Benang Merah Papah Novanto, Jennifer Dunn, dan Sepakbola Italia

Faridhian Anshari
Dosen dan Peneliti kajian Sport Communication. Founder dari Studialogy.com serta Creator KMB (Konferensi Meja Bola) Sebuah ajang diskusi sepakbola
Konten dari Pengguna
21 November 2017 17:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faridhian Anshari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Timnas Italia di Euro 2012. (Foto: AFP/Christof Stache)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Italia di Euro 2012. (Foto: AFP/Christof Stache)
ADVERTISEMENT
Seperti layaknya berita artis yang selalu menyantap headline pemberitaan media, kisah kasih percintaan yang dibalut aroma skandal menjadikan berita tersebut lebih yahud untuk disantap. Beragam teori jurnalistik ucapkali mengatakan bahwa unsur 3S, Sport, Sex, dan Scandal adalah hidangan istimewa yang dijamin akan membawa kenikmatan tersendiri untuk publik sebagai konsumennya. Dalam rentang penghujung bulan November 2017, beragam cerita yang menjadi list menu menarik sebagai santapan lezat pembaca setiap kali membuka laman demi laman berita yang tertuang dalam gadget mereka.
ADVERTISEMENT
Jika yang suka dunia politik, cerita manusia belut (beberapa orang sih menjulukinya seperti itu), yang kerapkali ditulis dengan nama Papah Novanto, lebih karena beberapa orang takut terkena somasi layaknya gambar meme yang menyebar keseluruh penjuru negara, menjadi berita utama yang ditunggu-tunggu. Kisah tragisnya dengan tiang listrik yang tertanam dengan indah di Permata Hijau (yang jelas tidak bersalah) menjadi berita yang dicari-cari dan sempat menjadi headline di hampir seluurh media online. Kisah papah yang mencari sensasi dengan jalan “sakit” menjadi gunjingan dan candaan tersendiri untuk publik. Ya, walaupun akhirnya pada minggu malam (19/11) berhasil dibawa ke rutan KPK, publik masih terpana dengan 1001 jurus “ngeles” yang dipercaya suatu hari bisa dijadiin film dan ditonton satu kampung lewat layar tancep.
Setya Novanto (Foto: Andri Nurdriansyah/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto (Foto: Andri Nurdriansyah/AFP)
Selesainya babak papah yang kerap dicap sebagai salah satu skandal korupsi tersulit yang dihadapi KPK, memunculkan headline lain yang tidak kalah lezatnya dibandingkan punya papah. Nama Jennifer Dunn tiba-tiba mencuat di antara berita ringan weekend. Gadis cantik yang dulu kerap wara-wiri di FTV dan menjadi pujaan beberapa pemuda tanggung yang kesehariannya diisi dengan menghayal berpacaran dengan artis, menjadi nama yang diburu oleh publik. Artis yang konon pernah masuk bui karena narkoba, dikabarkan kena labrak dan didorong oleh seorang gadis muda ditengah-tengah keramaian di sebuah pusta perbelanjaan. Dorongan yang cukup keras dan disertai kata-kata “I Hate You So Much!” dengan secepat lari Flash dalam film Justice League menjadi viral dan sudah menggema di media online. Balutan berita yang melibatkan unsur “sex” akhirnya terkuak dan terbuka tabirnya setelah sang pelabrak dikenali sebagai anak dari laki-laki yang dipacari oleh Jennifer. Istilah “Palakor (Perebut Laki Orang)” kembali mencuat dan bersemayam dalam image Jenifer Dunn. Tragis sebenarnya, lama tidak telihat batang hidungnya, eh malah ngetop karena diisukan menjadi penghancur rumah tangga orang lain.
ADVERTISEMENT
Mundur ke beberapa hari sebelumnya, hidangan yang tidak kalah empuk yang menjadi pergunjingan dan pembicaraan, baik eksekutif muda yang bekerja di area elit SCBD, mahasiswa yang berkutat dengan drama skripsi tiada akhir di area Jagakarsa, hingga para driver ojek online yang mangkal di warung kopi sepanjang jalan Pasar Minggu. Negara italia mendadak tenar, bukan karena ada pembagian Pizza gratis, namun karena Italia dipastikan terhempas dari ajang empat tahunan Piala dunia 2018. Banyak suara yang mengatakan ini adalah skandal terbesar Piala Dunia, ada pula yang mengatakan ini adalah permainan belakang orang FIFA yang benci dengan Italia. Dibalik itu semua, nasi sudah menjadi bubur, silakan menikmati pertengahan tahun 2018 tanpa kehadiran pesepakbola yang memakai baju biru dirumput hijau milik Russia.
ADVERTISEMENT
Foto Gianluiggi Buffon yang sedang menangis seolah menjadi simbol publik sepakbola yang sedih melihat mantan juara dunia 2006 tidak akan hadir melawan puluhan tim nasional lain di Russia. Namun, dibalik tangis berkepanjangan, timbulah amarah besar dari publik Italia yang menjadi bara api yang siap memanggang siapa saja. Amarah disertai rasa frustasi dari publik (dimana sepakbola menjadi agama dan keseharian mereka) merujuk kepada dua nama besar yang dirasa bertanggung jawab penuh terhadap kisah pilu tim nasional mereka. Nama pertama yang jelas menjadi sasaran adalah Gian Piero Ventura. Pelatih gaek yang dulu lebih dikenal karena menjadi nahkoda dari beberapa klub papan tengah Liga itali ini, harus menanggung malu karena diserang desakan mundur dari publik. Uniknya, Mbah Ventura bahkan sempat berucap kalau ini bukan murni kesalahannya, tapi kesalahan dari penggunaan taktik ketika melawan Swedia. Pertanyaannya siapa yang membuat taktik? Situ bukan? (ngigau dia). Sisanya dapat ditebak sendiri, mundur menjadi jalan paling aman buat Ventura yang mungkin musim depan dapat melatih klub di level Lecce, vicenza, atau Venezia (plis jangan latih Parma!).
