Konten dari Pengguna

Healing, Antara Kebutuhan Diri dan Tantangan Realita

Fanabela Azika Anwar
Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara di Universitas Negeri Surabaya
29 November 2024 14:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fanabela Azika Anwar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
freepik.com Destinasi healing yang menenangkan tubuh dan pikiran
zoom-in-whitePerbesar
freepik.com Destinasi healing yang menenangkan tubuh dan pikiran
ADVERTISEMENT
Healing menjadi tren yang sangat populer beberapa tahun terakhir hingga saat ini, terutama di kalangan generasi muda. Kata "healing" sekarang rasanya sudah jadi mantra ajaib untuk semua orang yang sedang merasa lelah. Saat pekerjaan menumpuk, dan hidup terasa monoton, healing menjadi jawaban yang banyak dicari. Namun, sering kali niat untuk menyembuhkan diri ini malah berujung dengan masalah baru seperti dompet yang menipis, saldo rekening yang teriak. Lalu apa sebenarnya yang salah?
ADVERTISEMENT
Konsep healing ini sebenarnya adalah bentuk self-care atau usaha untuk merawat diri sendiri secara fisik, mental, dan emosional. Idealnya, healing adalah waktu terbaik untuk menenangkan diri, dan memulihkan energi.
Sayangnya, healing sering disalah artikan sebagai kegiatan yang harus melibatkan biaya besar, seperti liburan mewah, nongkrong di cafe estetik, atau bahkan belanja impulsif. Tidak jarang, upaya untuk "sembuh" ini malah berujung pada kantong yang semakin terkuras.
Salah satu alasan utama mengapa healing terasa mahal adalah karena pengaruh media sosial. Di platform seperti Instagram atau TikTok, healing sering dipamerkan sebagai sesuatu yang estetik seperti liburan di pantai terpencil, nongkrong di kafe mewah, atau membeli barang-barang mahal untuk "self reward.”
Terkadang ada rasa takut ketinggalan atau fomo ketika melihat orang lain. Kita pun jadi tergoda untuk ikut-ikutan, meskipun sebenarnya kondisi keuangan tidak mendukung. Pada akhirnya, kita terjebak dalam siklus merasa stres, mencoba healing yang mahal, stres lagi karena uang habis.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga pandangan bahwa healing harus terasa "spesial" agar kita merasa lega. Padahal, healing sebenarnya bisa sederhana dan murah. Tapi budaya konsumtif membuat kita berpikir sebaliknya seperti kalau tidak keluar uang banyak, rasanya seperti ada yang kurang.
Mengapa healing sering menjadi pelarian? Dalam banyak kasus, kita mencari jalan keluar yang instan untuk menghindari masalah yang terasa berat. Liburan ke tempat eksotis atau membeli barang baru memang dapat memberikan kesenangan sesaat. Namun, ketika kesenangan itu berlalu, masalah asli yang belum selesai tetap ada. Ini yang dapat menciptakan lingkaran setan seperti stres karena masalah hidup, lari ke healing, lalu stres lagi karena keuangan yang kacau.
healing tidak selalu harus mahal, melainkan seberapa efektif itu untuk membantu kita merasa lebih baik. Tidak semua orang butuh liburan ke luar negeri untuk merasa tenang. Konsep awalnya adalah bentuk perawatan diri (self-care) yang sederhana seperti berjalan di taman, membaca buku favorit, menulis jurnal, atau meditasi di rumah untuk menyegarkan pikiran. Namun, budaya media sosial sering mempromosikan bahwa healing harus terlihat mewah dan instagramable, yang dapat menciptakan jiwa-jiwa fomo atau ikut-ikutan.
ADVERTISEMENT
Yang perlu kita sadari, healing tidak selalu berarti lari dari masalah. Justru, healing yang baik adalah yang membantu kita menghadapi masalah dengan cara yang lebih sehat. Kalau stres dengan pekerjaan, coba evaluasi apa yang membuatnya sulit dan temukan solusi. Kalau masalah keuangan yang bikin pusing, buatlah rencana keuangan yang lebih baik.
Menggunakan healing sebagai alasan untuk menghindar hanya akan memperpanjang masalah. Setelah semua "kemewahan" selesai, kenyataan tetap ada, dan kadang, situasi malah jadi lebih rumit.
Selain itu, penting juga untuk menghindari perbandingan dengan orang lain. Apa yang terlihat di media sosial belum tentu mencerminkan kenyataan. Orang yang memamerkan liburan atau barang mewahnya mungkin juga punya masalah yang tidak terlihat. Fokuslah pada kebutuhan dan kemampuan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Healing memang penting, tapi kita harus bijak dalam melakukannya. Jangan sampai niat untuk menyembuhkan diri malah berakhir dengan stres baru karena keuangan yang kacau. Ingat, esensi healing adalah tentang memberi waktu dan ruang untuk diri sendiri, bukan tentang menghabiskan uang.
Kadang, hal-hal sederhana justru lebih menenangkan dibandingkan yang mahal. Yang penting bukan seberapa besar biayanya, tapi seberapa besar dampaknya untuk kesehatan mental dan emosional kita. Jadi, lain kali ketika merasa butuh healing, coba tanyakan pada diri sendiri: "Ini buat sembuh, atau cuma buat lari?"
Pada akhirnya, healing bukan tentang lari dari masalah, melainkan tentang menghadapi dan mengelolanya dengan bijak. Intinya, healing yang sehat yaitu dengan memberi ruang untuk diri kita secara menyeluruh, bukan sekadar menghindari kenyataan atau mencari kenyamanan instan yang pada akhirnya bisa memperburuk situasi.
ADVERTISEMENT