Tantangan Pendidikan Muhammadiyah di Era 4.0

Faozan Amar
Mengajar, berbisnis, berorganisasi, dan kadang menulis. Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah | Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA.
Konten dari Pengguna
30 November 2019 11:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faozan Amar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pendidikan di Era Digital Foto: Glenn Carstens-Peters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pendidikan di Era Digital Foto: Glenn Carstens-Peters
ADVERTISEMENT
Sejak berdiri tahun 1912 hingga usia 107 tahun sekarang ini, Persyarikatan Muhammadiyah masih istikamah melaksanakan dakwah dengan core bisnisnya adalah pendidikan, kesehatan, sosial, filantropi, dan dakwah lainnya. Hingga sekarang, kiprah Muhammadiyah dalam dunia Pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga ke Perguruan Tinggi. Bahkan Taman Kanak-Kanak 'Aisyiyah Bustanul Athfal' (TK ABA), baru saja merayakan peringatan 100 tahun, karena didirikan 1919. Jumlah Lembaga Pendidikan Muhammadiyah; TK/TPQ 4.623, SD/MI 2.252, SMP/MTs 1.111, SMA/SMK/MA 1.291, Pondok Pesantren 67 dan Perguruan Tinggi 171 (www.muhammadiyah.or.id)
ADVERTISEMENT
Sebaran Pendidikan Muhammadiyah mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote dan dari kota-kota besar sampai ke daerah 3 T(terpencil, terjauh dan tertinggal).
Padahal jika melihat tujuan awal berdirinya Muhammadiyah adalah “Anyebaraken piwucalinpun Kanjeng Nabi Muhammad SAW wonten ing bumi Ngayogyakarto” (Nakamura, 1983). Dengan demikian, tingkat penyebaran dakwah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan telah melampaui cakupan wilayah Yogyakarta. Bahkan sekarang pendidikan Muhammadiyah telah go international dengan mempersiapkan pendirian Perguruan Tinggi di luar negeri.
Dakwah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan sejalan dan searah dengan salah satu tujuan dari Indonesia merdeka, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini juga relevan dengan tema peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia, yakni SDM unggul Indonesia maju dan visi Presiden Jokowi periode kedua yang memfokuskan kepada pembangunan sumber daya manusia. Karena itulah, tema milad 107 tahun Muhammadiyah yang jatuh pada 18 November 2019 adalah Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.
ADVERTISEMENT
Hal ini disadari betul oleh Persyarikatan Muhammadiyah bahwa kunci untuk menuju Indonesia berkemajuan adalah dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Banyak negara-negara maju karena kualitas sumber daya manusianya tinggi walaupun sumber daya alamnya terbatas. Begitu juga banyak negara-negara yang terbelakang karena sumber daya manusia rendah padahal sumber daya alam melimpah. Sementara Indonesia dianugerahi Tuhan dengan sumber daya alam melimpah dan jumlah penduduk yang besar, namun masih belum menjadi negara maju karena sumber daya manusianya masih belum sepenuhnya berkualitas.
Pemerintah juga telah menganggarkan dana Pendidikan secara maksimal. Tahun 2018 anggaran Pendidikan mencapai Rp. 444,1 triliun dari total Rp. 2.220,1 triliun belanja negara (npd.kemdikbud.go.id). Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 ayat 4 yang menyatakan bahwa “Anggaran Pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”. Karena itulah, kerja keras seluruh komponen bangsa sangat diperlukan untuk bersama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pendidikan Era 4.0
Salah satu gagasan dan implementasi pembaruan (tajdid) Pendidikan yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah diawal berdirinya tahun 1912 adalah penggunaan meja, kursi, dan kelas (classical room) untuk sarana belajar mengajar. Sedangkan untuk kurikulum, Muhammadiyah memadukan pendidikan agama dengan pendidikan umum. Sehingga pendidikan Muhammadiyah dapat eksis hingga hari ini. Kini dalam menapaki abad kedua, Pendidikan Muhammadiyah dituntut untuk menjawab tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 yang lebih kompleks dan kompetitif.
Pendidikan era 4.0 merupakan pendidikan yang bercirikan pada pemanfaatan teknologi digital (digitalisasi) dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan sistem siber (cyber system). Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran dapat berlangsung menjadi lebih mudah, cepat, dan berkelanjutan (kontinuitas) tanpa tersekat oleh batas ruang dan waktu. Sehingga proses pembelajaran bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun.
ADVERTISEMENT
Pendiri Alibaba Group, Jack Ma, dalam acara tahunan World Economic Forum 2018, menyatakan bahwa pendidikan merupakan tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan belajar mengajar, maka 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar. Pendidikan dan pembelajaran yang sarat dengan muatan pengetahuan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini terimplementasikan, akan menghasilkan anak didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin. Karena itu, jika pendidikan tidak mampu beradaptasi dengan zaman, maka akan ditinggalkan masyarakat.
Sedangkan tantangan yang dihadapi pada era pendidikan di era revolusi industri 4.0 adalah; pertama, secara global era digitalisasi akan menghilangkan sekitar 1-1,5 miliar pekerjaan sepanjang tahun 2015-2025 karena digantikannya posisi manusia dengan mesin otomatis (Gerd Leonhard, Futurist). Contohnya, penggunaan e-tol telah menghilangkan pekerjaan para penjaga pintu tol. Begitu pula adanya e-mail telah menghilangkan profesi kurir surat. Kedua, diprediksi pada masa yang akan datang, 65 persen murid sekolah dasar di dunia akan bekerja pada pekerjaan yang belum pernah ada di hari ini (U.S. Department of Labor report).
ADVERTISEMENT
Namun demikian, di balik tantangan tersebut juga ada peluang yang menyertai Pendidikan era revolusi industri 4.0, yakni; Pertama, pada era digitalisasi berpotensi memberikan peningkatan net tenaga kerja hingga 2.1 juta pekerjaan baru pada tahun 2025. Tentu saja peluang ini harus disiapkan dengan sumber daya manusia yang cerdas, terampil dan berkualitas. Kedua, terdapat potensi pengurangan emisi karbon kira-kira 26 miliar metrik ton dari tiga industri: Elektronik (15,8 miliar), logistik (9,9 miliar), dan otomotif (540 miliar) dari tahun 2015-2025 (World Economic Forum). Sehingga akan membuat lingkungan menjadi semakin bersih dan hidup menjadi mudah dan murah.
Karena itu, untuk menjawab tantangan dan peluang tersebut, Pendidikan Muhammadiyah perlu menjawabnya dengan semangat tajdid dan ijtihad dengan penuh kesungguhan. Muhammadiyah perlu menerapkan beberapa strategi yang digunakan untuk merespon tantangan dan peluang Pendidikan di era revolusi industri 4.0, yakni:
ADVERTISEMENT
Tantangan tersebut sudah mulai dijawab oleh Muhammadiyah. Hal ini ditandai saat resepsi milad 107 tahun 18 November kemarin, diluncurkan Muhammadiyah Online University (MOU). Ada tiga program studi yang menjadi cikal bakal MOU, yakni: Teknik Informatika, Kesehatan Masyarakat, dan Manajemen. Sementara program studi lain S1 sampai S3 sedang disiapkan.
Meminjam istilah Buya Syafii Maarif, walaupun Muhammadiyah adalah kelasnya pembantu Pemerintah, namun jika Pendidikan Muhammadiyah mampu menjawab tantangan pendidikan era revolusi industri 4.0 dengan baik dan benar, maka kita semakin optimis bahwa bangsa Indonesia akan semakin cerdas dan tercerahkan. Wallahu’alam.
ADVERTISEMENT