Konten dari Pengguna

Cyber Ethics di Era Berkembangnya Teknologi Informasi

Faiq Azmi Nurfaizi
Merupakan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang dengan prodi Teknik informatika
28 November 2020 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faiq Azmi Nurfaizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cyber Ethics sendiri merupakan peraturan tidak tertulis dalam dunia teknologi informasi yang menjadi dampak dari berkembang pesatnya teknologi. Dalam abad 21 ini, teknologi menjadi suatu hal yang fundamental dalam kehidupan umat manusia, yang di mana dengan adanya teknologi dapat memudahkan manusia sendiri dalam melakukan keperluannya untuk memenuhi kebutuhan manusia.
ADVERTISEMENT
Selain dampak positif yang diperoleh dari peran teknologi itu sendiri, dampak negatif pun juga turut menjadi faktor yang diperoleh dari peran teknologi, khususnya dalam teknologi informasi.
Seiring dengan berkembangnya dampak negatif inilah yang menjadi alasan tentang pembentukan regulasi Cyber ethics yang merupakan pembentukan peraturan yang mencakup norma-norma serta perilaku masyarakat dalam berinternet di dunia maya yang di mana dengan adanya regulasi Cyber ethics dapat menjamin rasa khawatir masyarakat dalam berinteraksi serta bertransaksi (e-commerce) di dunia internet.
Walaupun dengan adanya Cyber ethics tidak cukup untuk menanggulangi beberapa hal yang melanggar hukum di dunia internet, contoh kasus di Indonesia adalah kasus penipuan online yang marak terjadi di beberapa e-commerce dan media sosial, kasus penyebaran berita palsu yang menyebabkan terjadinya pertikaian dan kebencian antar SARA (Suku, Ras, Agama, dan Antar golongan) di berbagai media platform media komunikasi seperti WhatsApp, Telegram dan juga media sosial seperti Facebook.
ADVERTISEMENT
Kasus lain terkait permasalahan norma kemanusian adalah kasus Cyber Bullying yang juga marak dan sering di temui di mana pun di internet termasuk di Indonesia sendiri.
Cyber bullying atau perundungan dunia maya merupakan tindakan penindasan atau perundingan yang dilakukan secara agresif dan secara berulang terhadap suatu kelompok atau individu yang susah untuk melakukan perlawanan dengan menggunakan teknologi digital atau media elektronik (media sosial), contohnya seperti menyebarkan kebohongan terkait suatu kelompok atau individu di media sosial, mengirim pesan ancaman, mengucilkan terhadap suatu kelompok atau individu, menyebarluaskan hal-hal yang merusak nama baik seseorang atau kelompok yang berdampak pada mental, emosional, serta fisik korban.
Dari semua permasalahan yang terjadi tadi menandakan perlunya diberlakukan pendekatan antara teknologi dengan norma sosial yang dapat di edukasikan oleh instansi-instansi terkait yang bertanggung jawab seperti lembaga masyarakat atau pemerintah itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang menjadi dampak dari teknologi informasi dan telekomunikasi adalah dengan adanya kejahatan di internet atau biasa disebut Cyber crime seperti melakukan peretasan (Hacking) seperti kasus yang terjadi di Indonesia sendiri di mana pada bulan Mei 2020 sekitar 91 juta akun Tokopedia bocor karena peretasan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan selain Tokopedia, perusahaan Bukalapak juga sempat mengalami kebocoran data pada 5 Mei 2020, di mana 13 juta akun Bukalapak diduga bocor dan diperjualbelikan di forum tertentu oleh seorang peretas asal Pakistan yang menggunakan nama Gnostic Players.
Pemerintahan Indonesia juga tidak luput dari kebocoran data akibat ulah Hacker (peretas) yang di mana pernah terjadi pada 20 Mei 2020 lalu pada 230 ribu data pasien COVID-19 di Indonesia yang bocor dengan cara diretas dan di perjual belikan di forum-forum gelap.
ADVERTISEMENT
Dari hal tersebut masyarakat seharusnya mendapatkan perlindungan atas data privasi masing-masing, seperti yang tertera pada pasal 28G ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Presiden Indonesia Pak Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia Tony Abbott (nyobamoto.com)
Selain kasus kebocoran data karena ulah peretas adalah seperti memata-matai (spionase) juga pernah terjadi di Indonesia yang juga melibatkan pemerintahan Australia yang di mana menurut kepala BIN (Badan Intelijen Negara) pihak intelijen Australia telah menyadap beberapa petinggi-petinggi negara di Indonesia termasuk Presiden dan Ibu presiden saat itu, Pak Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono, sejak tahun 2007 hingga tahun 2009 dan Juga terdapat kasus di negara Amerika yang di mana satuan Badan Intelijen Amerika atau NSA (National Security Agency) melakukan penyadapan melalui operator seluler (Verizon, AT&T, T-Mobile, dan perusahaan operator seluler lainnya) terhadap seluruh warga Amerika tak terkecuali data center Google dan Yahoo. Di Indonesia sendiri hukum perihal spionase sebenarnya sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Pidana Militer (KUHPM) pada pasal 67.
Teknologi informasi (adwonline.ae)
Dari semua permasalahan tersebut menimbulkan ketidaknyamanan terhadap pengguna dunia maya. Oleh karena itu dengan adanya regulasi seperti Cyber ethics, masyarakat dunia maya dapat lebih waspada dan pintar dalam memilih dan memilah sesuatu apa pun itu bentuknya dalam dunia maya, karena orang yang biasanya melanggar Undang-undang terkait ITE atau Cyber ethics merupakan orang-orang yang belum memahami ataupun tabu terkait Undang-undang tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga diharapkan setidaknya mengurangi permasalahan-permasalahan terkait dampak negatif dari penggunaan teknologi informasi tadi. Bentuk pengedukasian sedini mungkin juga perlu di pertimbangkan dengan menambahkan materi Cyber ethics ke dalam kurikulum pembelajaran sekolah yang di mana dapat dilakukannya pencegahan dini agar nantinya masyarakat paham dan berhati-hati akan efek samping entah itu positif maupun negatif dari penggunaan sebuah teknologi terkhusus teknologi informasi, karena tidak dapat dipungkiri bahwa ke depannya teknologi bakal menjadi suatu alat ketergantungan dalam kehidupan manusia itu sendiri, entah 5 atau 10 tahun ke depan.
Oleh: Faiq Azmi Nurfaizi (Mahasiswa Prodi Informatika UMM)