Menjaga Napas Panjang Menjadi ASN

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
6 April 2021 17:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi PNS. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PNS. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Saya harus menghela napas panjang, menjeda perjalanan dengan roda dua dari Cikarang menuju Ciputat dengan jarak tempuh sekitar 100 km di kantor seorang teman. Bukan hanya menjeda fisik yang kelelahan, tapi juga menjeda pikiran karena harus segera mendapatkan pekerjaan agar saya bisa menuntaskan pascasarjana atas beasiswa Kemenpora di SPs UIN Jakarta pada program Agama dan Studi Perdamaian.
ADVERTISEMENT
Musim penghujan, kemacetan sepanjang jalan TB Simatupang, dan terik panas adalah bukti betapa perjuangan menuntut ilmu ini tidak ringan. Belum lagi jika rasa kantuk menyerang hebat, kecelakaan hanya berjarak seperdetik di muka.
Kedai Bakmi Jowo sebelumnya telah saya tutup lantaran karyawan menghilang ditelan lelah. Usaha serabutan lainnya juga belum membuahkan hasil. Beberapa waktu sebelumnya, saya sendiri undur dari lembaga penelitian.
Mencari pekerjaan, ditawari daftar CPNS
Seorang teman baik, dosen di UI, menyarankan saya daftar CPNS. Saya sampaikan kalau saya tidak berminat menjadi PNS. Paman saya yang pernah menawarkan saya daftar PNS dengan rekomendasinya pun saya tolak. Teman saya kemudian menyampaikan bahwa formasinya adalah kriminolog di BNN. Mungkin di sana sebagai peneliti atau juga pengajar. Menarik!
ADVERTISEMENT
Setelah saya diskusikan dengan istri, jawabannya singkat “coba saja mas”. Saya pun daftar. Ini adalah pendaftaran pertama saya untuk menjadi CPNS. Sebelumnya beberapa kali melihat formasi menjadi peneliti di LIPI, tak kunjung terlihat peluang yang sesuai dengan bidang. Belum lagi perasaan “inferior” untuk dapat bersaing dengan yang lain.
Saya pun akhirnya daftar dan ajaibnya diterima. Mungkin berkah menjadi guru, selain memang ibunda yang berharap saya bekerja sebagai pegawai.
Rasanya senang tapi juga aneh. Seorang demonstran yang kerap berorasi di depan istana atau gedung DPR, membuat petisi di beberapa kota, mengkritisi pemerintah dengan tanpa iba, tapi hari ini menjadi seorang CPNS, calon birokrat, calon pejabat eksekutif. Kontrak pun saya tanda tangani, komitmen tidak boleh undur dalam rentang lima tahun.
ADVERTISEMENT

Tidak ada formasi jabatan kriminolog

Setelah pemberkasan, informasi dari rekan senior, saya mulai masuk kerja kemungkinan bulan April. Tapi, tak lama kemudian bagian kepegawaian kantor menginformasikan lewat sms agar saya memulai bekerja di Januari.
Berkumpullah saya dengan sekitar seratus orang lain. Sekitar 85-nya adalah sarjana hukum. Mereka mendaftar sebagai formasi penyidik. Seorang jenderal polisi berbintang dua memimpin pertemuan hari itu. Arahannya terlihat jelas, tegas, dan berwibawa. Kami semua harus mengikuti pelatihan penyidik selama tiga bulan full di lembaga pendidikan BNN.
Saya mengadu ke bagian kepegawaian karena jabatan saya tidak sesuai dengan formasi yang diumumkan di koran-koran. Jawaban bagian kepegawaian adalah agar ikuti saja apalagi sebagai CPNS, masih baru, dan tidak ada formasi kriminolog di BNN. Ternyata memang benar, pada akhirnya saya berpindah-pindah dari satu jabatan ke jabatan lainnya, sangat dinamis.
ADVERTISEMENT
Bismillah. Walau gaji belum terima, saya tetap harus mengikuti diklat tersebut. Saya harus berhutang kepada tetangga karena tabungan telah ludes dan pemasukan nol selama empat bulan pertama. Sementara gaji sebagai CPNS pun tak lebih dari UMR Jakarta.
Helaan napas masih terus menghiasi perjalanan hidup ini. Saya harus mengatur napas agar perjalanan panjang dapat ditempuh dengan baik. Adaptasi pekerjaan, pertemanan, lingkungan, dan hubungan atasan-bawahan harus dilakukan.
Dalam perjalanannya, dalam keyakinan rezeki hanya milik Allah SWT semata, pelan tapi pasti, rezeki kerap datang dari arah yang tak dikira, tak diduga dalam beragam bentuk. Misalnya, saat masih menjadi CPNS, saya peroleh rezeki diminta mengikuti pelatihan di Bangkok, Thailand. Tidak mungkin disebut satu per satu rezeki itu, karena memang kita tidak akan sanggup menghitung nikmat dari-Nya.
ADVERTISEMENT
Napas panjang menjadi ASN
Dalam senyap pekerjaan di bidang narkoba yang asing bagi saya, saya mulai mendapatkan tugas-tugas kedinasan.
Dan, mulailah saya bekerja dengan utuh semenjak diangkat menjadi PNS. Aturan “informal” di kantor adalah, siap stand by 24 jam jika sewaktu-waktu diminta kantor bekerja. Pernah saat saya sedang cuti, duduk santai bersama seorang teman di Taman Blora, Jateng, pimpinan saya menghubungi saya nun jauh yang sedang dinas di Beijing, Tiongkok dan meminta saya segera kembali ke Jakarta. Hari itu pula tiket saya pesan dan segera kembali ke Jakarta.
Jadi, jika ada rumor bahwa PNS hanya berpangku kaki, menopang dagu, dan haha hihi saja, sesungguhnya dia salah persepsi. Memang ada oknum yang demikian, tapi tidak sedikit yang bekerja sungguh-sungguh.
ADVERTISEMENT
Di tengah pandemi seperti sekarang ini, menjadi ASN adalah kenyamanan besar karena tidak takut di-PHK. Karena itu, mensyukurinya adalah dengan berupaya bekerja sungguh-sungguh dan jauh dari sikap tercela.
Menjadi ASN adalah napas panjang membangun negeri. Menjadi ASN adalah menjaga agar negara tidak rusak karena ulah pengeruk kekayaan negeri, pemburu materi. Menjadi ASN adalah memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi. Menjadi ASN adalah soal menjaga napas panjang idealisme. Tanpa idealisme, maka membangun negeri ini hanya mimpi. Ibarat membangun tiang tanpa pondasi.