Indonesia, Mari Menerima Takdir Hidup di Kawasan Penyelundupan

Farhan Fernandi
Mahasiswa Magister Sejarah Universitas Gadjah Mada dan Awardee LPDP 2022
Konten dari Pengguna
25 Desember 2022 15:24 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farhan Fernandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Bola Dunia dan indonesia, Foto: qimono, https://pixabay.com/images/id-2491989/
zoom-in-whitePerbesar
Foto Bola Dunia dan indonesia, Foto: qimono, https://pixabay.com/images/id-2491989/
ADVERTISEMENT
Dikutip dari portal DDTC News, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) melalui Operasi Laut Terpadu Jaring Sriwijaya telah menindak 191 kasus penyelundupan di area perbatasan Indonesia, Malaysia, dan Singapura pada bulan Januari hingga Oktober 2022. 191 kasus yang telah ditindak tersebut adalah penyelundupan minuman beralkohol, tembakau, narkotika, barang hasil hutan, barang hasil tambang, dan bahan bakar minyak.
ADVERTISEMENT
Membayangkan kondisi perairan laut jauh ke masa silam, Jennifer L. Gaynor menyatakan bahwa area perairan laut telah menjadi sejarah panjang yang mempengaruhi jaringan antar penduduk Asia Tenggara selama berabad-abad, sehingga dijadikan sarana untuk aktivitas perdagangan, perompakan, peperangan, dan diplomasi.
Kondisi tersebut telah berubah menjadi aktivitas ilegal ketika ditetapkannya hukum perbatasan laut pada masa Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda yang kemudian dilakukan dengan berbagai penindakan terhadap kasus penyelundupan.
Menghalau Penyelundupan Demi Kepentingan Koloni
Salah satu upaya memberantasan penyelundupan yang dilakukan pemerintah Kolonial Hindia-Belanda adalah menggagalkan penyelundupan opium. Upaya tersebut didasari oleh kebijakan monopoli opium yang menurut Abdul Wahid telah ditetapkan pada tahun 1915. Tujuan monopoli tersebut adalah memberikan keuntungan bagi kas pemerintah dan juga mengontrol peredaran opium di pasaran yang dapat mengganggu kesehatan rakyat.
ADVERTISEMENT
Upaya pemberantasan penyelundupan opium tersebut diwartakan oleh surat kabar Straits Budget ketika pihak berwajib berhasil menggagalkan penyelundupan opium di Banjarmasin pada bulan November 1924. Menurut surat kabar tersebut, pihak berwajib telah menemukan data penjualan opium ilegal yang mencapai lebih dari 100 persen setiap minggu. Setelah diselidiki, terdapat kegiatan penyelundupan opium melalui kapal uap yang berasal dari Singapura.
Upaya yang berkelanjutan dalam menjaga kepentingan koloni juga ditunjukkan ketika komoditas karet menjadi sektor penting bagi pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun Inggris sejak tahun 1920-an. Karet yang menjadi komoditas penting tersebut juga mengalami kasus serupa selayaknya opium.
Menurut surat kabar The Singapore Free Press and Mercantile Advertiser, pemerintah kolonial Inggris di Malaya merespon kebijakan pencegahan penyelundupan karet di sepanjang pantai Semenanjung Malaya agar tidak diselundupkan ke teritori Hindia-Belanda yang terus berlangsung sejak tahun 1920-an.
ADVERTISEMENT
Adanya penyelundupan karet yang tidak terkontrol tersebut dianggap merugikan pemerintah kolonial Inggris dan Belanda, sehingga ada gestur yang positif untuk bekerja sama antara pemerintah kolonial Hindia-Belanda dan Inggris agar saling mendukung kepentingan masing-masing sebagai akibat dari maraknya penyelundupan karet.
Masalah Penyelundupan yang Terwariskan
Kondisi serupa akan menunjukkan masalah yang berulang ketika perbatasan dan penyelundupan menjadi isu yang penting ketika berakhirnya kuasa kolonial. Perbatasan ditujukan guna menjaga kedaulatan negara, tetapi masih menunjukkan masalah yang terwariskan, yakni aktivitas penyelundupan yang terjadi di Kepulauan Riau.
Kepulauan Riau pada dasarnya sangat terikat dengan perekonomian selat sejak lama. Masalah perbatasan tidak dilihat sebagai masalah kedaulatan karena terikat dengan perekonomian selat di sekitar Semenanjung Malaya. Menurut surat kabar Straits Budget, Kepulauan Riau mendapatkan berbagai permintaan barang dari Singapura pada tahun 1955 hingga tahun 1980-an, seperti kelapa, kayu, karet, kopra, dan ikan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurut Michele Ford dan Lenore Lyons, Kepulauan Riau juga membutuhkan sayuran, beras, barang elektronik, serta pakaian dari Singapura dan Malaysia juga terjadi di tahun-tahun tersebut. Kondisi demikian memperlihatkan relasi penduduk selat selayaknya masyarakat yang kesehariannya berangkat dan pulang ke pasar melalui perahu maupun kapal untuk saling bertukar kebutuhan.
