Oksigenmu, Okisigenku, Oksigen Kita

Faozan Amar
Mengajar, berbisnis, berorganisasi, dan kadang menulis. Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah | Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA.
Konten dari Pengguna
15 Juli 2021 12:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faozan Amar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak menggunakan masker oksigen. Foto: Shutter stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak menggunakan masker oksigen. Foto: Shutter stock
ADVERTISEMENT
Hari-hari ini percakapan di seputar masalah oksigen begitu populer seiring dengan tingginya masyarakat yang terpapar wabah COVID-19. Foto dan video antrean untuk mendapatkan oksigen viral di media sosial. Bahkan stasiun televisi Aljazeera melaporkan adanya kelangkaan dan antrean oksigen.
ADVERTISEMENT
Bahkan pasien rumah sakit Sardjito Yogyakarta meninggal akibat kelangkaan oksigen. Sehingga hal ini menimbulkan keprihatinan dan duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga korban tetapi juga menjadi tamparan keras terhadap manajemen rumah sakit dan dunia kesehatan Indonesia. Terbaru, sebanyak 250 tabung oksigen yang dipinjam RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ditarik oleh vendor karena mengisi tabung oksigen dari vendor lain.
Oksigen atau zat asam, dahulu kadang kala disebut juga sebagai zat pembakar, adalah unsur kimia yang mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Dalam tabel periodik, oksigen merupakan unsur non logam golongan VIA dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya.
Setiap hari, dalam keadaan normal, kita menghirup oksigen secara gratis. Karena itu, tak terasa bahwa oksigen merupakan anugerah terindah dari Tuhan. Namun, ketika sakit seperti terpapar virus corona seperti sekarang ini, oksigen yang kita nikmati menjadi berbayar dan sangat berharga.
ADVERTISEMENT
Menariknya, ketika berbayar dan uang untuk membelinya ada, ternyata stoknya di pasaran langka. Sehingga menimbulkan kecemasan di mana-mana. Sebab nyawa manusia sebagai taruhannya.
Menurut Menko Maritim dan Investasi, Luhut B Pandjaitan, kebutuhan akan oksigen saat pandemi seperti sekarang ini sangat tinggi dan mendesak. Ada 83,5 ribu tempat tidur di rumah sakit yang terpakai pasien COVID-19, yang membutuhkan oksigen 2.404 ton per hari seluruh Indonesia. Sedangkan kebutuhan di Jawa dan Bali 1.958 ton per hari. Sementara kapasitas produksi sebesar 1.487 ton perhari, sehingga mengalami deficit sebesar 471 ton perhari untuk Jawa dan Bali saja.
Untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengaktivasi 1 unit produksi liquid oksigen di Cilegon dengan kapasitas 100 ribu ton per hari. Kemudian pengadaan oxygen consentrator sebanyak 5.000 unit dengan kapasitas 10 liter/menit. Di samping itu juga melakukan import oksigen, antara lain dari Singapura.
ADVERTISEMENT
Dalam tubuh manusia membutuhkan 2.880 liter oksigen dan 11.376 liter nitrogen per hari. Andaikan harus membayar, untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nitrogen, manusia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 185 juta per hari per orang.
Ilustrasi tabung oksigen. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Uang tersebut jika dikalikan sebulan saja, maka 30 hari x Rp 185 juta = Rp 5,5 miliar. Besar sekali bukan? Bayangkan kalau manusia hidupnya mengandalkan oksigen dan nitrogen yang harus dibeli, bukan yang dinikmati secara gratis dari Allah, maka patut diduga bahwa orang terkaya di dunia ini tidak akan mampu bertahan lebih dari sepuluh tahun, karena uangnya habis digunakan untuk membeli oksigen dan nitrogen.
Namun terkadang kita tidak menyadari betapa banyak nikmat yang telah Allah karuniakan kepada manusia. Sehingga seolah menganggapnya biasa-biasa saja. Baru ketika nikmat itu berkurang, sedikit saja, atau bahkan hilang, kita seperti “kebakaran jenggot” dalam menyikapinya. Sehingga menimbulkan kegaduhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bahkan dalam tataran kehidupan dunia.
ADVERTISEMENT
Nikmatnya oksigen yang kita hirup setiap hari, baru dirasakan penuh manfaat dan sangat dibutuhkan ketika manusia mengalami kesulitan dalam bernapas. Karena itu, sudah semestinya manusia memiliki kesadaran teologis yang jernih dan mendalam, yakni adanya pengakuan yang orisinil terhadap segala nikmat yang telah Allah berikan.
Karena itulah, sudah seharusnya kita bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Pada saat terjadi masalah oksigen seperti sekarang ini, utamanya bagi saudara-saudara kita yang sedang sakit akibat wabah COVID-19, maka cara syukur terbaik itu adalah dengan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, yakni ; menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun/handsanitizer, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas dengan tetap di rumah.
Dengan cara seperti itu, maka kita telah bersyukur bil a’mal, yakni dengan tindakan nyata berbuat agar terhindar dari wabah COVID-19. Jika kita belum mampu membantu menjaga saudara-saudara yang sekarang terpapar COVID-19, maka setidaknya kita tidak menambah beban baru. Sebab dengan kita tetap sehat, berarti kita telah membantu meringankan beban para tenaga kesehatan yang sekarang bekerja di garda depan dalam menanggulangi wabah ini.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian terhadap manfaat syukur secara medis, Dr Robert Emmon dari Universitas California menyimpulkan bahwa para mahasiswa yang membiasakan berterima kasih kepada sesama cenderung bisa merasakan kebahagiaan dan kestabilan emosi mereka, di samping memiliki derajat kesehatan fisik dan psikis yang lebih baik.
Mari kita berempati kepada para tenaga kesehatan, petugas pemulasaran jenazah dan petugas pemakaman dan semua pihak yang telah berjuang di garda depan dalam menanggulangi wabah dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Sehingga kita akan semakin sehat secara fisik dan psikis dalam menghadapi pandemi ini serta terhindar dari wabah Covid-19 yang belum berakhir.
Sebab, oksigenmu, oksigenku juga oksigen kita. Salam sehat dan tetap semangat. Wallahua’lam.
**Faozan Amar, Dosen Ekonomi Islam FEB UHAMKA dan Direktur Al Wasath Institute
ADVERTISEMENT