
Pengujung Agustus 2023. Dari jendela pesawat yang memusing di langit Pontianak, saya mengintip ke bawah. Hutan hijau, asap pembakaran yang mengepul, lahan perkebunan bergaris-garis, sungai-sungai lebar yang berwarna coklat bagai seekor naga yang mengibaskan ekornya ke laut lepas. Di antara lahan luas yang samar ditutupi asap asap pembakaran itulah, kota di lintasan khatulistiwa, Pontianak , berdiri dengan segala bangunan, plaza dan gedung-gedungnya yang menampilkan wujud dari sebuah kota mapan di negara berkembang.
“Tidak hanya asap pembakaran lahan yang terjadi sepanjang tahun dan seakan telah menjadi hal biasa. Tapi, banyak masalah lain,” kata Darso, supir yang mengantar saya meninggalkan Pontianak menuju Kabupaten Sambas dan kampung-kampung di bagian utara Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan negeri tetangga, Malaysia. Lima jam kami berkendara, menyusuri perkebunan luas, jalan-jalan berdebu. Masalah apa lagi, bukankah perkebunan dan pertambangan itu telah membawa dampak yang baik? Darso hanya diam saja dan terus menyetir.
Sejak 2020 silam, media-media melaporkan angka kekerasan seksual yang tinggi terhadap anak. Inikah masalah selain kebakaran lahan? kumparan.com misalnya, merilis Sambas sebagai daerah yang mendominasi angka kekerasan seksual di Kalbar. Tidak hanya sampai di sana. Pernikahan usia dini, perdagangan anak, hingga stunting. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 mencatat sebesar 30,5 persen kasus stunting di sini. Kenapa bisa?
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814