Wahai Startup, Mengapa Malu Belajar dari Facebook?

Fajar Widi
Mantan wartawan yang jatuh cinta pada bisnis/ marketing. Pernah viral di internet karena mahar nikah 1 Bitcoin.
Konten dari Pengguna
8 Januari 2018 15:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar Widi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Logo Facebook. (Foto: REUTERS/Regis Duvignau)
zoom-in-whitePerbesar
Logo Facebook. (Foto: REUTERS/Regis Duvignau)
ADVERTISEMENT
Facebook (FB) memang sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di era milennial ini. Saya mencoba mengamati problematika Facebook dari sisi bisnis. Bagaimana perusahaan Zuck tersebut bisa melalui krisis dengan melakukan pivot yang berujung kejayaan revenue perusahaan.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini kita tidak perlu malu belajar dari Facebook. Karena saya lihat di industri startup lokal banyak yang masih malu-malu.
Tahukah Anda permasalahan utama yang dihadapi FB beberapa tahun lalu? Bukan pada user interface, spam bots, atau kerusuhan di timeline karena issue politik dan sara seperti sekarang.
Permasalahan FB adalah core business model nya. Dan saya sangat mengapresiasi langkah berani yang dilakukan Mark Zuckerberg kala itu: memonetisasi social media paling populer di bumi.
Impactnya FB langsung dihujat brand manager se-alam semesta --termasuk saya-- karena membatasi kran organic reach dengan 'memaksa' brand untuk beriklan di FB.
Tapi, coba Anda perhatikan pendapatan FB setelah kejadian tersebut.
Wahai Startup, Mengapa Malu Belajar dari Facebook? (1)
zoom-in-whitePerbesar
Jika dilihat FB mulai membuat para investornya senang di tahun 2009. Revenue dan Net Income perusahaan besutan Zuck tersebut mulai bersinar.
ADVERTISEMENT
Saya masih ingat. Itu adalah kala dimana Zuck melakukan pledge personal challange nya untuk mencari 'sustainable business model'. Buat manusia sekelas Zuck, status personalnya sebenarnya adalah business plan baru bagi perusahaan. Enak ya modal update status begitu harga saham langsung naik.
"Facebook has became another traditional paid media channel for brand. How came," ujar saya dalam hati kala itu. Mungkin bagi brand ini adalah peristiwa tidak mengenakan. Bagi media industri yang hidup dari kue iklan advertiser, ini jelas lebih tidak mengenakan. Jelas perusahaan media skala global yang hidup dari iklan sekarang harus bersaing dengan FB.
Itu semua jika dilihat dari perspektif orang di luar Zuck. Tapi coba kita menempatkan posisi sebagai Zuck. Ini adalah sebuah langkah pivot bisnis yang tepat.
ADVERTISEMENT
Coba amati harga saham Facebook berikut.
Wahai Startup, Mengapa Malu Belajar dari Facebook? (2)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang CEO sekelas Zuck sangat paham dengan core business problem yang dihadapinya pada tahun 2009. Dia tahu bahwa kedepannya FB membutuhkan uluran tangan-tangan investor di Wall Street. Melihat grafik pertumbuhan saham di atas investor mana yang tidak tertarik --termasuk saya.
Ia juga sangat paham bahwa model bisnis iklan adalah titik sukses sebuah layanan social media.
ATM
Saya yakin bahwa Zuck telah belajar banyak dari Larry Page. Anda tahu bagaimana sebuah brand manager beriklan sebelum tahun 2000?
Sangat sederhana. Karena sebelum tahun 2000 pekerjaan media buying sangat simple. Pilih siapa target brand campaign Anda (target audience), buat materi komunikasinya (creative message), dan pilih kendaraannya (media plan). Agency Anda langsung meng-eksekusi campaign based on brief. Medianya kalau tidak TV, radio, ya media cetak.
ADVERTISEMENT
Tapi itu semua berubah setelah tahun 2000 Google meluncurkan AdWords. Dengan teknologi baru ini, para brand manager bisa lebih 'membuang' budget iklan kepada target yang lebih spesifik, dengan biaya lebih murah. Bahkan bisa cuman itungan recehan. Ini adalah eranya para Search Engine Marketing (SEM) warlord bermunculan.
Agency media traditional mau tidak mau harus juga berevolusi. Jika tidak bisnis model mereka tidak bakal survive.
Dalam beberapa tahun Adwords dan AdSense telah mendulang kesuksesan bagi Google. Google telah memecahkan problem media spending kala itu dengan menyediakan channel targeting secara mandiri. Para brand manager pun bisa membuat in-house team, yang budgetnya lebih murah ketimbang jasa agency media.
"Dan itu yang juga dilakukan Zuck pada tahun 2008: People Based Marketing. Sebuah solusi baru dalam teknologi digital advertising."
ADVERTISEMENT
Ceritanya Zuck membajak seorang karyawan Google bernama Sheryl Sandberg. Kini Sheryl Sandberg adalah Chief Operating Officer Facebook. Sebelum Facebook, Sheryl adalah Wakil Presiden Global Online Sales and Operations di Google jebolan Harvard.
Sosok Sheryl Sanberg ini cukup fenomenal di industri. Ia adalah arctype wanita karir yang cukup sukses. Ia menjadi inspiratior bagi leader-leader wanita di bisnis. Sanberg pun telah meluncurkan buku yang cukup populer berjudul "Lean In". Buku ini sangat bagus dan wajib dibaca untuk para pelaku bisnis di industri.
Wahai Startup, Mengapa Malu Belajar dari Facebook? (3)
zoom-in-whitePerbesar
Pelajaran nomor satu buat para pelaku bisnis terutama startup: rekrutlah orang yang lebih pintar dari Anda. Hasilnya: coba lihat kembali revenue FB pada chart di atas. Lagi-lagi ini soal ATM (Amati Tiru Modifikasi) jika sukses ini akan jadi mesin 'ATM' sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Bisa disimpulkan FB telah belajar dari Google dengan membuat advertising platform yang lebih kompleks dan lebih sesuai tuntutan jaman.
Postingan ini saya tutup dengan quote, "Apapun di dunia ini yang gratis, kita ini yang diperjualbelikan,".
Sekarang giliran saya yang belajar dari Zuck!