Keseharian Seorang Fotografer di Masjid Dian Al-Mahri

Faqih Thoriqulhaq
Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University Program Studi Komunikasi
Konten dari Pengguna
28 Maret 2022 21:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faqih Thoriqulhaq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keseharian pria bernama Junaedi berusia 37 tahun yang biasa dipanggil Edi merupakan seorang fotografer di Masjid Dian Al-Mahri atau biasa dikenal dengan sebutan Masjid Kubah Emas. Masjid Dian Al-Mahri adalah salah satu tempat wisata religi yang ada di Depok. Masjid ini terkenal karena memiliki kubah yang berlapis emas 22 karat setebal 2-3 milimeter dan mozaik kristal. Masjid ini juga diminati banyak para wisatawan karena kemegahan serta desain arsitekturnya yang memanjakan mata, tak heran kalau masjid ini sering dikunjungi terutama ketika bulan Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Edi tinggal di daerah Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok yang kebetulan memang tidak jauh dari Masjid Dian Al-Mahri, menurut penuturannya hanya lima menit menggunakan motor. Edi sudah berkeluarga dan mempunyai tiga anak, dua diantaranya adalah laki-laki dan satu perempuan. Kesibukannya sehari-hari selain menjadi fotografer di Masjid Dian Al-Mahri adalah membantu istrinya berjualan nasi uduk di pagi hari dan mengantar anaknya berangkat ke sekolah.
Pria 37 tahun itu sudah menjadi fotografer di Masjid Dian Al-Mahri selama 12 tahun terhitung sejak tahun 2010. Pekerjaan ia sebelum menjadi fotografer di Masjid Dian Al-Mahri adalah buruh pabrik. Edi meninggalkan pekerjaan sebelumnya, karena di pabrik tempat ia bekerja ada pengurangan karyawan yang mengharuskan beberapa karyawan harus di PHK. Kebingungan yang sedang melandanya karena harus mencari pekerjaan akhirnya mulai terlihat jawabannya, ia diajak oleh salah satu temannya yang bekerja sebagai fotografer di Masjid Dian Al-Mahri.
ADVERTISEMENT
Kegiatan sehari-hari sang fotografer dimulai dari pagi hari, ketika harus membantu istrinya berjualan nasi uduk di rumah, kemudian mengantar anaknya berangkat ke sekolah. Edi sendiri berangkat ke Masjid Dian Al-Mahri sekitar pukul 10 pagi ketika Masjid Dian Al-Mahri sudah dibuka dan pengunjung mulai berdatangan. Mulailah kegiatannya menawarkan jasa kepada para pengunjung, jasa foto yang langsung dicetak dihargai sebesar Rp20.000.
Edi mulai berkeliling mengitari area sekitaran Masjid Dian Al-Mahri. Mencari pengunjung yang ingin menggunakan jasanya, “ayo fotonya bisa langsung dicetak buat kenang-kenangan”, ujar pria 37 tahun itu sembari menghampiri beberapa pengunjung yang sedang berfoto. Menurutnya dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat semakin sulit mencari pelanggan, karena mereka sudah memiliki teknologi di tangan mereka sendiri berupa smartphone, namun ia tidak pernah patah semangat dalam mencari pelanggan.
ADVERTISEMENT
Menurut penuturan pria paruh baya tersebut dalam sehari kalau sedang ramai ia bisa mendapat pelanggan sampai sekitar 40, namun ketika sedang sepi hanya sekitar 10 saja. Edi selalu bersyukur dengan pendapatnya setiap hari, ia percaya kalau rejeki sudah ada yang mengatur. Sang fotografer juga menuturkan bahwa penghasilannya setiap hari mampu mencukupi dan menafkahi keluarganya.
Edi dikenal ramah oleh para pengunjung karena selalu tersenyum serta mengajak pengunjung untuk berbincang-bincang dengan diselipkan guyonan agar pengunjung tertawa, menurut penuturan Irfan salah satu pengunjung di Masjid Dian Al-Mahri. Ia juga tidak pernah terlihat kelelahan dan selalu bersemangat mengitari Masjid Dian Al-Mahri untuk mencari pelanggan, walaupun di bawah teriknya matahari. Sang fotografer di tengah-tengah kesibukannya mencari pengunjung, tidak pernah lupa kewajibannya sebagai muslim untuk menegakkan shalat ketika sudah waktunya.
ADVERTISEMENT
Kegiatan memotret para pengunjung ini berakhir ketika hari sudah mulai sore, sekitar pukul 17.30. Edi merapikan kembali alat-alat yang dipakai untuk bekerja seharian yang kemudian dilanjut dengan menghitung penghasilan hari itu. Ia juga tak lupa menunaikan sholat Maghrib sebelum pulang kerumah untuk bertemu dengan keluarganya.
Kegiatan sang fotografer yang cukup melelahkan ini selalu dijalankan dengan sebaik mungkin, menurutnya itu adalah resiko pekerjaan yang harus dijalani. Edi juga memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga yang harus menafkahinya dengan penghasilan yang halal, Pria 37 tahun itu berkata “gapapa capek, yang penting halal”, seraya tersenyum. Terakhir ia juga menambah, selain harus ikhlas kita juga selaku manusia harus terus berdoa kepada Allah SWT..
ADVERTISEMENT
Sumber : Dokumen Pribadi
Sumber : Dokumen Pribadi