Cerita Membaca Ceritanya

Faizal Reza
Pekerja startup, masih sesekali menulis fiksi, kadang bantu jualan film Indonesia.
Konten dari Pengguna
28 Juli 2017 17:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faizal Reza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cerita Membaca Ceritanya
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak bisa membaca matanya apalagi hatinya, aku membaca ceritanya.
ADVERTISEMENT
“Nggak apa-apa tokoh utamanya mati?” tanyanya.
Aku diam sejenak, memandangi matanya yang cantik itu sekian detik, lalu yakin menjawab, “nggak apa-apa. Nggak semua cerita mesti happy ending.”
“Yakin?”
“Yakin.” Aku mengangguk mantap.
“Konfliknya gimana?” tanyanya kemudian.
Sekali lagi aku memandanginya, kali ini ke bibirnya yang selalu terlihat menggemaskan. Sekian detik, baru aku menjawab pertanyaannya. “Udah oke. Nggak perlu diapa-apain lagi.”
“Masa sih?”
“Yep.”
Part waktu tokoh utamaku berantem sama pacarnya? Udah pas juga?”
“Udah.”
Part si pacar kesasar di Jakarta Barat? Udah bagus?”
“Udah.”
“Kalau part mereka ngobrol sambil setengah mabuk di balkon?”
“Itu justru paling bagus.”
“Kayak Jane dan Marno di Seribu Kunang-kunang di Manhattan ya?”
“Iya.”
ADVERTISEMENT
“Tapi masa sih?” tanyanya gusar. “Aku masih ngerasa ada yang kurang, terlalu cheesy.”
“Coba tinggalin dulu naskahnya sampai besok, nggak perlu dibaca ulang. Besok pas baca lagi pasti rasanya beda.”
“Beda apanya?”
“Tunggu aja besok.”
“Jadi ceritaku sudah bagus?”
“Sudah.”
“Ah. Masa nggak ada yang kurang? Kamu bilang gini cuma biar aku seneng kan?”
Untuk ketiga kalinya aku kembali diam sejenak, kali ini sambil memandangi poninya yang berbaris tak rapi namun makin membuatnya terlihat lucu itu.
“Memangnya selain bikin kamu seneng, kewajibanku ngapain lagi?”
***