Ebola, AIDS, dan COVID-19

Ferryal Abadi
Lecturer/Socioprenuer/Writer
Konten dari Pengguna
19 Juni 2020 10:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferryal Abadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tabung reaksi menunjukkan positif virus Corona. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tabung reaksi menunjukkan positif virus Corona. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
ADVERTISEMENT
Pandemi dan epidemi seperti HIV/AIDS, Malaria, Kolera, Ebola, SARS dan saat ini Virus COVID-19 merupakan penyakit-penyakit yang mempunyai dampak sosial ekonomi global. Jika suatu daerah terkena epidemi dan tidak bisa mengatasi dengan cepat maka efek sosial ekonomi daerah itu akan berpengaruh. Penyebaran penyakit secara global sangat dimungkinkan dikarenakan lalu lintas manusia saat ini lebih mudah.
ADVERTISEMENT
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengumumkan pada 11 Maret 2020 bahwa wabah virus corona sebagai pandemi. Amerika Serikat, China, Iran, Italia dan Spanyol adalah negara dengan korban jiwa paling banyak. Kota-kota dunia melakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi penyebaran Covid-19 dan mengurangi angka kematian.
Kota-kota tersebut melakukan lockdown, social distancing atau psychical distancing. Dari rakyat jelata hingga tokoh lokal maupun internasional terpapar virus Covid-19, bahkan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson harus di rawat di ruang ICU.
Pandemi yang berkepanjangan menyebabkan timbulnya masalah sosial dan ekonomi suatu negara sehingga berdampak pada sosial ekonomi masyarakat. Krisis ekonomi dan finansial akan dialami suatu negara yang terkena pandemi berkepanjangan. Pandemi sangat mempengaruhi mata pencarian masyarakat, daya beli masyarakat hingga ketahanan pangan. Banyak perusahaan dan industri yang menutup usahanya agar tidak tertular penyakit yang sedang mewabah. Lalu lintas orang dan barang dibatasi. Negara yang kaya atau maju akan terkena imbasnya apalagi negara yang miskin akan semakin berat keluar dari krisis.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan Word Bank 2015 epidemi penyakit virus ebola antara 2014 dan 2015 yang menyerang negara-negara Afrika menyebabkan 11.300 orang meninggal dan yang terinfeksi 28.500 orang di negara Guinea, Sierra Loene dan Liberia. Pada 18 Februari 2015 Liberia telah melaporkan lebih dari 9.000 kasus Penyakit Virus Ebola (EVD), dan 3.900 kematian.
Laporan Work Bank 2015 dengan judul The Socio-Economic Impacts of Ebola in Liberia menjelaskan dari kasus ebola di Liberia tidak mudah membangkitkan perekonomian pasca epidemi. Masyarakat masih takut bekerja dan bersekolah dikarenakan takut tertular dari virus yang mematikan tersebut. Jika bekerja penghasilan pekerja yang turun dari sebelum ada epidemi karena perusahaan belum pulih mendapatkan pendapatan. Ekonomi melambat, usaha kecil dan menengah akan paling berat untuk bangkit kembali. Kekurangan modal dan kehilangan pelanggan menyebabkan kendala utama untuk kembali berwirausaha. Tingkat pengangguran dan kemiskinan akan meningkat.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dalam artikel The HIV/AIDS pandemic in South Africa: sectoral impacts and unemployment ( Arndt dan Lewis 2001), mengingat skala besar masalah dan konsentrasi efek pada masyarakat dari usia kerja, pandemi ini diharapkan dapat secara tajam mempengaruhi sejumlah variabel ekonomi dan non-ekonomi. Walaupun pandemi akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi, perubahan struktural juga cenderung menjadi salah satu ciri ekonomi utama pandemi. Dalam membangkitkan ekonomi, Afrika Selatan harus memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat secara keseluruhan idealnya dengan sektor-sektor yang menggunakan tenaga kerja tidak terampil dan semi-terampil yang memimpin secara intensif
Belajar Dari Afrika
Dunia tidak bisa mengantisipasi datangnya virus yang mematikan karena virus diciptakan oleh Tuhan. Berbeda dengan teknologi yang membuat adalah manusia sehingga dunia bisa mengantispasinya. Disrupsi teknologi yang kini memasuki revolusi 4.0 membuat perubahan yang berdampak pada sosial ekonomi masyarakat dunia. Perubahan perilaku organisasi dan perilaku konsumen akibat disrupsi teknologi. Tetapi disrupsi pandemi Covid-19 melebihi kecepatan disrupsi teknologi. Teknologi saat ini bermanfaat ketika disrupsi pandemi Covid-19 terjadi. Semua kegiatan saat ini dari bekerja, belajar dan aktivitas lainnya dilakukan oleh digital online yang merupakan dampak dari revolusi industri 4.0. Pada disrupsi teknologi banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan kini akibat dari disrupsi pademi Covid-19 juga akan banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Disrupsi teknologi menyebabkan banyak orang beradaptasi secara berlahan menggunakan teknologi tapi pada disrupsi pandemi Covid-19 memaksa orang menggunakan teknologi secara lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Dari kasus virus ebola di Liberia dan kasus AIDS di Afrika Selatan kita bisa belajar untuk meminimalisasi dampak sosial ekonomi. Kondisi sosial ekonomi Liberia dan Afrika Selatan memang berbeda dengan Indonesia yang lebih baik. Karakteristik sumber daya alam dan sumber saya manusia Liberia dan Afrika Selatan berbeda dengan Indonesia. Tapi kita bisa belajar sebagai best practice dari Liberia dan Afrika Selatan untuk berusaha agar pandemi ini tidak menjadi lama dan berlarut serta menyiapkan program pasca pandemi. Yang menjadi masalah saat ini hampir semua negara mengalami pandemi Covid-19 . Ketika negara-negara Afrika mengalami epedemi dan pandemi negara lain bisa membantunya. Sedangkan saat ini semua negara mengalami kesulitan sehingga mengalami krisis ekonomi global. Setiap negara mengeluarkan dana yang besar dalam mengatasi pandemi Covid-19 dan tentu biaya pasca-pandemi kemudian. Karena itu saatnya kita menjadi bangsa yang mandiri dalam mengatasi disrupsi pandemi Covid-19 dan berharap pandemi Covid-19 segera selesai sehingga semua aktivitas sosial ekonomi berjalan normal kembali.
ADVERTISEMENT
Oleh : Ferryal Abadi | Dosen Pascarsarjana Kalbis Institute, Jakarta