan biasanya berupa cacian yang mengomentari fisik, karya seseorang, atau apa pun yang diperbuat oleh seseorang yang tidak sesuai dengan seleranya maka akan dikomentari dengan kata-kata yang tidak pantas.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut biasanya disebut Cyberbullying atau penindasan yang terjadi di media sosial. Cyberbullying adalah bentuk intimidasi seperti mencaci, atau menyebarkan kebencian di media sosial yang dilakukan secara sengaja, terus menerus dan bertujuan untuk merugikan orang lain. Cyberbullying ini memiliki beberapa jenis antara lain yaitu, Flaming (pesan dengan amarah), harassment (gangguan), Denigration (pencemaran nama baik), impersonation (peniruan), outing (penyebaran), trickery (tipu daya), dan masih banyak lagi.
Di indonesia sendiri Cyberbullying sangat sering terjadi, terutama pada pengguna media sosial yang berusia masih remaja. Saling melempar cacian serta makian sudah sangat lumrah dilakukan saat ini, bahkan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi para pembully tersebut. Pengguna sosial media di Indonesia ini telah dinobatkan sebagai “Netizen Terbar-bar”.
ADVERTISEMENT
Karena sering sekali melakukan penindasan, memberikan cacian serta makian di media sosial jika ada sesuatu hal yang tidak sesuai menurut para netizen tersebut maka mereka akan langsung menggunakan jempol nya untuk mengomentari secara ganas. Tak jarang cyberbullying ini memakan korban jiwa. Karena semakin banyaknya kasus Cyberbullying yang terjadi di media sosial, maka pemerintah telah membuat Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang lebih akrab dengan sebutan UU ITE. UU ITE ini mengatur segala bentuk tindakan pidana yang dilakukan menggunakan sosial media.
Dengan adanya UU ITE ini diharapkan dapat menekan angka korban cyberbullying yang tiap tahunnya meningkat. Selain dengan adanya UU ITE, kita juga diharapkan dapat bisa menguatkan mental kita agar tidak mudah sakit hati dengan komentar-komentar negatif yang diterima melalui media sosial. Karena pada dasarnya manusia ini memiliki sifat yang ingin merasa puas. Salah satu kepuasan itu dapat mereka dapatkan dengan cara membully orang lain. Kita sebagai masyarakat yang mengerti dan berpendidikan janganlah mencari kebahagiaan dengan cara merugikan orang lain. Masih banyak cara lain yang lebih positif untuk dilakukan agar energi-energi negatif tersebut tidak masuk ke dalam pikiran serta hati kita dan dapat mengerjakan lebih banyak kegiatan positif lainnya.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Idrus, Ujang. (2020, Juli 8). Bijaklah gunakan medsos, "Hati-hati dengan jempol anda". Antara Banten.
Priherdityo, Endro. (2016, Juli 14). 'Jempol' Media Sosial Berpengaruh ke Otak Remaja. CNN Indonesia.
Robith Adani, Muhammad. (2020, November 19). Pengaruh Penggunaan Media Sosial dan Manfaat untuk Bisnis. Sekawan Media.
Saputra, David Wardana. (2021, Juli 7). Fenomena Cyberbullying di Indonesia. Ketik Unpad.
Pusparisa, Yosepha. (2021, Mei 16). Instagram, Media Sosial Favorit Generasi Z. databoks.