Membangkitkan Ekonomi Kreatif di Masa Krisis

Ferryal Abadi
Lecturer/Socioprenuer/Writer
Konten dari Pengguna
4 Juli 2020 21:51 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferryal Abadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi COVID-19 sudah berlangsung sekitar 6 bulan. Dampak bagi perekonomian sangat besar sekali karena pandemi ini banyak perusahaan yang tutup dari perusahaan kecil hingga perusahaan besar. Gelombang PHK di perusahaan tidak dapat dibendung. Lulusan perguruan tinggi akan sulit mencari pekerjaan. Akan banyak anak-anak yang putus sekolah karena tidak mampu membayar uang sekolah atau uang kuliah akibat orang tua mereka terkena PHK dan usaha orang tuanya mengalami kebangrutan.
ADVERTISEMENT
Perusahaan banyak melakukan efesien dari berbagai aspek. Kegiatan ekonomi terhenti total akibat seluruh aktivitas harus berhenti untuk menjaga agar virus tidak menyebar ke wilayah yang lebih luas atau mencegah korban yang lebih banyak. Setiap detik dan menit banyak korban meninggal dunia di hampir seluruh dunia.
Bapak Ekonomi Kreatif, John Howkins, menjabarkan “Ekonomi Kreatif berhubungan dengan ide dan uang. Ini adalah jenis ekonomi pertama di mana imajinasi dan kreativitas menentukan apa yang orang-orang ingin lakukan dan hasilkan”. Ekonomi Kreatif (Ekraf) adalah paradigma ekonomi baru yang mengandalkan gagasan, ide, atau kreativititas dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. ( Bekraf, 2019 ).
Ada 16 sub sektor bidang industri kreatif, yaitu arsitektur, desain Interior, desain komunikasi visual, desain produk, film, animasi, dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik, fesyen, aplikasi dan game developer, penerbitan, periklanan, televisi dan radio, seni pertunjukan, dan seni rupa. Semua sub sektor tersebut berdampak. Dari 16 sub sektor tersebut yang paling berdampak paling besar adalah di sektor kuliner, seni pertunjukan dan fesyen. Untuk sektor kuliner banyak warung makan, toko oleh-oleh dan restauran yang tutup akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Demikian juga untuk feysen akibat dari PSBB banyak toko dan mal yang ditutup hingga produksi terhenti.
ADVERTISEMENT
Walau bisa dijalankan dengan cara digital tetap terjadi penurunan omzet yang sangat signifikan sehingga produksi menurun. Seni pertunjukkan praktis sama sekali tidak bisa melakukan kegiatan. Dari data Kementerian Koperasi dan UKM sekitar 37.000 pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro terkena dampak dari pandemi COVID-19.
Saat ini memasuki masa transisi atau yang biasa disebut new normal. Pelaku usaha mulai berbenah diri dan bersiap-siap memasuki era baru. Memang terasa berat jika harus memulai usaha seperti dari awal. Perusahaan besar saja banyak yang mengurangi karyawannya hingga menutup usahanya. Beberapa produk merek terkenal harus mengurangi gerainya di beberapa lokasi. Namun ketika pemerintah sudah mulai mengizinkan pembukaan atau melonggarkan di sektor ekonomi dapat memberikan harapan untuk menghidupkan perekonomian khususnya perekonomian daerah termasuk ekonomi kreatif yang memang benar-benar mati suri akibat pandemi COVID-19. Bali, Yogyakarta, dan Bandung yang selama ini menjadi pusat ekonomi kreatif menjadi lumpuh. Kota-kota dunia lainnya menutup jalur masuk dan keluar lewat darat, udara dan air.
ADVERTISEMENT

Apa yang harus dilakukan pelaku ekonomi kreatif untuk dapat kembali tumbuh dan berkembang pasca-pandemi?

Pertama, Pelaku ekonomi kreatif melakukan identifikasi sumber daya manusia yang masih ada dan siap bekerja dalam keadaan krisis. Artinya, karyawan bersedia misalnya harus digaji lebih rendah dari yang biasa yang mereka dapat. Kemudian beban pekerjaan bisa menjadi lebih banyak karena keterbatasan biaya sehingga satu pekerja bisa mengerjakan beberapa pekerjaan. Selain itu kompentensi karyawan harus mempunyai digital literasi yang baik. Kalau kata Pak Presiden Jokowi saat ini dalam situasi extraordinary sehingga semua harus bekerja keras. Bagi karyawan yang tidak punya digital literasi harus dilatih agar terbiasa dan bisa.
Kedua, Digitalisasi akan menjadi bagian yang sangat penting dan vital. Produksi tidak bisa dilakukan digital seperti kegiatan membuat kerajinan, menjahit/feysen dan memasak. Jika tidak bisa dilakukan digital maka produksi menggunakan protokol kesehatan pandemi yang ketat. Untuk sub sektor lain produksinya bisa dilakukan secara digital seperti arsitektur, desain Interior, desain komunikasi visual, desain produk, animasi, dan video, fotografi, aplikasi dan game developer, penerbitan, periklanan, televisi, radio dan seni rupa. Seni pertunjukan bisa dilakukan seperti alm Didi Kempot sewaktu konser amal dari rumah. Ketika produksi sudah teratasi maka digital marketing akan menjadi sarana untuk menjual dan memasarkan produk tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Membangun kepercayaan konsumen menjadi hal yang terpenting bawah produk yang dijual aman dari isu kesehatan. Konsumen akan mengurangi pembelian dan perjalanan sebagai bentuk antisipasi tertular COVID-19. Selain itu konsumen akan banyak menabung karena bisa saja konsumen tersebut pekerja yang kena dampak atau pelaku usaha yang berdampak COVID-19. Peran konsumen lokal akan menjadi penting untuk menghidupkan ekonomi kreatif.
Pandemic COVID-19 akan berlangsung lama hingga obat paten dan vaksin ditemukan. Namun bisnis harus tetap berjalan. Ekonomi kreatif yang mempunyai peran penting dalam meningkatkan perekonomian harus kembali hidup dan bertahan dalam krisis sebagai basis ekonomi masyarakat. Ekonomi kreatif akan selalu memunculkan gagasan, ide, dan kreativitas dari pelaku ekonomi kreatif di masa krisis ini.
ADVERTISEMENT
Ferryal Abadi, Dosen Magister Manajemen, Kalbis Institute, Jakarta