KPK Bagai Tahu Goreng: Padat di Luar, Lunak di Dalam

Faisal Djabbar
Pegawai KPK 2005-2021 dan Pemerhati Kebijakan Publik
Konten dari Pengguna
9 Oktober 2021 16:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faisal Djabbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gedung baru KPK di Kuningan, Jakarta. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung baru KPK di Kuningan, Jakarta. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Kehidupan KPK saat ini bagai tahu goreng: Padat di luar dan lunak di dalam. Layaknya tahu goreng, kelembagaan KPK terlihat tegar dari luar, tapi melempem di dalam.
ADVERTISEMENT
Di permukaan, KPK terkesan perkasa, tapi di sudut tertutup internal organisasi, KPK amatlah rapuh. Secara fisik-badaniah KPK tampak sehat, tapi secara psikis-batiniah KPK ringkih.
KPK, kesan saya sekarang ini, adalah organisasi yang terlihat kuat dan solid dari kacamata eksternal. Publik di luar memandang KPK sebagai organisasi yang tangguh, tegar, padu, dan stabil.
Namun, bila kita jujur mengakuinya, tampaklah sejumlah kelemahan KPK, baik secara struktural maupun kultural. Persoalan internal KPK menggunung. Warisan problem masa lalu kait-mengkait sampai sekarang. Masalah-masalah itu bagaikan daun-daun kering yang siap terbakar pada saatnya.
Kelemahan-kelemahan itu, menurut saya, disebabkan oleh beberapa aspek.
Pertama, adanya kesulitan yang akut dalam mensinergikan latar belakang yang beragam dari para pegawai KPK. Pegawai-pegawai KPK, seperti kita ketahui, ada yang berasal dari swasta, Pegawai Negeri (PN) yang dipekerjakan, kepolisian, kejaksaan, aktivis LSM, peneliti.
ADVERTISEMENT
Meskipun saat ini seluruh pegawai KPK sudah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), mereka masih membawa kulturnya masing-masing. Cara berpikir dan bekerja mereka semua tentunya banyak dipengaruhi oleh karakter organisasi di mana mereka bekerja sebelum memasuki KPK. Nilai-nilai organisasi telah tertanam dalam-dalam sebelum mereka bekerja di KPK. Persoalan ini telah cukup lama membayangi KPK sebagai sebuah organisasi.
Kedua, rendahnya rasa saling percaya (trustworthy) antarpegawai dan antara pegawai dengan atasan atau pimpinan KPK. Salah satu penyebab munculnya ke-tidak-saling-percaya-an antarinsan di KPK, menurut saya, adalah sistem pengelolaan kepegawaian di KPK yang belum tertata rapi, sehingga menyebabkan munculnya potensi favoritisme serta sifat “suka-tidak suka” (like-dislike) di kalangan struktural terhadap para pegawai yang dipimpinnya. Antarindividu muncul rasa saling curiga.
ADVERTISEMENT
Ketiga, lemahnya manajemen SDM KPK. Para pegawai KPK, menurut pengamatan saya, sebagian besar amat dirugikan oleh kesemerawutan kebijakan ke-SDM-an masa lalu dan saat ini. Ada persoalan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang masa tugasnya hampir usai dan belum ada kejelasan, perjalanan karier pegawai tingkat Administrasi yang sudah “mentok” pada tingkat grading teratas dan tidak bisa ke mana-mana lagi, pegawai KPK dari program Calon Tenaga Fungsional (CTF) di tahun 2005-2006 dan program Calon Pegawai Fungsional (CPF) pada tahun 2007-2008 yang merasakan ada ketidakadilan saat sistem grading diperkenalkan dan diimplementasikan, termasuk masalah penilaian kinerja pegawai yang masih lemah (persoalan metode penilaian, diskresi atasan, dan transparansi).
Keempat, kian kentalnya unsur atau elemen politis dalam pengisian jabatan. Unsur profesionalitas, yang mengedepankan kompetensi, semakin hari semakin luntur, dan digantikan dengan pola rekrutmen yang berbasis “kedekatan” serta ukuran “integritas” yang kabur. Makin “dekat” makin mudah ditunjuk mengisi jabatan. Politik kantor amat kental.
ADVERTISEMENT
Kelima, pola komunikasi internal yang belum rapi dan cekatan. Masih ada informasi dan rencana strategis dari pimpinan KPK yang tidak tersampaikan secara terbuka dan jelas kepada pegawai. Para pegawai membutuhkan para strukturalnya untuk menjelaskan konsep, rencana kerja, serta sasaran-sasaran strategis apa yang akan dicapai oleh KPK dan unit kerja mereka, minimal empat tahun ke depan. Para pegawai harus memperoleh informasi yang benar dan valid bagaimana dan ke mana kapal KPK akan dibawa.
Mimpi KPK adalah membersihkan Indonesia dari korupsi. Untuk mewujudkan mimpi membuat korupsi sirna dari negeri ini, KPK, menurut saya, harus dapat mewarnai kehidupan kebangsaan dan politik di Indonesia. Tetapi, saya agak sangsi KPK akan bisa mewarnai kehidupan kebangsaan dan politik di negeri ini, bila persoalan dirinya sendiri belum tertangani baik.
ADVERTISEMENT
Saya tidak pesimis. Saya hanya skeptis terhadap kapasitas internal KPK dalam ikut mewarnai kehidupan kebangsaan dan politik Indonesia. Tetapi, jalan ke arah itu tetap terbuka.
Peran KPK untuk bisa ikut mewarnai kehidupan kebangsaan di Indonesia adalah dengan membenahi problem-problem internal kelembagaan KPK sendiri.
Ayo KPK, bangun. Ayo KPK, bangkit. Tanggalkan kepentingan pribadi kita masing-masing. Hidup KPK.