Rindu, Bosan, dan Kesadaran

Fathin Robbani Sukmana
Penulis dan Pengamat Kebijakan Publik, Manajer Riset, Publikasi dan Media di Seknas LS-VINUS
Konten dari Pengguna
9 April 2021 16:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathin Robbani Sukmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi orang mengenakan masker. Foto: JEENAH MOON/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang mengenakan masker. Foto: JEENAH MOON/REUTERS
ADVERTISEMENT
Lebih dari satu tahun, Indonesia dilanda virus Covid-19, masyarakat sudah mengalami berbagai dinamika yang luar biasa. Mulai dari ketakutan, bekerja dari rumah, perubahan sosial dan kehidupan bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
Tentu semua ini membuat bosan termasuk saya. Akhirnya, saya mengobati rasa bosan tersebut dengan menonton beberapa video di youtube. Akhir-akhir ini saya sering mendengarkan lagu speechless yang dinyanyikan oleh Naomi Scout di kanal Youtube. Hingga saya menemukan satu video yang membuat saya rindu masa sebelum pandemi.
Rindu
Ya, saya menemukan acara penganugerahan oleh net tv, yaitu net 3.0. Saya mencoba menonton satu persatu potongan video yang diselenggarakan oleh TV besutan Wishnutama. Dengan sajian yang memukau saya menjadi ikut menikmati musik sama seperti orang-orang dalam video tersebut.
Mereka bernyanyi, berjingkrak hingga berteriak saat penampilan pertama dibawakan oleh Jessie J yang berjudul bang bang, dilanjutkan lagu gue kece dengan dance yang hebat dan inovatif. Saya jadi sangat merindukan masa-masa itu.
ADVERTISEMENT
Setelah selesai menonton satu persatu Indonesia Choice Award hingga NET 5.0, saya menemukan lagi video yang membuat saya merindu pada masa-masa sebelum Covid. Yaitu tayangan konser Sheila On 7 yang bertajuk kisah klasik.
Konser tersebut amat meriah dan seru, apalagi ketika lagu yang berjudul melompat lebih tinggi dinyanyikan bersama kotak, semua sheila genk yang hadir bernyanyi dan berteriak dengan histeris karena memang aransemen yang cukup epic.
Terakhir, tayangan yang saya lihat adalah pembukaan Asian Games 2018. Entah sudah berapa kali saya memutar ulang video ini. Karena saya yakin, kita masih terngiang-ngiang dengan pembukaan yang spektakuler dan berkebudayaan, dan menandakan ternyata masih banyak orang Indonesia yang hebat-hebat.
Untuk pembukaan Asian Games, memang saya sedikit menyesal. Waktu itu saya tidak bisa menonton langsung karena harus bekerja, bahkan saya juga menyesal ternyata event itu cukup terkenang hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Apalagi, ketika aksi Presiden Jokowi yang luar biasa, lalu para penari yang hebat yang membuat semua negara Asia mengingat pembukaan Asian Games 2018 begitu hebat dan membekas. Mungkin paling berbudaya dalam sejarah pagelaran olahraga Asia tersebut.
Ah, orang-orang Indonesia memang dipenuhi karya yang hebat-hebat, bahkan sudah dibuktikan di kancah internasional. Kita semua rela menikmati, berkumpul, berteriak gembira ketika acara-acara itu dimulai.
Mulai Bosan
Namun sayang, saat ini kita sudah mulai terbiasa dengan kebiasaan baru akibat Covid-19, berkumpul dan hadir di konser-konser sudah menjadi hal yang aneh. Bahkan kita terbiasa melihat konser-konser virtual kekinian.
Ya, cukup membosankan dengan keadaan seperti ini, sudah satu tahun lebih sekolah tidak didatangi oleh murid-murid yang riang gembira, perpustakaan kampus yang biasa ramai oleh mahasiswa tingkat akhir saat ini sepi bak tak ber-penghuni.
ADVERTISEMENT
Saya jadi membayangkan, jika nanti ada pembukaan Piala dunia U-21, tidak akan semeriah pembukaan Asian Games 2018. Bagaimana mau meriah, penontonnya saja dibatasi dan mungkin saja menonton dari rumah.
Loh kok pesimis sih?, Iya lihat saja, jangankan untuk Piala Dunia, kompetisi sepak bola saat ini saja tidak ada riuhnya suporter yang mendukung. Berisiknya nyanyian dan yel-yel yang biasa dilakukan suporter tidak pernah kita dengar lagi. Ya, efek kebiasaan baru yang membosankan
Ada hal lain juga yang cukup membosankan, saya sebagai aktivis juga rindu acara-acara tatap muka. Kalaupun ada, mengurus izin acara tersebut sulitnya minta ampun. Bahkan sempat deg-degan karena takut diusir oleh petugas. Kecuali mungkin acara yang isinya pejabat *eh.
ADVERTISEMENT
Belum lagi, kepanikan warga yang menyelenggarakan pernikahan karena tidak mendapat izin dari gugus tugas setempat. Apalagi jika tamu yang datang cukup banyak. Pasti ada rasa takut dibubarkan apalagi oleh hansip setempat. Ah, mungkin biar tidak dibubarkan harus mendatangkan seorang pemimpin kali ya hihi *eh.
Saatnya Bangun Kesadaran
Tapi mau bagaimana lagi, ini demi kesehatan bersama. Cara kita peduli terhadap tenaga kesehatan yang berjuang penuh menghambat laju pandemi ya seperti ini. Harus jaga jarak, pakai masker dan tidak berkerumun.
Tetapi, kalau terlalu lama seperti ini juga saya jadi khawatir. Khawatir di masa depan kita terbiasa menonton konser dari rumah. Tidak ada teriakan dan loncat-loncat di antara kerumunan penonton. Semua harus berjarak dan tidak boleh berdekatan.
ADVERTISEMENT
Saya juga takut, biaya pernikahan akan semakin naik karena harus menambah aksesoris masker yang senada dengan baju pengantin. Belum lagi harus izin ini dan itu karena akan mengundang orang banyak. Ah merepotkan.
Tapi, saya berharap, pandemi segera berlalu. Tentu saya yakin banyak yang rindu masa-masa sebelum pandemi. Saatnya kita jaga diri, keluarga dan lingkungan kita. Tahan dulu mudiknya, tahan dulu jalan-jalannya.
Tetap kita ikuti protokol kesehatan, ikuti segala yang kita ikhtiarkan, ya contohnya ikut program vaksinasi untuk mengurangi laju Covid ini. Berat? Tentu. Namun apakah kita masih mau bertahan seperti dengan rasa bosan seperti ini?
Fathin Robbani Sukmana, Penulis