“Aih, bukan!”
Kami kecewa dan berhenti memanjati dinding rumah Rusli. Saya tidak langsung pulang. Anak-anak lain, meski sama kecewanya, juga masih bertahan. Kami duduk di balai-balai kolong rumah. Saya tidak ingat berapa lama kami di sana ketika suara televisi berhenti, digantikan suara orang terisak. Saya kenal itu suara Rusli.
“Kita harus berjihad!” katanya dengan suara keras dan serak.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814