Potensi Besar Kurikulum Pendidikan Berbasis Madrasah

Farhanah Fitria Mustari
Managing Director Yayasan Teman Saling Berbagi II Membuat hidup #MenjadiLebihBermakna bersama Yayasan Teman Saling Berbagi II Berbagi pesan kebaikan tentang hidup yang #SalingBukanSilang.
Konten dari Pengguna
12 Juli 2022 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farhanah Fitria Mustari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh: Farhanah Fitria Mustari (Research Fellow PSPK Batch 1)
Sumber: Foto Pribadi Penulis - Situasi Penelitian
Salah satu input pendidikan yang baik perlu menjabarkan secara lengkap maksud (objektif) yang hendak dicapai melalui sebuah kurikulum. Dalam pengertian lain, runtutan alur yang sistematis dari isi, proses, hingga evaluasi perlu menjadi satu kesatuan yang utuh. Ketidakmatangan pada salah satu alur akan mengakibatkan salah satunya pada kesenjangan bagi para guru, hal ini dikarenakan guru adalah pelaku utama dalam implementasi kurikulum. Tak terkecuali, Madrasah Swasta yang berada di bawah teritori Kementerian Agama perlu merefleksikan kembali apakah kurikulum berbasis keagamaan sudah terinternalisasi dengan baik hingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Kurikulum seperti ruh yang mampu menghidupkan peserta didik agar menjadi versi terbaik. Memang tidak mudah untuk merancang sebuah kurikulum pembelajaran yang tepat sasaran dan ditambah perlu ada unsur religiusitas di dalamnya. Pada konteks Madrasah Swasta terdapat dua sisi yang menjadi latar belakang perumusan kurikulum. Pertama, visi utama Madrasah yang berkaitan dengan kekuatan spiritual keagamaan memiliki peran penting di kultur masyarakat Indonesia secara historis. Kedua, keseragaman aspek karakter di kurikulum keagamaan khususnya di jenjang pendidikan tertentu. Dalam hemat saya, Madrasah Swasta perlu pembaharuan dalam meningkatkan kualitas kurikulum yang sesuai dengan kondisi peserta didik dan kebutuhan zaman.
Perumusan kurikulum dengan sistematika matang membutuhkan peranan manajemen edukasi yang efektif. Manajemen edukasi yang efektif berhubungan erat dengan keterampilan kepemimpinan. Artinya, perlu ada seorang manajer dalam konteks madrasah adalah wakil bidang akademik yang tidak hanya terampil meramu isi kurikulum namun juga dapat mendorong kolaborasi antar pihak.
ADVERTISEMENT
Salah satu masalah yang mencolok yang pernah saya temukan di lapangan pada saat berperan sebagai Research Fellow adalah terdapat perumusan kurikulum di awal tahun pengajaran yang terpisah tanpa ada koordinasi yang erat di madrasah. Hal ini kentara terjadi di Madrasah Swasta yang masih mengandalkan donasi/infaq sebagai penunjang fasilitas utama.
Temuan di lapangan menunjukkan para guru kurang mendapatkan pelatihan atau bimbingan teknis untuk memahami alur kurikulum yang baik dan juga terstandarisasi sesuai harapan Kemendikbud Ristek. Hal ini menyebabkan permasalahan manajemen koordinasi penyusunan kurikulum ini. Saya menemui di lapangan ketika kurikulum jenjang kelas 1-3 tidak dijadikan acuan untuk merancang kurikulum jenjang kelas 4-6. Seharusnya ada keterhubungan antar jenjang sehingga di penghujung tingkatan mampu mengorbitkan peserta didik dengan karakter dan kompetensi yang minimal siap untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Situasi Pembelajaran di Ruang Kelas (Sumber: Foto Pribadi Penulis)
Dalam realita yang ditemukan di lapangan, salah satu penyebab terjadinya masalah koordinasi penyusunan kurikulum di Madrasah Swasta terkait dengan faktor tunjangan. Ciri khas madrasah yang mengandalkan donasi/infaq adalah ketidakpastian dalam anggaran harian. Sehingga, ini diawali dari minimumnya kesejahteraan finansial guru yang mengakibatkan pada turnover sumber daya manusia (SDM) yang cepat dengan seleksi terbatas. Alhasil, proses transfer pengetahuan antar guru menjadi terputus khususnya di bagian kurikulum. Berbeda dengan tipe Madrasah Swasta yang berdasarkan iuran dan memiliki manajemen finansial yang memadai. Terdapat beberapa program yang disiapkan untuk berkolaborasi dan berbagi pengetahuan bersama antara guru senior - guru junior. Misalnya, saya menemukan pernyataan dari informan bahwa terdapat rapat kerja yang rutin dilakukan untuk menyelaraskan visi kurikulum antar tingkatan kelas.
