Melepas Penyalahguna Narkoba di Masa Pandemi

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
17 September 2020 21:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Melepas Penyalahguna Narkoba di Masa Pandemi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah salah satu negara dengan kondisi penghuni lapas dan rutan melebihi kapasitas yang tersedia. Data SDP Ditjenpas sebelum Permenkumham No.10/2020 diberlakukan, kondisi Rutan dan Lapas di Indonesia berjumlah 270.462 orang narapidana dari kapasitas 132.335 penghuni atau melebihi kapasitas sebesar 104%.
ADVERTISEMENT
Permenkumham No. 10/2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran covid-19 telah diimplementasikan oleh lapas-lapas di Indonesia. Implementasi Permenkumhan tersebut adalah upaya tentatif pemerintah dalam mencegah penyebaran covid-19 di rutan dan lapas.
Saat ini, penyebaran covid-19 terjadi dengan masif di Indonesia. Virus telah menyebar ke 34 provinsi tanpa kecuali. Selain kasus impor, pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 saat ini teridentifikasi tertular di beberapa asrama lembaga pendidikan misalnya 300 siswa polisi dinyatakan positif terinfeksi pandemi covid-19 (virus corona) di Kompleks Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Lemdikpol) dan 34 orang penghuni Asrama Bethel Petamburan Jakarta juga positif.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana asrama, rutan dan lapas mempunyai potensi persebaran yang masif jika ada satu saja penghuninya yang terkena covid-19. Walaupun rutan dan lapas terisolasi dari masyarakat secara umum, namun tidak sepenuhnya penghuni rutan dan lapas terisolir dari kehidupan di luar. Kontak langsung dan tidak langsung tidak dapat dihindari, terutama dengan orang-orang yang terkait dengan pengelolaan rutan dan lapas seperti petugas kebersihan, penyedia makanan, dan sipir.
Data Ditjenpas (Juni, 2018) menyebutkan bahwa perbandingan tenaga kesehatan di rutan dan lapas di Indonesia adalah 1 : 359. Tentu saja itu adalah jumlah yang tidak ideal. Selain itu, di rutan dan lapas, penderita sakit terkait pernapasan adalah penyakit terbanyak yaitu 16.088 penderita. Sementara Covid-19 adalah berbahaya bagi penderita penyakit pernapasan (Ditjenpas, Juni 2018).
ADVERTISEMENT
Dalam merespon situasi saat ini, WHO meminta agar pemerintah dapat mengeluarkan napi prioritas dan melakukan pembebasan bersyarat pada orang tua, sakit, dan ibu hamil serta kelompok rentan lain. Hal ini dilakukan agar over capacity dapat dikurangi. Persoalan over capacity juga dialami di banyak negara dan beberapa negara melakukan kebijakan pembebasan bagi narapidana tertentu seperti Iran, Thailand, Turki, Polandia, Afghanistan dan negara bagian New Jersey, Amerika Serikat. Rata-rata kepadatan di negara-negara tersebut di atas 100%. Sama seperti Indonesia.
Melepas Napi Penyalahguna Narkoba
Narapidana dan tahanan kasus narkotika saat ini berjumlah sekitar 130-an ribu atau sekitar 49% dari total jenis pidana yang ada. Tahanan dan narapidana narkotika menjadi penghuni utama rutan dan lapas. Data tersebut menunjukkan tingginya pelanggaran pada jenis kejahatan narkotika. Selain itu, juga menunjukkan betapa mudahnya para pelanggar pasal-pasal dalam Undang-undang Narkotika No. 35 tahun 2009 dihukum penjara. Data dari Ditjenpas menunjukkan bahwa dari 132.490 orang penghuni rutan dan lapas tersebut, yang merupakan pengguna adalah 50.972 (38,5%) dan bandar, pengedar, atau produsen adalah 81.518 (61,5%).
