Setop Buang Duit ke Instagram Influencers

Fajar Widi
Mantan wartawan yang jatuh cinta pada bisnis/ marketing. Pernah viral di internet karena mahar nikah 1 Bitcoin.
Konten dari Pengguna
27 Agustus 2018 8:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar Widi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masihkah Anda 'membuang duit' ke para Instagram Influencer tersebut?
Sebelumnya, saya minta maaf kalau tulisan ini mungkin rada menyinggung teman-teman yang bermain di ranah social media influencer. Sebenarnya saya enggak perlu minta maaf juga sih.
ADVERTISEMENT
Saya hanya mengeluarkan isi pikiran yang menurut saya sudah melenceng dari prinsip human-centric marketing.
Mungkin saya sedikit berbeda mahzab dengan beberapa teman marketing. Saya menganut mahzab ROI--bukan social ROI--dan performance marketing.
Saya cukup eneg dengan funelling kuno bernama A-I-D-A yang kenyataannya cukup membuat progress bisnis jadi sedikit lama dengan berlama-lama bermain di ranah edukasi.
Sebagai gantinya, saya lebih nyaman dengan startup funnel Dave McLure yang cukup ternama bernama Pirate Metrics itu.
Instagram Influencer mungkin salah satu channel yang membuat budget marketing kita membengekak.
Instagram Influencer sangat membuang energi, fokus, atensi, bandwith, data, investment, analisa, dan waktu kita yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan hal lain.
Ngerti kan maksud saya?
ADVERTISEMENT
Anda pasti sudah tidak asing dengan manusia-manusia di Instagram yang kerjaannya posting produk-produk kecantikan, pamer perut, pamer lokasi eksotik di belahan dunia yang belum pernah Anda kunjungi, untuk menunjukan betapa "humble"-nya mereka. Sementara rekening mereka terus menggendut dengan postingan yang Anda kagumi.
Manusia-manusia ini memang kerjaannya merangsang Anda untuk jatuh cinta pada sebuah produk. Sebagai marketer Anda pun harus merogoh kocek bahkan sampai puluhan juta rupiah untuk sebuah posting di Instagram.
Kerangka berpikir saya mungkin sedikit melenceng. Tapi menurut saya ide marketing dengan influencer ini rada nggak masuk di hati saya.
Coba sekarang dipikir: Anda cari seseorang yang bisa meng-influence orang lain (followers mereka) untuk jatuh cinta kepada sebuah produk. Tapi terkadang kita lupa bahwa relevansi antara produk dan audiens itu tergantung pada konten yang diproduksi. Keyword pertama: RELEVANSI, keyword kedua OTENTIK.
ADVERTISEMENT
Relevenasi pasti sudah paham. Konten yang di-post para influencer itu harusnya sih relevan dengan interest audience. Kedua adalah Otentik.
Otentik di sini adalah sebuah konten yang orisinil dan tidak melenceng dari style asli si influencer. Di sinilah yang saya coba kritik. Saya melihat banyak para influencer sudah off-brand.
Off Brand
Apakah Anda mem-follow seseorang artis Instagram karena kontennya berisi foto-foto liburan cantik, lengkap dengan tips hemat traveling di luar negeri? Tiba-tiba dia posting soal promo sebuah platform judi online. Lalu, apakah Anda mem-follow seorang filmaker yang gemar memposting behind the scence yang unik-unik? Tiba-tiba dia posting soal promo sebuah susu protein.
Saya sendiri mem-follow seorang Instagramer (gym and healthy lifestyle) yang menurut saya konten-kontennya cukup bagus untuk saya nikmati. Tiba-tiba ketika saya scroll, kenapa dia jadi posting sebuah platform e-Commerce yang menurut saya kontennya saja enggak relevan dengan style dan konten original dia.
ADVERTISEMENT
Itu yang menurut saya off. Harusnya sih enggak gitu ya. Memang uang bermain di sini. Memang inilah fungsi yang tidak ditawarkan Instagram. Akhirnya ini menjadi celah bisnis dunia influencer. Tapi industri sudah berubah. KPI Anda tinggi, Anda diharuskan untuk mencapai metrics tertentu yang rentan sekali membuat off brand rentan terjadi.
ROI
Nah, kalau sudah off begini, mari kita hitung-hitungan ROI. Saya termasuk orang yang tidak terlalu percaya kalau ada yang bilang social influencer bisa menaikan ROI sampai 300% (ada loh yang bilang begitu) dibanding channel lain.
Mungkin bisa saja hal itu terjadi. Tapi pasti jarang sekali dan untuk case-case tertentu saja. Di awal artikel saya sudah menyinggung soal Pirate Metrics. Inilah alasan kenapa saya suka pirate metrics karena Refferal ada di funnel paling bawah.
ADVERTISEMENT
Menurut saya. Apapun yang instan itu tidak bagus. Termasuk soal akuisisi audiens yang dilakukan lewat social media via Instagram misalnya. Bagi saya membangun garda follower social media yang bagus bisa membuat Anda memiliki brand guardian dari konsumen Anda sendiri. Dan itu prosesnya tidak instan. Paling tidak itulah pengalaman saya ketika berada di sebuah brand telco warna biru (sebut saja XL Axiata).
Toh, pada Akhirnya Influencer Adalah Orang Bayaran
Sebagai orang bayaran sudah lumrah kalau bisa menghasilkan KPI tinggi namun loyalitas rendah. Menurut saya itulah alasan kenapa kita harus setop buang duit ke para Instagram influencer tersebut.
Tapi ingat, buang duit di sini adalah secara blindly Anda spending sembarangan ke para Instagramer hits tersebut. Coba cek aja, berapa conversion yang dihasilkan. Ada enggak para Instagramer yang mau garansi KPI conversion? Kalau enggak ada, dan Anda sudah membayar mahal untuk itu, terus ngapain "kasih duit" ke mereka?
com-Jadi Influencer (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT