Saya Takut Terpilih Jadi Pemimpin, Takut Tidak Amanah

Faisal Ramzy
Mahasiswa Universitas YARSI - Fakultas Teknologi Informasi Progam Studi Perpustakaan dan Sains Informasi
Konten dari Pengguna
23 Februari 2023 5:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faisal Ramzy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemimpin perusahaan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemimpin perusahaan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Beberapa orang bisa memberanikan dan mengajukan diri sebagai pemimpin atau ketua. Bahkan, mereka yang menjadi ketua percaya dirinya sangatlah tinggi. Berbanding terbalik dengan saya yang takut mengajukan apalagi ditunjuk sebagai pemimpin.
ADVERTISEMENT
Saya berpikir menjadi ketua mempunyai tanggung jawab yang berat. Saya takut sekali jika tanggung jawab saya tidak terpenuhi. Ketakutan orang-orang mungkin berbeda tetapi bagi saya menjadi pemimpin adalah salah satu ketakutan terbesar saya.
Menurut saya, menjadi seorang pemimpin harus mempunyai integritas tinggi serta daya pikir yang kritis. Sayangnya, saya tidak mempunyai salah satu dari kriteria tersebut. Daya pikir yang rendah serta tidak ada rasanya integritas yang tinggi. Potensi saya menjadi seorang pemimpin sangatlah kurang. Namun, teman-teman saya menganggap saya mempunyai potensi menjadi ketua.
Potensi saya menjadi ketua hanyalah orang yang giat dan rajin tetapi saya tidak berani dalam hal speak up. Menjadi orang yang terjebak dalam trauma berkepanjangan memanglah sulit, sulit untuk dilupakan. Memang tidak salah saya memiliki potensi tetapi hanya tidak percaya diri.
Ilustrasi kunci jadi pemimpin. Foto: Shutterstock
Selain menjadi pemimpin, saya juga takut dengan kehilangan. Walaupun saya suka dengan menyendiri tetapi untuk kehilangan menjadi ketakutan saya sendiri. Kehilangan keluarga, teman, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, kehilangan uang pun saya takut. Walaupun saya sering merasa kesepian bukan berarti saya merasa kehilangan. Maka dari itu, kehilangan menjadi ketakutan bagi saya.
Memang sulit jika menghadapi hal seperti ini dan sudah pasti kehidupan kadang di atas dan juga di bawah. Saya takut jika saya tidak amanah menjadi seorang pemimpin begitu juga merasa kehilangan orang-orang terdekat.
Ilustrasi pemimpin memberikan inspirasi dan motivasi. Foto: Shutterstock
Walaupun saya mempunyai trauma terhadap sosial, saat saya berkuliah. Ada seseorang yang bisa memulihkan trauma saya semenjak ikut salah satu kegiatan keagamaan. Hati menjadi tenang walaupun pikiran masih saja kepikiran.
Saya juga mampu untuk belajar menjadi pribadi yang baik dan bisa lebih untuk percaya diri. Saya tidak butuh hadiah jika saya memenangkan suatu penghargaan, melainkan support dari orang terdekat.
ADVERTISEMENT
Jarang sekali orang-orang yang selalu mendukung saya jika ingin melakukan sesuatu yang lebih positif, membuat penulisan di media massa misalnya. Saya sering direndahkan saat saya remaja hingga tidak adanya rasa percaya diri.
Ilustrasi mahasiswa ujian. Foto: exam student/Shutterstock
Semenjak saya berkuliah, bumbu-bumbu kepercayaan diri sedikit demi sedikit lebih baik daripada sebelumnya. Saat itu, saya tidak melakukan apa-apa dan hanya rebahan saja. Saat saya kuliah, saya belajar mencari hobi untuk menjadi portofolio saya nanti.
Kabar baiknya, saya saat ini lebih suka menulis. Dahulu memang saya ingin mencoba menulis tetapi takut gagal. Maka dari itu, saat saya kuliah untuk mencoba dan pada akhirnya saya bisa menulis walaupun masih ada kesalahan.
Apakah saya bisa melalui rasa trauma ini? Bagaimana saya mengakhiri masa trauma seperti ini? Mungkin yang bisa saya lakukan adalah untuk mencoba mencari sesosok orang terdekat yang bisa peka terhadap diri kita dan mencoba hal yang bersifat positif. Lingkungan juga bisa memengaruhi rasa trauma kamu sendiri.
ADVERTISEMENT