ADVERTISEMENT
Terobosan Kemenkumham dengan penerbitan Permenkumham No. 10/2020 dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 perlu diapresasi. Permenkumham tersebut mengakomodir narapidana kasus narkotika yang hukuman pidananya di bawah 5 tahun, pengguna termasuk di dalamnya untuk diberikan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
Selain mencegah penyebaran Covid-19, dampak jika virus ini menjalar di dalam lapas juga dapat menjadi pertimbangan. Mengingat rutan atau lapas adalah komunitas padat dengan luas yang terbatas, maka potensi munculnya konflik juga besar. Penolakan warga di luar rutan dan lapas terhadap tenaga kesehatan atau terhadap warga yang diketahui positif Covid-19 adalah fakta yang juga dapat terjadi di rutan atau lapas. Kerusuhan antara narapidana cukup rentan terjadi dalam situasi seperti ini.
ADVERTISEMENT
Mengawasi Napi yang Dibebaskan
Selanjutnya, Kemenkumham perlu melakukan pengawasan secara ketat pelaksanaan permenkumham tersebut. Isu pungli yang dilakukan oknum lapas terhadap narapidana harus diproses dengan serius, apalagi isu miring terkait lapas kerap terjadi.
Karena asimilasi dan pembebasan bersyarat adalah bagian dari proses re-integrasi narapidana ke dalam masyarakat, maka kemenkumham harus melakukan control agar upaya re-integrasi narapidana tersebut berhasil. Stigma negatif terhadap mantan narapidana adalah keumuman yang terjadi di dunia. Terlebih, jika ditemukan adanya pengulangan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh narapidana. Apalagi media social menambah citra negative narapidana semakin besar.
Data dari tahun 2017 sampai dengan 31 maret 2020, menunjukkan hanya 10,18% napi dalam lapas yang merupakan pengulang tindak pidana (residivis) (SDP Ditjenpas). Kemudian, terkait napi yang dibebaskan karena Covid-19 yang melakukan pengulangan tindak pidana hanya 0,07% (Bareskrim Polri).
ADVERTISEMENT
Iqrak Sulhin (2020) menyebutkan angka residivisme di Indonesia tergolong wajar karena masih di bawah angka residivisme global. Iqrak juga menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahab (2019) bahwa pemerintah Malaysia berupaya menjaga agar rasio residivisme tidak melebihi 10% yang menjadi indikator keberhasilan program rehabilitasi. Tren residivisme di Malaysia sendiri pada tahun 2017 adalah 9,03%.
Persoalan berikutnya adalah terkait upaya kontrol terhadap narapidana yang diberikan hak asimilasi dan pembebasan bersyarat, terutama terkait perilaku tindakan kajahatan ulang (residivisme) narapidana tersebut. Karena peluang peluang pengulangan tindak pidana adalah fakta yang mungkin terjadi, maka upaya minimalisasi pengulangan tindak pidana adalah kewajiban Kemenkumham, terutama Pembimbing Kemasyarakatan, harus dilakukan dengan lebih efektif.
Keberadaan narapidana yang dibebaskan harus dapat dimonitor selama periode asimilasi atau pembebasan bersyarat dengan ketat. Kemenkumham harus melakukan kampanye dengan masif bahwa perlu keterlibatan masyarakat dalam upaya integrasi mantan narapidana agar mereka benar-benar pulih.
ADVERTISEMENT
Terkait penyalahgunaan narkotika yang dibebaskan karena Covid-19, itu adalah langkah yang wajar karena rutan atau lapas bukan tempat yang tepat untuk mereka. Bahkan, tidak adanya Covid-19 pun, mereka perlu direhabilitasi secara kesehatan dan mental di balai rehabilitasi narkoba, bukan di lapas. Rutan atau lapas menempatkan mereka pada posisi rentan untuk kemungkinan terlibat lebih jauh karena berinteraksi dengan narapidana yang masih melakukan aktivitas peredaran narkoba dari dalam rutan atau lapas.