Sebuah Pertanyaan untuk Cinta Lagi

Faizal Reza
Pekerja startup, masih sesekali menulis fiksi, kadang bantu jualan film Indonesia.
Konten dari Pengguna
29 Juli 2017 18:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faizal Reza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebuah Pertanyaan untuk Cinta Lagi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di kedai kopi yang sepi, saya duduk ditemani Flores Bajawa tubruk dan seporsi singkong goreng.
ADVERTISEMENT
“Katakan sekali lagi. Kamu masih mencintaiku.”
Hampir saja saya tersedak mendengar kalimat itu. Asalnya dari perempuan cantik yang duduknya hanya berjarak dua meja dari tempat duduk saya sekarang. Dia sedang berbicara di telepon. Segelas ice cappuccino di mejanya tampak belum tersentuh sama sekali.
 “Kamu benar-benar mencintaiku? Sampai kapan?”
Saya kembali hampir tersedak singkong goreng untuk kedua kalinya. Sekilas perempuan cantik itu melirik saya dengan tatapan serba salah dan wajah memerah.  Saya mengarahkan pandangan ke laptop dan pura-pura mengetik.
“Kamu bohong!” teriaknya. “Kamu juga mengatakan hal yang sama pada pacar-pacarmu sebelumnya.”
Oke. Ini mulai terdengar drama. Drama cinta netizen.
“Kamu mau bilang apa lagi? Aku tidak percaya! Aku cuma salah satu di antara mereka! Aku tidak ada artinya buat kamu!”
ADVERTISEMENT
Dia melirik saya lagi, tapi sedetik kemudian kembali menyembunyikan wajahnya yang mendadak sedih. Entah. Mungkin laki-laki di seberang telepon itu memberinya jawaban kurang memuaskan.
“Kamu bohong!” katanya lagi. “Kamu tidak mencintaiku!”
Saya mulai menyesal kenapa hari ini tidak membawa earphone.
“Kamu bagaimana sih?” lanjutnya. Suaranya makin keras. Seolah-olah saya yang duduk di sini adalah patung yang tak bisa mendengar dan melihat ulahnya. “Kamu tahu kan aku sayang kamu? Aku selalu kangen kamu. Aku cinta kamu. Jangan begitu dong!”
Sekarang saya juga menyesal kenapa hari ini tidak membawa pisau lempar yang biasanya selalu saya bawa ke mana-mana.
“Aku cuma ingin yakin kalau kamu memang cinta! Aku harus yakin kamu memang cinta! Aku harus yakin kamu selalu sayang! Aku harus yakin kamu memang selalu memikirkan aku!”
ADVERTISEMENT
Saya mulai berpikir. Bagaimana stresnya lelaki di seberang telepon itu dengan cecaran kalimat barusan. Tapi eh.. Sepertinya perempuan itu sudah mendengar jawaban yang cukup memuaskannya. Dia tersenyum. Wajah yang tadinya gelisah dan murung itu perlahan tampak cerah.
“Kamu masih tetap mencintaiku kalau aku sudah tua kan?”
Kali ini saya mulai kasihan dengan perempuan itu.
“Kamu masih tetap mencintaiku, walaupun ada perempuan lain menggodamu kan?”
Saya tak ingin berkomentar lagi.
“Kamu cuma sayang aku kan? Cuma aku yang ada di hatimu kan?”
Saya mengetuk-ngetukkan jari ke meja. Mulai tak sabar menanti kalimat selanjutnya.
“Kamu masih mencintai istrimu?”
Sekarang saya ingin melemparnya dengan meja.
“Katakan yang jelas. Kamu masih mencintai istrimu?”
Saya tak tahan lagi. Saya membuka Spotify, dan memutar lagu agar suara perempuan itu sedikit tersamarkan.
ADVERTISEMENT
Wajahmu kupandang dengan gemas
Mengapa air mata selalu ada di pipimu
“Kamu masih seranjang dengan dia?”
Kali ini suaranya sudah bertumpukan dengan suara Utha Likumahuwa dari Spotify.
Hai, nona manis. Biarkanlah bumi berputar
Menurut kehendak Yang Kuasa
“Kamu tega sekali! Anjing! Babi! Sebenarnya kamu tidak mencintai aku kan?”
Saya pura-pura batuk. Tapi perempuan itu sama sekali tidak terpengaruh. Dia mengambil secarik tisu di atas meja, lalu menyeka air matanya.
“Jadi kamu mencintai aku, tapi tak bisa meninggalkan dia?”
Saya makin kasihan dengan perempuan itu. Tak seharusnya dia menangis untuk kisah cinta yang seperti ini. Kenapa dia begitu bodoh? Kenapa dia nekad mencintai lelaki beristri? Kenapa tidak membuka hatinya untuk lelaki-lelaki lain yang lebih mencintainya dan lebih bisa membuatnya bahagia? Ah.. Entahlah. Perkara cinta memang tak pernah bisa dilihat hanya dari satu sudut.
ADVERTISEMENT
“Kamu masih cinta aku kan? Kamu akan meninggalkan dia kan? Kamu masih.. Halo? HALOOO? HALOOOOOOOOO?”
BRAAAAKKKKK!
Perempuan itu membanting ponselnya ke lantai hingga pecah berantakan. Saya hanya menatapnya sebentar, kemudian kembali mengetik. Di luar jendela, hujan mulai turun. Suara Utha Likumahuwa masih terdengar dari laptop saya.
Coba-coba tinggalkan sejenak anganmu
Esok kan masih ada
Perempuan itu mengambil satu ponsel lagi dari dalam tasnya, kemudian menekan sebaris nomor.
“Katakan sekali lagi. Kamu masih mencintaiku.”
Sekarang saya benar-benar tak terpengaruh. Mungkin kuping saya sudah terbiasa. Saya juga sadar perempuan itu masih punya keperluan penting. Sebuah pertanyaan untuk cinta lagi.
***
Disklaimer: Dijiplak bebas dari cerpen Sebuah Pertanyaan Cinta, Seno Gumira Ajidarma