Hak Waris Janin dalam Perspektif Hukum Perdata

Faris Abdurrahman
Mahasiswa Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
29 November 2022 13:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faris Abdurrahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini terjadi pada salah satu anggota keluarga, seperti ayah, ibu, ataupun anak. Apabila seseorang meninggal dunia kemudian meninggalkan harta kekayaan, maka ahli waris berhak untuk memiliki harta kekayaan tersebut. Lalu bagaimana jika tidak ada ahli waris yang berhak menerima warisan kecuali janin yang berada di dalam kandungan?
ADVERTISEMENT
Undang-undang No. 39 tahun 1999 pasal 53 ayat 1 menyatakan bahwa, "Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya." Anak dalam kandungan yang dimaksud adalah janin yang nantinya akan tumbuh dan berkembang selayaknya manusia. Berapapun usianya, janin harus dipertahankan untuk hidup selagi tidak membahayakan kondisi ibu dan dapat terlahir ke dunia tanpa membahayakan nyawa keduanya.
https://www.istockphoto.com/id/foto/janin-manusia-gm518355640-89985229
Janin dalam kaitannya dengan waris-mewarisi yaitu menggantikan kedudukan orang yang meninggal dunia dalam kepemilikan harta bendanya. Manakala orang tersebut tidak mempunyai ahli waris lain kecuali si janin, maka janin tersebut berhak menjadi ahli waris utama. Dengan syarat, janin tersebut tumbuh dan berkembang menjadi bayi yang hidup.
Hal tersebut senada dengan pernyataan hukum perdata yang menempatkan kedudukan janin untuk menggantikan ahli waris sebagai penerima warisan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) pasal 2 menyatakan bahwa, "Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah telah ada." Secara tidak langsung pasal tersebut menyatakan bahwa janin yang masih di dalam kandungan tidak kehilangan hak-hak yang berhubungan dengan kepentingan anak. Lalu apakah semua janin berhak mendapatkan warisan?
ADVERTISEMENT
Menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 43 ayat 1 dijelaskan bahwa, "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya." Kemudian pasal tersebut diuji materinya, sehingga keluar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-IX Tahun 2011 yang menyatakan bahwa, "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."
Pemberian perlindungan dalam hukum perdata sangatlah penting. Karena hukum perdata mengatur hak warga negaranya. Secara tidak langsung hal ini juga mengatur hak janin. Karena janin melekat pada rahim perempuan yang berada dalam suatu negara, maka janin sama seperti seorang anak atau orang dewasa sebagai anggota masyarakat. Janin juga memperoleh hak. Namun janin tidak dapat melindungi hak-haknya seperti orang dewasa, oleh karena itu diperlukan bantuan orangtuanya untuk mengurusi hak janin tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak ditemukan secara jelas status dan bagian hak waris anak dalam kandungan, sedangkan Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa anak dalam kandungan berhak mendapatkan hak waris dan bagiannya setara dengan anggota keluarga lainnya.