Tentu saja banyak sekali contoh perstiwa masyarakat di sekitar Selat Malaka, seperti halnya penyelundupan mobil mewah dan kayu hasil hutan. Menurut surat kabar Kompas, terdapat praktik penyelundupan 22 mobil mewah dari Singapura yang masuk ke Batam pada 20 Juni 2002. Masih dalam surat kabar yang sama, 70 persen industri mebel Malaysia pada tahun 2002 selalu menggunakan kayu ilegal yang berasal dari Sumatera.
ADVERTISEMENT
Masihkah Mau Menerima Takdir?
Contoh yang telah disebutkan demikian, mengenai penyelundupan opium, karet, kayu, dan barang kebutuhan lain di masa kolonial hingga berdirinya Republik Indonesia, selalu dicegah karena adanya proteksi demi kepentingan negara.
Menurut Jagdish Bhagwati dan Hansen, penyelundupan memang tidak harus berkaitan dengan moral karena banyak masyarakat yang sejahtera melalui penyelundupan. Hal tersebut terjadi karena adanya kesulitan terhadap akses untuk mendistribusikan barang di tingkat lokal dan pajak yang tinggi untuk ekspor-impor, sehingga secara tidak langsung penyelundupan dengan biaya distribusi rendah dan permintaan yang tinggi akan membuat masyarakat lebih memilih menyelundupkan barang-barang ke luar negeri.
Kondisi demikian membuat Indonesia harus menerima takdirnya berada di kawasan penyelundupan. Nada pesimis terus berbisik ketika kita mengetahui luasnya perairan di Indonesia dan minimnya kejujuran di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Namun, kita juga harus menerima takdir tentang keberadaan negara untuk mensejahterakan seluruh warganya. Penyelundupan yang terus diabaikan dapat mempengaruhi pendapatan negara, mempengaruhi harga barang, dan menganggu ketersediaan barang yang sudah ada.
Nampak jelas praktik penyelundupan dapat terus terjadi, sehingga akan menjadi pekerjaan rumah yang terus menumpuk untuk segera diselesaikan oleh para pemangku kebijakan dan masyarakat melalui upaya pengawasan pelabuhan, patroli, regulasi sistem pajak, dan kerja sama di tingkat regional.
Untuk saat ini, biarlah takdir negara berada di kawasan penyelundupan. Mereka terus menggerogoti. Sebagai bagian dari takdir tersebut, melawan segala bentuk penyelundupan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan kita bersama, harus terus dilakukan.
Referensi
Bhagwati, Jagdish & Hansen, (1973). “A Theoritical Analysis of Smuggling”, The Quarterly Journal of Economics, vol. 87, no. 2, hlm. 172-187.
ADVERTISEMENT
Ford, Michele Ford & Lenore Lyons, (2012). Smuggling Cultures in the Indonesia-Singapore Borderlands, dalam Barak Kalir & Marini Sur (Eds.), Transnational Flows and Permissive Polities: Ethnographies of Human Mobilities in Asia. Amsterdam: Amsterdam University Press.
Ganor, Jennifer L., (2014). “Maritime Southeast Asia Not Just A Crossroads”, Jurnal Education About Asia, vol. 19, no. 2 , hlm. 14-19.
Kurniati, Dian, DJBC Gagalkan Penyelundupan Barang Rp. 244 M di Perairan Indonesia Barat, diakses melalui https://news.ddtc.co.id/djbc-gagalkan-penyelundupan-barang-rp244-m-di-perairan-indonesia-barat-42470 diakses pada 08 Oktober 2022.
Kompas, “Malaysia Loloskan Kapal Pengangkut Kayu Ilegal”, edisi 6 Juni 2002, hlm. 20.
----------, "Empat Polisi Batam Ditahan", edisi 21 Juni 2002, hlm. 20.
Singapore Daily News, “Restriction of Rubber”, diakses melalui Newspaper Article - RESTRICTION OF RUBBER., Singapore Daily News, 14 January 1933, Page 5 (nlb.gov.sg) pada 12 Oktober 2022.
ADVERTISEMENT
Straits Budget, “Opium Smuggling”, diakses melalui Newspaper Article - Opium Smuggling., Straits Budget, 21 November 1924, Page 14 (nlb.gov.sg) pada 12 Oktober 2022.
The Singapore Free Press and Mercantile Advertiser, “Government and Rubber Smuggling”, diakses melalui Newspaper Article - GOVERNMENT AND RUBBER SMUGGLING., The Singapore Free Press and Mercantile Advertiser (Weekly), 25 April 1923, Page 261 (nlb.gov.sg) pada 12 Oktober 2022.
Wahid, Abdul, (2021). Politik Perpajakan Kolonial di Indonesia: Antara Eksploitasi dan Resistensi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.