Kudeta Militer dan Kekuatan Rakyat Myanmar

Mhd Alfahjri Sukri
Merupakan Dosen Politik Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar - Founder Ranah Institute - Tim Centre for Global Studies (CGS) Rumah Produktif Indonesia (RPI)
Konten dari Pengguna
15 Februari 2021 11:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mhd Alfahjri Sukri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Petugas polisi berbaris selama bentrokan dengan pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar. Foto: STR/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Petugas polisi berbaris selama bentrokan dengan pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar. Foto: STR/REUTERS
ADVERTISEMENT
Tepat pada 1 Februari 2021, dunia dikejutkan dengan kudeta langsung yang dilakukan oleh militer Myanmar. Melalui Myawaddy TV, jaringan televisi milik militer yang berlokasi di Yangon, kelompok kudeta mengumumkan pengambilalihan kekuasaan dari pemerintahan yang telah dipilih secara demokratis.
ADVERTISEMENT
Peristiwa tersebut menambah daftar panjang campur tangan militer dalam negara demokratis. Untuk saat ini kudeta militer dianggap berhasil dilancarkan karena militer dapat merebut kekuasaan dari sipil. Namun, apakah kudeta tersebut masih dapat digagalkan?
Sebuah kudeta militer yang dilancarkan, tidak selalu mengalami keberhasilan, bahkan hingga saat ini, kudeta yang dilancarkan di berbagai negara cenderung mengalami kegagalan. Data dari Jonathan Powell dan Clayton Thyne menyebutkan, terdapat 457 upaya kudeta dari tahun 1950 hingga 2010 dengan 49,7 persen atau 227 kudeta mengalami keberhasilan dan 50,3 persen atau 230 kudeta mengalami kegagalan.
Data kudeta gagal itu semakin banyak ketika kita melihat jumlah kudeta gagal di statistika.com yang menjelaskan, dari tahun 2011 hingga 2017 terdapat 29 kudeta dengan 22 mengalami kegagalan dan 7 mengalami keberhasilan. Data itu semakin menujukkan, kudeta yang dilancarkan oleh militer di berbagai negara cenderung mengalami kegagalan. Namun, tidak dengan kudeta yang dilancarkan oleh militer Myanmar baru-baru ini yang hingga saat ini dianggap “berhasil”.
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera saat memprotes kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Yangon, Myanmar, Jumat (12/2). Foto: Stringer/REUTERS
Penulis melihat, untuk saat ini, militer Myanmar dianggap “berhasil” dalam menjalankan kudeta. Hal ini dilihat dari tahapan kudeta yang dijalankan oleh militer Myanmar berdasarkan pada teori kudeta dari Edward Luttwak. Luttwak menyampaikan, sebuah kudeta akan berhasil apabila mengikuti dua tahapan kudeta yaitu (1) pengambilalihan secara langsung, dan (2) memenangkan serta mempertahankan kontrol.
ADVERTISEMENT
Dalam tahapan pertama, Luttwak menjelaskan, kelompok kudeta harus berhasil menangkap dan menetralisir aktor kunci negara serta menguasai lokasi dan tempat strategis termasuk di dalamnya menguasai fasilitas telekomunikasi dan televisi. Barulah kemudian dilakukan tahapan kedua yaitu kelompok kudeta harus berhasil menguasai dan menstabilkan situasi khususnya mendapatkan dukungan dari kelompok lain, terutama dari masyarakat.
Kudeta yang dilakukan pada 1 februari 2021 disebabkan tuduhan oleh militer atas kecurangan dalam pemilu November 2020 lalu yang dimenangkan secara mutlak oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi. Dalam praktiknya, kelompok kudeta berhasil dalam menjalankan tahapan awal.
Ini terlihat dari suksesnya komplotan kudeta dalam menangkap beberapa aktor kunci negara Myanmar, seperti Kanselir Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint, beberapa tokoh senior Partai NLD, serta tokoh-tokoh dan aktivis yang dianggap menentang militer. Penangkapan dilakukan pada Senin dini hari, sebelum sidang perdana parlemen pasca-Pemilu November 2020.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tentara turun ke jalanan dengan persenjataan dan kendaraan militer lengkap. Jalanan dan kota strategis seperti Ibu Kota Myanmar, Naypyitaw, dan kota utama, Yangon diamankan. Pihak kudeta memutus sinyal televisi di seluruh negeri, serta memutus akses telepon dan internet, khususnya di Naypyitaw yang menyebabkan jaringan telepon dan televisi milik pemerintah mengalami gangguan. Laporan Netblocks menunjukkan, gangguang telekomunikasi terjadi sejak pukul 03.00 dini hari waktu setempat. Bahkan, internet juga dimatikan di saat terjadi gerakan anti kudeta.
Polisi berjaga-jaga di tengah aksi unjuk rasa menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, Senin (8/2). Foto: Stringer/REUTERS
Kelompok kudeta juga bergerak secara terorganisir dengan dikomandoi langsung oleh Panglima Militer (Tatmadaw) Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, yang juga merupakan otak di balik genosida etnis Rohingya. Setelah tahapan pertama dilakukan dengan cepat, komplotan kudeta mengumuman pengambilalihan kekuasaan dan keadaan darurat dengan selama satu tahun Myanmar akan dipimpin oleh militer.
ADVERTISEMENT
Jabatan Presiden diserahkan kepada U Myint Swe yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden. Sedangkan Jenderal Min Aung Hlaing mengklaim dirinya sebagai pemimpin de Facto Myanmar. Sebanyak 24 Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Aung San Suu Kyi dipecat dan digantikan oleh mantan jenderal.

