RAPBN 2018 Tidak Berpihak pada Daerah

Farouk Muhammad
Wakil Ketua DPD RI Senator DPD Provinsi NTB Guru Besar PTIK/STIK dan UI Purnawiran Polisi (Irjen. Pol)
Konten dari Pengguna
14 September 2017 8:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farouk Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai wakil daerah salah satu konsen saya adalah postur anggaran negara yang berpihak pada dan menjamin kesejahteraan daerah. Sayangnya dalam RAPBN 2018 terjadi stagnasi bahkan pengurangan signifikan proporsi alokasi dana transfer daerah dan dana desa.
ADVERTISEMENT
Untuk dana transfer daerah termasuk dana desa, RAPBN 2018 menetapkan sebesar Rp 761,1 Triliun. Angka ini di bawah belanja Kementerian/Lembaga (K/L) pada Belanja Pemerintah Pusat yang tercatat sebesar Rp 814,1 Triliun. Padahal tahun sebelumnya (TA 2016 dan TA 2017) Pemerintah sempat membanggakan bahwa alokasi dana transfer ke daerah lebih besar dari belanja K/L sebagai bentuk keberpihakan negara pada daerah. Lalu, mengapa TA 2018 anjlok?
Untuk dana desa, realisasinya baik di APBN 2017 dan APBN-P 2017 maupun pada RAPBN 2018 tetap di angka Rp 60 Triliun (6%). Padahal Pemerintah Jokowi telah berjanji dan bersepakat untuk mengalokasikan dana desa secara bertahap masing-masing pada TA 2015 sebesar 3%, TA 2016 sebesar 6%, dan TA 2017 sebesar 10%. Kita bisa memahami jika realisasi TA 2017 baru mencapai 8,5%, tapi kenapa untuk TA 2018 stagnan alias tidak ada peningkatan?
ADVERTISEMENT
Saya melihat Pemerintah ‘terlalu royal’ mengalokasikan dana Non K/L yang mencapai Rp 629,2 Triliun. Selain itu, sejumlah lembaga/kementerian mengalami kenaikan anggaran yang siginifikan—untuk tidak dibilang fantastis—yaitu DPR yang naik dari Rp 3,8 Triliun menjadi Rp 5,7 Triliun, KPU dari Rp 3,3 Triliun menjadi Rp 8,3 Triliun dan Bawaslu dari Rp 1,9 Triliun menjadi Rp 5,6 Triliun, padahal anggaran tersebut belum untuk penyelenggaraan Pemilu/Pilpers akan tetapi baru untuk penyelenggaraan Pilkada, yang sebagiannya dibiayai APBD. Selain itu, peningkatan lainnya ada pada anggaran BKKBN dari Rp 2,2 Triliun menjadi Rp 5,5 Triliun. Sementara anggaran kementerian yang naik cukup besar adalah Kemenhub dari Rp 36,7 Triliun menjadi Rp 48,2 Triliun dan Kemensos dari Rp 17,2 Triliun menjadi Rp 34 Triliun.
ADVERTISEMENT
Kenaikan anggaran sejumlah K/L dan Non K/L tersebut terang saja menyedot agregat RAPBN 2018 dan disayangkan mengurangi proporsi dana transfer daerah termasuk dana desa. Ini menunjukkan RAPBN 2018 tidak (lagi) berpihak pada daerah. Hal ini tentu ironis dan sangat disayangkan.
Dalam hitungan DPD, Pemerintah sebenarnya masih berpeluang meningkatkan pendapatan negara dari Rp 1.878,4 Triliun menjadi sekitar Rp 1.900 Triliun (dengan catatan bukan lalu berarti dilakukan dengan cara sewenang-wenang dengan menekan wajib pajak).
Kelebihan tersebut bisa digunakan untuk dana desa. Jangan karena ada kasus korupsi pada beberapa desa lalu semua desa harus menerima "sanksi". Berkenaan dengan kasus-kasus korupsi dana desa sendiri, saya pribadi juga memberi catatan agar dana tersebut benar-benar diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat terutama pengentasan kemiskinan. Catatan ini didasarkan pada realitas pemanfaatan dana desa yang dominan untuk infrastruktur dalam dua tahun ini (90% pada TA 2016 dan 70% pada TA 2017).
ADVERTISEMENT
Saya berharap Pemerintah tetap pada komitmennya untuk memprioritaskan pembangunan daerah yang tercermin dari politik anggaran negara. Komitmen ini perlu untuk selalu diingatkan—dan ditagih—karena sejatinya pembangunan kesejahteraan rakyat itu fokus dan lokusnya di daerah.