ADVERTISEMENT
Tanpa disadari, hidden curriculum yang selama ini sudah berjalan di Madrasah baik Negeri maupun Swasta selalu mencakup pada ranah afektif yang mengarah pada pembentukan karakter positif siswa. Sehingga, pemahaman ilmu keagamaan tidak berhenti pada aspek kognitif namun juga memberikan ruang terbuka untuk melihat sudut pandang agama secara halus. Misal, pembiasaan mengaji sebelum kelas yang ditemukan di dua studi kasus penelitian memberikan gambaran adanya disiplin positif selalu menekankan pada aspek afektif. Contoh lain adalah kegiatan mengenal (tadabur) alam yang dihubungkan dengan unsur religiusitas dalam kitab suci memberikan pemaknaan pentingnya mencintai hal-hal di sekitar siswa. Selain itu, terdapat konsep dalam hidden curriculum yang tak kalah penting yakni keterampilan hidup (life skills) yang berarti suatu kemampuan bagi siswa untuk kelak dapat bertahan dan berkembang dalam masyarakat.
Suasana Proses Belajar Mengajar (Sumber: Foto Pribadi Penulis)
Mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam dapat menjadi potensi besar untuk menciptakan karakter Islam yang santun, berwelas asih, namun juga cerdas. Madrasah memiliki kesempatan untuk mengkampanyekan Islam yang membawa rahmat bagi sesama. Di madrasah, saya menemukan beberapa tambahan nilai baik seperti memasukkan unsur global namun tetap lokal. Misalnya, muatan bahasa yang tidak hanya Bahasa Arab namun juga Bahasa Inggris. Kemudian, adanya ekstrakurikuler di luar mata pelajaran wajib yang menguatkan potensi spiritualitas secara konsisten akan menciptakan peserta didik yang berakhlak. Hal ini bukan sesuatu yang mustahil karena pada dasarnya pola pendidikan Madrasah sudah terbentuk ketika dahulu masih berwujud pengajian sore/malam.
ADVERTISEMENT
Baik sekolah maupun madrasah berperan penting sebagai fasilitator dan akselerator untuk menciptakan peradaban hidup yang lebih sejahtera. Madrasah Swasta dengan beragam tantangan maupun persoalan perlu disikapi dengan hati yang ringan oleh pihak terkait. Sebab, bebenah kurikulum tidak pantas dilakukan dengan sikap tergesa-gesa. Perlu adanya refleksi bersama agar seluruh alur yang sempat dipaparkan di awal dapat terjalin dengan runtut. Namun, puas dengan satu pola yang bertahun-tahun sudah diterapkan juga tidak akan mendorong percepatan perubahan positif.
Artinya, pihak Yayasan atau Lembaga Swasta yang menaungi Madrasah Swasta perlu berperan aktif dalam memfasilitasi program pembelajaran seperti knowledge sharing dengan sesama Madrasah Swasta lainnya. Selain itu, Kementerian Agama melalui dinas terkait perlu mendukung ketersediaan sumber daya di lapangan agar proses pendidikan tidak sekedar berjalan di tempat. Sebab, tidak dipungkiri hingga saat ini beberapa Madrasah Swasta masih berada di hati beberapa masyarakat Indonesia yang memilih ekosistem pembelajaran berbasis agama Islam untuk anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Upaya penyempurnaan kurikulum di Madrasah Swasta dapat dilakukan secara bertahap, tidak perlu mengubah semuanya, bisa jadi poin refleksi terletak pada salah satu alur. Misalnya, di tahap evaluasi atau isi kurikulum (materi, media, metode). Agar dalam segala keterbatasannya, Madrasah di Indonesia bisa dipulihkan sebagai tempat mendidik siswa yang mempunyai kapasitas untuk menebar kebermanfaatan serta mencapai kebahagiaan karena kemampuannya menguasai diri.