Kekuatan Rakyat dan Anti-Kudeta

Penulis melihat tahapan pertama kudeta dianggap berhasil dilancarkan. Lalu, bagaimana dengan tahapan kedua? Dalam tahapan kedua yang paling penting adalah bagaimana kelompok kudeta mendapatkan dukungan masyarakat, kesatuan dalam tubuh militer sendiri serta tunduknya pihak keamanan dan kalangan politisi. Artinya, militer harus mampu mengontrol agar tidak terjadinya penolakan besar-besaran atas kudeta dari berbagai elemen.
Dalam tahapan ini, tampaknya militer mendapatkan perlawanan sengit dari masyarakat Myanmar. Protes terhadap kelompok kudeta telah dilancarkan oleh masyarakat seperti pemogokan tenaga medis dari 70 rumah sakit di 30 kota Myanmar yang turun ke jalanan; protes melalui pukul panci, wajan dan membunyikan klakson mobil di Kota Yangon; serta seruan penolakan melalui Facebook dengan kampanye “Gerakan Pembangkangan Sipil” yang sudah diikuti ratusan ribu orang.
ADVERTISEMENT
Bahkan, hingga saat ini ribuan masyarakat antikudeta, khususnya di kota-kota besar Myanmar telah turun ke jalanan menolak kudeta. Protes ini juga dilancarkan oleh kalangan biksu. Demonstrasi tersebut merupakan demontrasi terbesar dibandingkan tahun 2007.
Gerakan penolakan secara besar-besaran yang dilakukan oleh rakyat Myanmar setidaknya menunjukkan rakyat Myanmar menolak kudeta dan sebagai upaya untuk melepas kontrol dari militer. Karena, bagaimanapun kekuatan rakyat bisa saja menggulingkan militer.
Berkaca pada kasus gagalnya kudeta di Turki, tidak lepas dari berbondong-bondongnya masyarakat turun ke jalanan, beberapa saat setelah kudeta dilakukan. Penolakan tidak hanya dari masyarakat sipil, tetapi juga dari pihak keamanan, politisi, faksi dalam tubuh militer, pemuka agama serta elemen penting masyarakat lainnya. Sehingga kudeta tersebut dikenal dengan kudeta berdarah dengan hasil kudeta yang dapat digagalkan. Hal ini memperlihatkan bagaimana penolakan dan kesatuan dalam masyarakat juga memberikan efek atas kegagalan kudeta.
ADVERTISEMENT
Kasus di Turki tersebut dapat dijadikan contoh oleh rakyat Myanmar dalam menolak kudeta, mengingat sebagian besar masyarakat Myanmar mendukung Partai NLD yang menang mutlak pada Pemilu 2020 lalu. Peluang untuk menggalkan kudeta akan semakin besar, apabila seluruh elemen dari masyarakat Myanmar turun ke jalanan.
Hingga saat ini penulis belum melihat penolakan dari dalam tubuh militer sendiri dan pihak keamanan. Baru terlihat protes dari pemuka agama, masyarakat sipil dan politisi. Ini memperlihatkan bagaimana dalam tubuh militer solid dalam melakukan kudeta. Dan ini menjadikan situasi untuk menggagalkan kudeta di Myanmar semakin sulit.
Masyarakat menolak kudeta. Foto: Athit Perawongmetha/Reuters
Untuk saat ini, militer Myanmar belum sepenuhnya dapat mengontrol situasi. Namun, apabila dalam satu bulan ini, kalau seluruh elemen rakyat Myanmar tidak bersatu dalam menolak kudeta, maka dapat dipastikan kudeta dikatakan berhasil sepenuhnya. Situasi tersebut semakin memberikan peluang bagi kelompok kudeta untuk mempertahankan kedudukan mereka.
ADVERTISEMENT
Maka campur tangan militer semakin memperlihatkan eksistensinya, khususnya di Myanmar, di mana militer selalu berhasil ikut campur dalam urusan politik di negeri Tanah Emas itu. Tentu menarik melihat bagaimana respons rakyat Myanmar ke depannya. []