Gaya Komunikasi dalam Memahami Perubahan Anak di Masa Pubertas

Fauziah Nurlina
Penyuluh Keluarga Berencana Kabupaten Sragen BKKBN Jawa Tengah
Konten dari Pengguna
8 Oktober 2021 13:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fauziah Nurlina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kedekatan remaja dan orang tuanya tercipta melalui gaya komunikasi yang efektif untuk keharmonisan keluarga (Foto oleh Any Lane dari Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Kedekatan remaja dan orang tuanya tercipta melalui gaya komunikasi yang efektif untuk keharmonisan keluarga (Foto oleh Any Lane dari Pexels)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Orang tua yang memiliki anak remaja tentu menjadikannya tantangan tersendiri. Masa remaja atau disebut juga masa pubertas adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa ditandai dengan perubahan fisik, psikis dan sosial pada seseorang. Orang tua tentu memiliki peranan penting dalam pendampingan kepada anak remaja agar mampu melewati masa remaja dengan terencana.
ADVERTISEMENT
Menurut UNICEF, remaja adalah seseorang yang berusia mulai dari 10 hingga 19 tahun. Sedangkan menurut BKKBN, remaja adalah penduduk berusia 10-24 tahun dan belum menikah. Berdasarkan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk remaja di Indonesia usia 10-24 tahun sebesar 63 juta jiwa atau 26% dari total penduduk Indonesia.
Perubahan fisik dan psikis yang dialami oleh remaja penting untuk dilakukannya pendampingan dari orang tua melalui gaya komunikasi yang tepat. Terutama dalam perubahan pola pergaulan remaja agr terhindar dari tiga ancaman dasar kesehatan reproduksi remaja (Triad KRR) yaitu pernikahan usia dini, seks pranikah dan penyalahgunaan NAPZA.
Perubahan fisik secara umum yang terjadi pada remaja adalah tinggi badan bertambah, munculnya jerawat, muka berminyak, keringat berlebih sehingga memunculkan bau badan, dan tumbuhnya rambut di area tertutup pada remaja. Sedangkan perubahan psikis pada remaja yaitu emosi yang tidak stabil dan perasaan lebih sensitif sehingga sering kali komunikasi antara orang tua dan remaja berjarak dikarenakan kondisi psikis yang naik turun pada remaja. Tentunya, sebagai orang tua yang memiliki anak remaja harus memahami tentang perubahan yang terjadi secara alami ini. Karena hakikatnya manusia berubah sesuai dengan usia.
ADVERTISEMENT
Gaya komunikasi orang tua memiliki peranan penting dalam pendampingan atas perubahan remaja. Dengan cara komunikasi yang tepat, remaja mampu mengekspresikan perasaannya dan merasa aman ketika orang tua melakukan pendampingan secara tepat. Dari beberapa kali bertemu dengan orang tua yang memiliki anak remaja, rata-rata dari mereka tidak memahami akan gaya komunikasi yang dilakukan. Mereka terbiasa melakukan komunikasi dengan anak remaja secara apa adanya dan merupakan warisan pengasuhan.
Gaya komunikasi yang kurang tepat mampu menciptakan jarak antara orang tua dan anak (Foto oleh Karolina Grabowska dari Pexels)
Sayangnya, gaya komunikasi orang tua ini pun tanpa adanya rencana dalam pembentukan karakter dan pendampingan kepada remaja. Di sinilah pentingnya dalam memahami akan gaya komunikasi yang ideal di terapkan. Yang mampu membawa rasa aman, rasa dihargai dan didengarkan, sehingga terjalinnya komunikasi yang efektif kepada remaja.
ADVERTISEMENT
BKKBN, dalam bukunya, 1001 cara orang tua berbicara dengan remaja (2019), menjelaskan beberapa gaya komunikasi orang tua kepada anak remajanya, yaitu gaya komunikasi asertif, agresif, pasif-agresif, dan manipulatif.
