Kemapanan Sistem Peredaran Narkoba dan Upaya Merusaknya

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
12 Agustus 2021 8:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto ganja Aceh. Dok Agung Suseno
zoom-in-whitePerbesar
Foto ganja Aceh. Dok Agung Suseno
ADVERTISEMENT
Siang itu, saya duduk manis di kursi kerja. Kopi hitam sesekali saya seruput sambil membaca tabel-tabel data peredaran narkoba di Jakarta. Sementara beberapa asesor medis sedang sibuk di meja kerja sebelah melakukan wawancara terhadap klien rehabilitasi dari salah satu kantor polisi di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Secara sengaja saya memang berusaha mencuri dengar proses wawancara tersebut. Kali ini seorang klien penyalahguna narkoba yang ditangkap petugas adalah seorang pria dewasa. Dari gaya bicaranya saat menjawab, saya langsung menduga jika yang bersangkutan berasal dari kelas menengah atas.
Lamat-lamat, saya memastikan bahwa klien adalah lulusan sarjana kampus negeri ternama di Indonesia dan lulusan master dari Australia. Rasa penasaran akhirnya membuat saya melakukan wawancara informal dengan klien rehabilitasi tersebut secara langsung. Ternyata, dia adalah teman baik dari teman baik saya. Dia mengenal cukup baik teman-teman saya begitu juga sebaliknya.
Klien tersebut adalah pemakai ganja aktif, sangat aktif. Merokok ganja laksana merokok kretek bagi perokok umumnya.
Tampaknya ganja sudah beradaptasi dengan cukup sempurna atas kondisi tubunya. Menurut pengakuannya, tidak ada reaksi yang berlebihan dibandingkan dengan pengguna ganja lain yang menggunakan ganja dengan intensitas yang sama. Tapi, untuk soal kecanduan, menurut dokter itu sudah pasti. Karena faktanya, dia juga tidak mengalihkan kebiasan merokoknya ke jenis rokok yang lain.
ADVERTISEMENT
Masih menurut dokter asesor, perlu observasi lebih untuk memastikan terkait dampak candu ganja kepada klien tersebut. Proses asesmen yang hanya hanya dilakukan sekali belum dapat menilai klien dengan lebih dalam karena sentuhan person to person antara asesor dan klien belum terjalin. Klien belum sepenuhnya jujur atas pengakuan pertamanya. Reaksi tubuh seseorang terhadap zat psikoaktif memang selalu berbeda.
Saya semakin penasaran sudah berapa lama teman dari teman-teman saya ini memakai ganja. Tuturnya sudah dua puluh tahun menggunakan ganja. Dalam satu hari sekitar menghisap sepuluh lintingan ganja. Dia juga menjelaskan mempunyai penyuplai tetap ganja. Dia tidak membeli langsung, tapi melalui orang dekatnya.
Saya membayangkan, selama dua puluh tahun dia menggunakan narkoba tanpa pernah sekalipun berurusan dengan petugas. Artinya, ada sistem peredaran narkoba yang cukup mapan yang terjadi di lingkungannya.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa alasan kenapa kemapanan sistem peredaran narkoba ini terjadi. Pertama, sistem peredaran narkoba berbentuk sel terputus. Seperti pengakuan pengusaha muda tersebut, ganja yang dia peroleh berasal dari orang dekatnya. Orang dekatnya tersebut juga bukan pemakai ganja. Benar-benar hanya perantara. Jadi, dia tidak berhubungan langsung dengan penjual ganjanya.
Model hubungan terputus memang kerap dilakukan sebagai upaya memutus hubungan langsung dengan jaringan pengedar. Apalagi, pengguna seperti klien rehabilitasi ini mempunyai peer group yang cukup ekslusif, kelas menengah atas, dan cenderung individualistik.
Alasan kedua kemapanan sistem peredaran narkoba ini terjadi adalah karena model khas jaringan peredaran narkoba memang gelap dan sulit terpantau secara langsung. Satu-satunya yang tidak gelap dalam sistem peredaran narkoba adalah narkoba itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Segelap apapun proses komunikasi dan bahkan sistem transaksi keuangan yang juga dapat dimanipulasi, narkoba sendiri bersifat materi dan disitulah peluang untuk mendeteksi keberadaan narkoba. Dua alasan itulah yang membuat ceruk pasar narkoba eksis.
Pengakuan klien saat saya tanya bagaimana ketahuan petugas adalah karena narkoba dikirim menggunakan paket. Karena paket tersebut melintas antara pulau, maka ganja terdeteksi saat dilakukan pemeriksaan di bandara. Artinya, jika sistem deteksi bandara ini berjalan dengan baik, maka upaya penyelundupan narkoba antara pulau di Indonesia dapat diminimalisir.
Belum lagi jika menelisik peredaran narkoba yang dilakukan melalui jalur darat dan laut. Pengungkapan kiriman truk berisi ganja dengan volume besar menunjukkan jika peredaran narkoba antara pulau melalui jalur darat-laut ini memiliki kelemahan besar dalam deteksi. Pengungkapan tersebut umumnya dilakukan di luar pelabuhan. Artinya, pelabuhan penghubung antara pulau memiliki kelemahan mendasar dalam deteksi lalu lintas narkoba antara pulau.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara kepulauan, Indonesia harus mempunyai sistem deteksi terhadap barang-barang terlarang yang melintas antar pulau. Tentu saja hal ini bukan hanya untuk mendeteksi narkoba, namun juga mendeteksi barang larangan terbatas lainnya. Perusahaan ekspedisi harus dituntut untuk dapat mendeteksi keberadaan narkoba tersebut.
Tanpa upaya-upaya tersebut, maka pasar narkoba akan tetap eksis. Penawaran dalam pasar narkoba harus dirusak agar pasar narkoba juga rusak.
***
Saya kembali menghirup kopi hitam yang bersisa setengahnya dan berdiskusi soal perasaannya saat ini. Perasaannya setelah beberapa hari merasakan jeruji besi, terpisah dengan anak-anaknya. Apalagi dengan anak terakhirnya yang baru berusia beberapa bulan.
Katanya, ada sesal tentunya. Saya menduga mungkin selama ini merasa “kebal” karena berasal dari lingkungan yang mumpuni, fasilitas yang serba ada, dan merasa aman atas jangkauan persoalan hukum. Sesal memang selalu di belakang, terjadi setelah kejadian.
ADVERTISEMENT
Ganja, walaupun banyak yang berpendapat tidak layak dimasukkan dalam kategori narkotika golongan 1, tetaplah secara sah undang-undang melarangnya. Karena itu, merasa bahwa tidak masalah menyalahgunakan narkoba jenis ganja adalah masalah. Pada akhirnya, akibat dari perbuatan hukum harus dihadapi oleh pelakunya sendiri. Sesal tidak akan punya arti tanpa upaya perbaikan diri.