Perempuan dan Pemulihan Penyalahgunaan Narkoba

Nia Febriana
Dokter gigi yg bekerja sebagai PNS di Deputi Bidang Rehabilitasi, Badan Narkotika Nasional.
Konten dari Pengguna
22 April 2021 14:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nia Febriana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kartini beserta adik-adiknya, Roekmini, Kartinah, dan Soemarti berfoto bersama para murid di Jepara, Jawa Tengah (abad IX-XX). Foto: Dok. Shelfmark KITLV 503280
zoom-in-whitePerbesar
Kartini beserta adik-adiknya, Roekmini, Kartinah, dan Soemarti berfoto bersama para murid di Jepara, Jawa Tengah (abad IX-XX). Foto: Dok. Shelfmark KITLV 503280
ADVERTISEMENT
Tanggal 21 April kemarin diperingati sebagai Hari Kartini, yang merupakan hari kelahiran Raden Ajeng Kartini, salah satu Pahlawan Nasional Perempuan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hari Kartini dikaitkan sebagai terbukanya belenggu “kebebasan” wanita dengan menghadirkan pemikiran baru tentang emansipasi wanita. RA Kartini merupakan sosok pelopor kebangkitan perempuan, dengan kemajuan pemikirannya dibandingkan dengan para perempuan lain pada masanya.
Kini saya, dan para perempuan lain di bumi Indonesia dapat mengaktualisasikan dirinya dan mendapatkan hak-hak yang setara dengan para lelaki pada segala bidang.
Dalam permasalahan penyalahgunaan narkoba, perempuan juga banyak terlibat di dalamnya. Perempuan sering dikaitkan dalam isu-isu feminis penyalahgunaan narkoba, seperti perempuan sebagai pecandu dan/atau penyalahguna narkoba, eksploitasi sebagai kurir dan pengedar, stigma yang melekat pada pecandu perempuan dan ketersediaan layanan rehabilitasi bagi perempuan pecandu dan/ atau penyalahguna narkoba.
Namun, tidak kalah pentingnya, bahwa perempuan juga memegang peranan utama dalam upaya pemulihan bagi para pecandu dan/ atau penyalahguna narkoba.
ADVERTISEMENT
Konselor adiksi perempuan
Konselor adiksi merupakan profesi yang menurut Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2018, Profesi Konselor Adiksi adalah orang yang bertugas melaksanakan kegiatan rehabilitasi kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat dan memiliki kompetensi dibidang kesehatan dan sosial yang mengkhususkan diri dalam membantu orang dengan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Dalam pelaksanaan profesinya, konselor adiksi mempunyai Standar Kompetensi Khusus Profesi Konselor Adiksi yang terikat dalam etika konselor adiksi.
Dalam etika konselor adiksi terdapat lima standar hubungan konseling, yang salah satunya menyoroti dalam hal hubungan ganda. Para konselor dituntut untuk memelihara dan mengembangkan hubungan professional dengan klien untuk menjamin hubungan yang setara dan adil. Para konselor adiksi tidak diperkenankan untuk terlibat dalam hubungan intim atau perilaku seksual baik saat ini maupun di masa lalu dengan klien.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sebaiknya klien perempuan ditangani oleh konselor perempuan. Selain itu, konselor perempuan akan lebih memahami dan berempati kepada klien sebagai sesama perempuan dengan segala kodratnya.
Saat ini jumlah konselor adiksi di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia yang mencapai 5,9 juta jiwa (BNN, 2017). Apalagi jumlah konselor adiksi perempuan, jumlahnya lebih sedikit lagi.
Sehingga sangat diperlukan perempuan yang memiliki kompetensi untuk dapat membantu para perempuan lain yang terkena jeratan narkoba untuk dapat memulihkan dirinya sehingga dapat berfungsi sebagai perempuan yang mandiri, sehat dan bahagia.
Peran perempuan dalam pemulihan
Saat ini, perempuan dihadapkan dengan berbagai banyak peran yang melekat pada pribadinya. Sebagai ibu, sekaligus anak, istri, pelaku profesi, pejabat publik, anggota masyarakat dan bangsa, bahkan ada yang juga berperan sebagai penghasil nafkah dalam keluarga. Namun, peran yang paling utama adalah perannya dalam keluarga, baik sebagai ibu maupun sebagai istri.
ADVERTISEMENT
Keluarga merupakan dukungan terkuat dalam upaya pemulihan bagi para pecandu dan/atau penyalahguna narkoba. Bahkan rehabilitasi sosial tidak hanya diberikan kepada para pecandu saja, namun keluarga juga harus memahami dan mengerti terkait narkoba dan permasalahannya. Sehingga keluarga dapat memberikan dukungan pemulihan bagi anggota keluarganya yang menjadi penyalahguna narkoba.
Ibu ataupun istri dalam keluarga merupakan sosok yang welas asih dan menjadi kunci kebahagiaan keluarga. Jika ibu atau istri tidak bahagia, maka dapat dipastikan tidak ada kebahagiaan dalam keluarga tersebut. Ibu dan istri yang kuat dan tangguh dapat menjadi sandaran bagi anggota keluarganya untuk dapat keluar dari belenggu adiksi.
Dukungan keluarga dalam pemulihan merupakan proses yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari pecandu narkoba, dan dapat berlangsung seumur hidup. Ibu atau istri maupun anggota keluarga lainnya dapat berkontribusi dalam pemulihan dengan melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. Keluarga dapat memberikan dukungan berupa motivasi, perhatian, cinta, dan kasih sayang. Keluarga yang sehat dan berkualitas akan berdampak positif terhadap kesehatan mental dan spiritual pecandu narkoba.
ADVERTISEMENT
Kebijakan responsif gender
Dalam upaya pemberantasan narkoba, Badan Narkotika Nasional menabuh genderang War On Drugs, atau perang melawan narkoba. Namun, yang harus diperhatikan adalah perang ini juga harus mengakomodir kebutuhan rehabilitasi para pecandu dan/ atau penyalahguna narkoba murni. Kebijakan terkait rehabilitasi harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh segenap personel “perang” di lapangan.
Kebijakan tersebut juga harus dapat mengatasi pelbagai permasalahan penyalahgunaan narkoba di mana perempuan sebagai pelakunya. Banyaknya peran perempuan akan mengakibatkan konsekuensi berlapis terhadap pecandu perempuan. Kerangka hukum di Indonesia terhadap pecandu narkotika serta stigma yang melekat, mengakibatkan perempuan akan semakin tenggelam dalam jebakan narkoba.
Ketersediaan fasilitas kesehatan dan rehabilitasi menjadi tantangan bagi para pengambil kebijakan. Sarana dan prasarana yang dapat mendukung pemberian perawatan bagi para pecandu perempuan, misalnya bagi para ibu hamil, ibu dengan anak balita, pecandu sekaligus korban kekerasan seksual maupun kekerasan dalam rumah tangga, dan permasalah kompleks wanita lainnya. Hal ini tidak dapat diabaikan. Sehingga diperlukan kebijakan terkait permasalahan narkoba yang responsif terhadap gender.
ADVERTISEMENT