Gaya komunikasi asertif adalah komunikasi dengan cara penyampaian dengan jelas dan lugas dengan tetap mendengarkan dan menghargai lawan bicara tanpa harus menyalahkannya. Dalam komunikasi asertif, lebih menonjolkan penggambaran perasaan pembicara. Misalnya dalam situasi orang tua merasa bahwa anaknya mendapatkan nilai yang rendah dari biasanya. Kalimat yang mendekati asertif yaitu “Mama senang kalau kamu semangat belajar, buat mama nilai kamu ini buat pelajaran aja biar tetap semangat gapai cita-cita”.
Gaya komunikasi agresif adalah bentuk komunikasi yang mengintimidasi lawan bicara. Sehingga lawan bicara merasa terpojokkan dan tidak nyaman dengan topik pembicaraan. Misalnya “Main terus, nilai turun karena tidak belajar”
ADVERTISEMENT
Kemudian gaya komunikasi pasif-agresif mirip dengan model agresif tetapi dilakukan secara tidak langsung. Misalnya “Anaknya tante Ira pinter ya, soalnya dia rajin belajar”. Sedangkan gaya komunikasi manipulatif adalah berupa melebih-lebihkan, sehingga membuat lawan bicara merasa bersalah. Misalnya, “kamu gak sayang sama mama, kok kamu lebih sering main daripada belajar?”
Melihat gaya komunikasi orang tua dengan anak remajanya, kira-kira manakah yang lebih ideal untuk diterapkan dalam kehidupan keluarga yang berkualitas? Atau manakah yang sering dilakukan oleh orang tua dalam membangun komunikasi dengan remaja?
Cara berkomunikasi sangat menentukan kedekatan dan keterbukaan anak kepada orang tua. Keterbukaan ini sangat penting dalam upaya pengawasan orang tua kepada anak disaat orang tua tidak berada di samping anak secara langsung. Berbagai macam perubahan yang membawa dampak pada permasalahan di remaja perlu untuk dilakukannya pendampingan.
ADVERTISEMENT
Keluarga merupakan tempat yang seharusnya semua anggota merasa nyaman dan aman. Jangan sampai orang tua merasa kehilangan masa remaja pada anak. Sehingga anak lebih merasa aman dan nyaman saat berada di luar rumah, dan menganggap bahwa rumah adalah tempat untuk pulang dan istirahat. Hal ini karena kesalahan dalam menerapkan komunikasi kepada remaja, sehingga muncul perasaan tidak nyaman untuk bercerita karena akan disalahkan dan tidak didengarkan.
Gaya komunikasi yang efektif oleh orang tua juga penting dalam menjaga anak, walaupun orang tua tidak berada di sampingnya. Artinya anak merasa dekat dan terikat dengan orang tua sehingga tau mana batasan dalam keluarga yang harus diterapkan di luar rumah. Hal ini juga tentunya berkaitan dengan penerapan 8 fungsi keluarga yaitu fungsi agama.
ADVERTISEMENT
Kedekatan orang tua dan anak serta penerapan fungsi agama sangatlah penting untuk menjaga dari ancaman kenakalan remaja di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, prevelensi merokok anak remaja usia 10-18 tahun meningkat menjadi 9,10% dan Penyalahgunaan narkoba pada remaja meningkat hingga 28%. Belum lagi ancaman akan pernikahan usia anak dan kehamilan tidak diinginkan (KDI) pada remaja akibat pergaulan yang bebas.
Jangan sampai orang tua tidak menyadari telah kehilangan masa remaja anak dalam proses pendampingan. Komunikasi yang efektif perlu dibangun dengan cara yang baik. Orang tua butuh belajar dari anak, dan anak pun belajar pengalaman hidup dari orang tua. Keluarga menjadi tempat nyaman untuk berekspresi, bercerita, belajar dan mengembangkan diri bagi anak, dan itulah keluarga yang memiliki perencanaan dalam pengasuhan.
ADVERTISEMENT