Konten dari Pengguna

Budaya Bakar Tongkang di Riau: Warisan Budaya yang Sarat Makna

Fathia Layli
Mahasiswi Universitas Pamulang
12 Desember 2024 13:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathia Layli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: AI
zoom-in-whitePerbesar
Source: AI
ADVERTISEMENT
Budaya Bakar Tongkang adalah tradisi unik yang berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Indonesia. Ritual ini merupakan salah satu perayaan budaya yang kaya akan nilai sejarah, religius, dan sosial, serta menjadi daya tarik wisata budaya baik bagi masyarakat lokal maupun internasional.
ADVERTISEMENT
Asal Usul Tradisi
Tradisi Bakar Tongkang bermula pada akhir abad ke-19 ketika komunitas Tionghoa Hokkien bermigrasi ke kawasan Bagansiapiapi, Rokan Hilir. Mereka datang untuk mencari penghidupan baru, membawa keyakinan, budaya, dan tradisi leluhur. Salah satu kisah yang melatarbelakangi ritual ini adalah kisah para leluhur yang memutuskan menetap di Bagansiapiapi setelah membakar kapal mereka sebagai simbol tak akan kembali ke tanah asal.
Pelaksanaan Ritual
Bakar Tongkang digelar setiap tahun pada tanggal 16 bulan 5 kalender Imlek. Perayaan ini berlangsung di Kelenteng In Hok King, yang menjadi pusat ritual. Puncak acara adalah pembakaran replika tongkang atau perahu yang telah dihias dengan ornamen warna-warni dan simbol-simbol keberuntungan.
Sebelum pembakaran, terdapat prosesi arak-arakan yang melibatkan warga dan para pengunjung. Replika tongkang diarak keliling kota dengan iringan musik tradisional, tarian naga, dan barongsai. Setelah prosesi, tongkang dibakar di lapangan terbuka dengan doa-doa dipanjatkan kepada Dewa Ki Hu Ong Ya dan Tai Su Ong, dewa pelindung dan penjaga komunitas.
ADVERTISEMENT
Makna Filosofis
Pembakaran tongkang melambangkan semangat keberanian dan komitmen penuh untuk memulai hidup baru. Ritual ini juga merupakan wujud rasa syukur masyarakat Tionghoa atas rezeki dan perlindungan yang telah diberikan oleh para dewa.
Selain itu, arah jatuhnya tiang utama perahu setelah terbakar menjadi simbol ramalan bagi masa depan. Jika tiang jatuh ke arah laut, dipercaya bahwa keberuntungan akan datang dari perantauan atau luar negeri. Sebaliknya, jika tiang jatuh ke arah daratan, keberuntungan diharapkan berasal dari usaha di dalam negeri.
Daya Tarik Wisata
Tradisi Bakar Tongkang menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya, termasuk wisatawan mancanegara. Festival ini tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal. Penginapan, restoran, dan sektor jasa lainnya mengalami peningkatan aktivitas selama festival berlangsung.
ADVERTISEMENT
Pemerintah daerah dan masyarakat setempat bekerja sama untuk menjaga keberlangsungan tradisi ini. Bakar Tongkang kini telah diakui sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki potensi besar untuk mendukung pariwisata nasional.
Tantangan Pelestarian
Meskipun memiliki nilai budaya tinggi, pelestarian tradisi ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk modernisasi, urbanisasi, dan pergeseran minat generasi muda. Namun, upaya edukasi dan promosi budaya terus dilakukan untuk memastikan tradisi ini tetap hidup dan relevan.
Kesimpulan
Bakar Tongkang bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga cerminan perjalanan sejarah dan kekayaan budaya masyarakat Riau, khususnya di Bagansiapiapi. Tradisi ini mengajarkan keberanian, rasa syukur, dan kebersamaan, yang menjadikannya salah satu warisan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan.
Melalui tradisi seperti ini, Indonesia menunjukkan kepada dunia betapa kaya dan beragamnya budaya yang dimiliki, mempererat hubungan antarkomunitas, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga tradisi leluhur.
ADVERTISEMENT