ADVERTISEMENT
Nah, nama kedua yang menjadi “benang merah” sesuai judul tulisan ini adalah Carlo Tavecchio. Siapa dia? Orang awam tidak akan kenal. Tapi orang yang paham sepakbola dan mengikuti cerita Italia akan mengenal jelas nama orang ini. Tavecchio lah orang yang dianggap sebagai sumber dari hancurnya tim nasional Italia. Okelah, dia orang yang berhasil membujuk Antonio Conte dari Juventus untuk mau membesut tim Azzuri. Namun, dia juga orang yang smaa yang membuat Antonio Conte mundur dari jabatannya, dan mendarat di London dalam balutan kaus biru lainnya, Chelsea. Yup, Carlo Tavecchio adalah predisen FIGC (PSSI-nya Italia).
Layaknya terdakwa yang menjadi sumber kebencian satu negara, Tavecchio benar-benar jago dan harus berkilah untuk menyelamatkan mukanya. Ia tidak mau mundur begitu saja dari kursi jabatan yang didapatkannya dengan susah payah. Sebelum didadakannya rapat ekslusif tertutup dari pejabat FIGC pada senin (20/11), Tavecchio menolak untuk menjadi penebusan dosa Ventura. Berkali-kali dia menolak untuk dilengserkan dan berbicara mengenai betapa banyaknya peranan dia dalam persepakbolaan Italia. Seperti yang dilansir dari beberapa media italia, Tavecchio menjelaskan bahwa ialah orang yang membuat Liga italia mendapatkan porsi 4 klub di keikutsertaan Liga Champion Eropa. Dia juga menyeruakan “kepahlawanannya” ketika dulu menyurati Sepp Blater selaku Presiden FIFA (yang sama ironisnya) mengenai Video Assitant Refree (VAR) yang sudah diterapkan di Liga Italia dan berbagai Liga lain.
ADVERTISEMENT
Masih banyak cerita “heroik” yang dikumandangkan oleh Tavecchio, yang ketika tulisan ini dibuat sudah resmi diberhentikan sebagai presiden FIGC, dan dijamin beliau dapat “sedikit” hidup tenang. Namun, jika kita mencermati sifat “ngeles” (bahasa kekinianya Defence) yang diterapkan Tavecchio mengingatkan kita yang di Indonesia dengan siapa? Yup, mirip ya sama jurus ngelesnya papah Novanto. Walaupun boleh diakui kalau papah jurusnya lebih lihai dan dicelupkan unsur tragis didalamnya (unsur tragis diidentifikasikan dengan nuansa rumah sakit). Tapi kelihaiannya dalam melewati KPK, akhirnya kecele juga. Ditangkapnya papah, dan dijebloskan ke dalam Rutan KPK, seolah menjadi goal kemenangan dikala Injury time yang ditunggu – tunggu penonton.
Jennifer Dunn dilabrak oleh anak Faisal Harris (Foto: Instagram/@Shafaharris)
zoom-in-whitePerbesar
Jennifer Dunn dilabrak oleh anak Faisal Harris (Foto: Instagram/@Shafaharris)
Jika hubungan Italia dengan papah sudah terkuak, mana kaitannya dengan si cantik Jennifer Dunn? Jawabannya bukan terletak pada Jennifer, tapi lebih tepat jika merujuk dari kalimat yang dilontarkan oleh Shaffa (sang gadis pendorong Jennifer). Kalimat “I Hate You So Much!” seolah menjadi luapan dari rasa amarah Shaffa karena kelakukn Jennifer yang diduaga menjadi wanita idaman ayahnya. Akibatnya, ia dan ibunya menjadi sedikit terlantar dan keharmoniasan keluarganya menajadi runyam. Kalimat sakti tersebut seolah menggambarkan rasa sakit hati, amarah, dan kecewa, dari seorang anak kepada wanita yang diduga merusak keluarganya. Saya sih yakin, sebenarnya kalimat tersebut akan sama maknanya, dan akan tepat suasannya jika dilontarkan oleh jutaan warga Italia kepada Tavecchio: “We Hate You So Much!”
ADVERTISEMENT
Finally, untuk sementara kisah skandal berbalut sepakbola itu usai sudah, Tavecchio mundur, dan Italia menjadi penonton di musim panas depan. Namun, semoga penggantinya bukan sekaliber papah ya, dan jangan sampai jadi kebiasaan cuma jadi penonton ajang sepakbola tanpa terlibat didalamnya, seperti kita di Indonesia.
------------
Penulis merupakan dosen serta peneliti kajian Sport Communication di Fakultas Ilmu komunikasi Universitas Pancasila. Selain itu penulis juga merupakan founder dari media studialogy.com serta creator ajang diskusi rutin sepakbola KMB (Konferensi Meja Bola).