Hilangnya Intelektual Kampus

Ferryal Abadi
Lecturer/Socioprenuer/Writer
Konten dari Pengguna
17 Juli 2020 7:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferryal Abadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kampus Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampus Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka pada Jumat 24 Januari 2020. Peluncuran program ini di sambut positif oleh banyak kalangan akademisi dan industri. Karena selama ini memang ada gap antara dunia pendidikan dan industri sebagai pengguna lulusan perguruan tinggi. Tetapi ada juga yang menanggapi negatif dikarenakan Universitas bukan Institut, Politeknik, Diploma atau Vokasi yang memang disiapkan untuk bekerja di Industri, sama seperti SMA dan SMK mempunyai perbedaan tujuan setelah lulus. SMA di siapkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi walau ada juga yang lulus langsung bekerja dan sebaliknya SMK di siapkan setelah lulus bekerja walau ada juga yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Tetapi ironinya lulusan SMK justru yang paling banyak menganggur.
ADVERTISEMENT
Lepas dari pro dan kontra Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, yang menjadi pertanyaan penulis adalah apakah program Kampus Merdeka akan mengurangi peran kampus sebagai lahirnya para Intelektual Kampus yang selama ini menjadi motor penggerak perubahan bangsa dan negara ini ?.
Sejak bangsa dan negara ini merdeka peran Intelektual Kampus menjadi garda terdepan dalam perubahan. Dari sumpah pemuda 1928 hingga reformasi 1998 mahasiswa selalu menjadi tulang punggung perubahan. Dengan jumlah 40 sks atau 2 semester melakukan aktivitas diluar kampus seperti Magang, Proyek di Desa, Mengajar di Sekolah, Kegiatan Wirausaha dan program lainnya membuat mahasiswa akan mengurangi aktivitas atau kegiatan di dalam kampus. Pada tahun pertama mahasiswa kuliah mereka baru beradaptasi kegiatan dan aktivitas kampus. Tahun kedua, mahasiswa baru mengikuti kegiatan sebagai anggota di unit kegiatan mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa ( BEM ) atau senat. Tahun ketiga, mahasiswa menjadi pengurus inti dari kegiatan mahasiswa, BEM atau senat. Tahun kempat, Mahasiswa mempersiapkan dan mengerjakan tugas akhir.
ADVERTISEMENT
Zaman memang telah berubah, kini generasi millennial yang kita hadapi. Sebagai generasi yang berbasis teknologi kegiatan kampus mungkin menjadi tidak menarik. Mengikuti BEM atau Senat mahasiswa menjadi kuno dan tidak menarik bagi banyak mahasiswa. Apalagi mengikuti aktivitas atau organisasi diluar kampus seperti HMI, GMNI, IMM, atau organisasinya lainnya. Mahasiswa saat ini lebih menyukai kegiatan berbasis komunitas seperti komunitas games, komunitas club motor atau komunitas lainnya. Bahkan tidak mengikuti kegiatan sama sekali lebih suka membuka youtube atau browsing internet. Padahal dari kegiatan kemahasiswaan atau organisasi kemahasiswaan banyak bermunculan tokoh-tokoh nasional dan banyak juga yang menjadi wirausaha sukses. Gap antara kampus dan industri ada di soft skill. Salah satu ketrampilan soft skill terbangun ketika menjadi aktivis kampus dan aktif di unit kegiatan kemahasiswaan.
ADVERTISEMENT
Tujuan universitas didirikan adalah melahirkan ilmuwan dan intelektual yang bisa bermanfaat bagi masyarakat. Peraih Nobel berasal dari kampus. Penemuan-penemuan berasal dari kampus dari berbagai aktivitas. Hasil penemuan itu menjadi ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Program magang atau program lainnya yang menyiapkan mahasiswa untuk siap kerja adalah program yang menguntungkan bagi kampus dan industri. Serapan lulusan yang tinggi menjadi point akreditasi yang tinggi dan industri mendapatkan tenaga kerja yang terampil tanpa harus mengeluarkan biaya pelatihan yang tinggi. Tapi yang perlu di waspadai adalah daya kritis dan intelektual dari mahasiswa yang bisa menurun. Ketika daya kritis dan intelektual menurun dari mahasiswa maka peran kampus sebagai social society akan berkurang padahal selama ini yang menjadi harapan adalah mahasiswa ketika parlemen dan media massa sudah tidak berfungsi. Program Mas Menteri Kampus Merdeka haruslah kita dukung tapi dengan catatan jangan sampai mengurangi peran kampus sebagai lahirnya kaum intelektual.
ADVERTISEMENT
Ferryal Abadi, Dosen Magister Manajemen, Kalbis Institute, Jakarta.