Konten dari Pengguna

Berkunjung ke Jepang pada Masa Pandemi (1)

Fakhrurizal
Pengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing BIPA yang sedang tinggal di Osaka Jepang.
1 Juni 2022 18:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fakhrurizal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika tulisan ini dibuat, kasus infeksi COVID-19 di Jepang masih cukup tinggi sekitar dua puluh ribuan kasus per hari (31 Mei 2022). Namun, berita baiknya sudah ada beberapa pelonggaran untuk orang asing masuk ke Jepang.
ADVERTISEMENT
Di sini, saya ingin menceritakan pengalaman bagaimana panjang dan berlikunya proses untuk mendapatkan resident card (KTP-nya penduduk Jepang), penduduk ya, bukan warga negara. Kalau dilihat di KBBI daring penduduk itu orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negeri, pulau, dan sebagainya). Jadi, walaupun orang asing tetap disebut penduduk juga.
Jadi, kenapa saya berbagi pengalaman ini karena banyak orang yang bertanya, orang Indonesia maupun orang Jepang, bagaimana dapat masuk ke Jepang? Kan pemerintah Jepang belum membuka perbatasan.
Sebenarnya pemerintah Jepang tidak sepenuhnya menutup perbatasannya, hanya saja membatasi jumlah orang asing yang masuk. Baik dari jumlahnya maupun dari tujuan berkunjung ke Jepang. Misalnya di bulan Maret-April, orang asing dibatasi hanya 5000 orang per hari yang boleh masuk ke Jepang dengan tujuan ke bekerja di bidang-bidang yang esensial seperti pekerja migran di bidang medis atau bidang penting lainnya. Jadi pada saat itu, kalau mengajukan visanya untuk berwisata tentu saja akan ditolak.
ADVERTISEMENT
Nah bagaimana dengan saya kok bisa masuk ke Jepang. Dan sekarang sudah tinggal sekitar 2 bulan. Padahal saya kan belum bekerja karena yang bekerja di Jepang istri saya. Oh iya, saya lupa menginformasikan status visa yang saya dapatkan adalah dependent atau tanggungan.
Siapa yang menanggung? Istri saya yang menjadi sponsornya, dia yang mengajar di salah satu universitas di Kota Osaka. Jadi, saya dan kedua anak saya bisa mendapatkan visa selama 3 tahun karena istri menjadi profesor tamu. Jadi sudah terjawab ya, kenapa saya bisa masuk ke Jepang.
Intinya adalah, pemerintah Jepang sangat ketat dan selektif untuk mengeluarkan visa. Hanya orang asing yang menurut mereka penting dan jelas tujuannya dikabulkan permohonan visanya. Saya pikir hal itu sangat logis karena setiap pemerintah, Jepang dan negara lainnya, bertanggung jawab agar kondisi kesehatan di negeri mereka bukan? Walaupun di negara lain lebih terbuka untuk orang asing, pemerintah Jepang lebih berhati-hati. Sepertinya pemerintah Jepang belajar dari pengalaman ketika varian virus Delta menerjang. karena longgarnya perbatasan dan tidak ada pembatasan, kasus COVID-19 di Jepang meroket tajam.
ADVERTISEMENT
Jadi, kalau kamu ingin berwisata ke Jepang ditunda dulu saja, tunggu beberapa bulan lagi. Ketika saya menulis ini di bulan Juni, pemerintah Jepang sudah lebih melonggarkan perbatasan dengan melakukan uji coba. Turis asing dalam kelompok kecil, dari beberapa negara, diperbolehkan untuk berwisata. Namun, sayangnya turis dari Indonesia belum boleh berkunjung.
Tenang, semua ada hikmahnya, mungkin Anda bisa lebih banyak menabung uang untuk bekal berjalan-jalan ke Jepang. Toh, bunga sakura akan ada setiap tahun, Gunung Fuji akan tetap bisa didaki kapan saja.
Di tulisan saya selanjutnya, akan saya ceritakan proses A sampai Z saya dan anak-anak saya dapat berkunjung dan tinggal di sebuah kota cantik di daerah perbukitan, yakni Osaka.
Salah-satu sudut kota Minoh, Osaka. (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT