news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Nasionalisme dalam Bulu Tangkis

Ferdian Ahya Al Putra
Dosen Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret
Konten dari Pengguna
17 Maret 2021 14:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferdian Ahya Al Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pasangan Ganda Putra Indonesia, Kevin Sanjaya/Marcus Gideon di laga pemungkas Denmark Open 2019. Foto: Dok: PBSI
zoom-in-whitePerbesar
Pasangan Ganda Putra Indonesia, Kevin Sanjaya/Marcus Gideon di laga pemungkas Denmark Open 2019. Foto: Dok: PBSI
ADVERTISEMENT
“Bagimu negeri, jiwa raga kami”, merupakan kutipan lirik dari lagu nasional “Bagimu Negeri” yang diciptakan oleh Kusbini. Mungkin itu lah yang ada dalam benak atlet-atlet Indonesia, termasuk atlet Bulu tangkis Indonesia yang berkiprah di kancah internasional. Bagi seorang atlet, Bulu tangkis bukan hanya sekadar hobi maupun mata pencaharian, melainkan juga merupakan cara mereka mengungkapkan nasionalisme mereka.
ADVERTISEMENT
Untuk dapat mewakili Indonesia di tingkat internasional bukan lah perkara yang mudah. Memerlukan proses Panjang seperti Latihan yang keras, disiplin, menjaga pola makan, hingga harus rela membagi waktunya antara Bulu tangkis dengan keluarga. Namun, ini telah menjadi pilihan hidup dari para atlet untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara melalui cabang olahraga Bulu tangkis.
Pada setiap kesempatan, khususnya setelah memenangkan suatu gelar juara, baik dalam ajang super series, SEA Games, Asian Games, maupun Olimpiade, atlet-atlet Indonesia selalu mengucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia atas dukungan yang telah diberikan kepada mereka. Rasa bangga dan haru nampak pada para pemain Indonesia yang berhasil membawa pulang emas ke tanah air. Bahkan pada beberapa kesempatan banyak dari mereka yang tertangkap kamera meneteskan air mata, seperti Marcus Fernaldi Gideon saat meraih medali emas di Asian Games 2018.
Air Mata Susy Susanti saat menangi emas Olimpiade Barcelona 1992. (Sumber: Reuters)
Jauh sebelumnya, Susy Susanti juga nampak meneteskan air matanya setelah memenangkan emas Olimpiade 1992 di Barcelona. Saat ditanya Jokowi pada Perayaan Imlek Nasional 2020, Susy mengaku sangat bangga ketika berhasil membuat lagu Indonesia Raya berkumandang pada waktu itu. “Tentunya kerja keras dapat terbayar dengan suatu keberhasilan pak, tentunya pada saat Indonesia Raya berkumandang dan merah putih berkibar di Olimpiade”, ungkapnya.
Emas untuk HUT RI ke-71 oleh Tontowi dan Liliyana. (Sumber: PBSI)
Momen yang tidak kalah mengharukan ialah saat Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang berhasil menyumbangkan emas pada sektor ganda campuran di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, sehari sebelum hari ulang tahun Kemerdekaan Indonesia ke-71. Tentunya ini menjadi kado manis untuk Kemerdekaan Indonesia mengingat bahwa raihan gelar tersebut bertepatan dengan momentum kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Momen tersebut semakin terasa spesial ialah ketika gelar tersebut diperoleh setelah mengalahkan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon dan Goh Liu Ying, mengingat bahwa hubungan Indonesia dan Malaysia selama ini mengalami pasang surut baik dari sisi politis, budaya, maupun olahraga. Bahkan sering terdengar istilah “Ganyang Malaysia” dalam perjalanannya.
Berbagai torehan gemilang Indonesia pada Bulu tangkis menjadi identitas membanggakan yang melekat pada Indonesia, sehingga ketika masyarakat dunia mendengar kata Bulu tangkis, mereka akan mengingat Indonesia sebagai negara yang berprestasi pada cabang olahraga tersebut. Dari berbagai momen tersebut, dapat dipetik pelajaran bahwasanya memaknai nasionalisme tidak melulu harus terjun dalam dunia politik, tetapi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti melalui cabang olahraga Bulu tangkis maupun cabang olahraga lain.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, memang ada momen pasang surut dalam dunia olahraga. Tentunya sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya untuk terus bersikap sesuai dengan ungkapan “Menang ku sanjung, kalah ku dukung”. Bagaimana pun juga, keinginan untuk menang lebih besar dirasakan oleh para atlet, dan ketika kalah pun, mereka lah yang paling merasakan kekecewaan. Dengan kata lain, tekad kuat, kerja keras, dan nasionalisme para atlet menjadi perihal yang harus diapresiasi oleh seluruh warga negara.
Hari ini tepat hari pertama dihelatnya kejuaraan tertua di dunia, All England 2021. Menarik untuk melihat bagaimana kiprah para wakil Indonesia di ajang ini. Mengutip kalimat Bung Karno, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”.
ADVERTISEMENT
Seperti kata Bung Karno pada kalimat tersebut, para pemuda (atlet Bulu tangkis) ini lah yang tentunya dinantikan kiprahnya untuk terus mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Semangat mereka merepresentasikan kata “jiwa” dan kemampuan mereka merepresentasikan “raga” mereka sebagaimana yang dikutip dalam lagu “Bagimu Negeri”.