Pasar Membangkitkan Ekonomi Masyarakat

Ferryal Abadi
Lecturer/Socioprenuer/Writer
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2020 8:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferryal Abadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pasar. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasar. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 kita rayakan dengan keprihatinan. Prihatin karena kita masih dalam situasi Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020. Perekonomian sempat mati suri karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) hampir diseluruh Indonesia. Usaha Mikro Kecil Menengah ( UMKM ) hingga perusahaan besar harus menutup usahanya sehingga banyak karyawan atau pekerja bekerja dari rumah. Setelah adanya kelonggaran PSBB aktivitas perekonomian mulai sedikit demi sedikit menggeliat. Pusat perbelanjaan modern hingga pasar tradisional sudah diperbolehkan dibuka dengan protokol kesehatan yang ketat. Masyarakat mulai melakukan kegiatan ekonomi walau terbatas dari mulai jam layanan hingga jumlah pengunjung.
ADVERTISEMENT
Di Era tahun 1977 kita mengenal Pasar Inpres ( Instruksi Presiden ). Pada saat itu pemerintah membangun banyak pasar di Jakarta dan daerah-daerah diseluruh Indonesia dengan tujuan membangkitkan perekonomian masyarakat. Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli, itulah yang kita pelajari sewaktu kita bersekolah.
Di Singapura ada pasar yang sangat terkenal oleh wisatawan Indonesia yaitu Pasar Bugis. Banyak para wisatawan yang berkunjung dan berbelanja di Pasar Bugis. Pasar Bugis berseberangan dengan mal/plaza yang bernama Bugis Junction. Walau terletak di daerah yang ramai dan terdapat 2 pusat perbelanjaan modern dan tradisional,jalan di depan 2 tempat tersebut tidak didapati kemacetan. Bahkan Bugis Junction terhubung dengan stasiun MRT yang sangat ramai oleh penumpang berlalu lalang.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan di Jakarta. Di mana ada pasar dan terminal maka disitulah pusat kemacetan. Ada pasar di Jakarta yang berdekatan dengan terminal seperti Pasar Minggu, Pasar Senin, Blok M, Pasar Rumput yang berdekatan dengan Terminal Manggarai. Maksud dan tujuannya sebenarnya baik agar para pengunjung lebih mudah mencapai pasar tersebut. Pasar yang tidak terintegrasi dengan terminal seperti Pasar Mampang, Pasar Baru, Pasar Kramat Jati, Pasar Cakung dan banyak pasar lainnya. Pasar tradisional merupakan pasar rakyat. Banyak pengunjung khususnya ibu-ibu yang suka berbelanja di pasar tradisional di banding ke supermarket. Harga yang bisa di tawar dan barang yang masih segar merupakan alasan utama lebih senang berkunjung ke pasar tradisional apalagi dengan akses angkutan yang mudah karena dekat terminal.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan waktu pasar tradisional makin memudar. Awal memudarnya pasar tradisional sebenarnya sejak supermarket dan hypermarket mulai masuk ke Indonesia. Para konsumen kelas menengah ke atas berpindah ke pasar modern dengan alasan lebih nyaman. Sedangkan konsumen kelas menengah ke bawah berpindah ke pasar modern dengan alasan bisa sekalian jalan-jalan. Pasar-pasar tradisional akhirnya sepi pembeli karena sepi pembeli maka banyak penjual atau pedagang yang akhirnya keluar dari kios dalam pasar berjualan di depan pasar dengan maksud menjemput pembeli yang lalu lalang di depan pasar. Akhirnya depan pasar tradisional menjadi biang kemacetan karena dari 2 ruas jalan menjadi 1 ruas jalan. Ruas jalan 1 dan trotoar menjadi tempat berjualan ditambah setelah membeli di pinggir jalan para pembeli seenaknya langsung menyetop angkutan tanpa harus jalan ke halte atau ke terminal.
ADVERTISEMENT
Selain akibat dari berkembangnya supermarket dan hypermarket kondisi pasar yang kumuh menjadi penyebab orang enggan ke pasar. Apalagi setelah hujan, pasar menjadi becek dan bau. Kondisi pasar tradisional di Indonesia masih ada yang memprihatinkan.
Pasar dan terminal adalah pusat keramaian. Titik berkumpulnya banyak orang. Jika tidak tertata dengan baik dan perilaku tidak tertib maka menjadi sumber kemacetan dan bahkan penyakit. Saat ini banyak pasar-pasar tradisional modern yang dibangun oleh swasta di sekitar Jakarta seperti pasar modern BSD dan pasar modern Grand Wisata Tambun. Pasar tradisional modern yang lebih bersih dan nyaman akan menjadi daya tarik pembeli untuk berkunjung ke pasar tradisional.Tidak usah jauh-jauh kita melihat Pasar Bugis Singapura, lihat saja Pasar Beringharjo di Yogyakarta dan Pasar Gede di Solo yang relatif lebih teratur.
ADVERTISEMENT
Saatnya pemerintah melakukannya renovasi pasar-pasar tradisional. Seperti pasar-pasar di Jakarta akan disatukan dengan Rumah Susun. Dengan disatukan dengan rumah susun diharapkan pasar tersebut menjadi ramai dari warga rumah susun yang berbelanja. Ketika pasar, rumah susun dan terminal menjadi terintegrasi maka pemerintah harus benar-benar memperhatikan akses jalan sehingga tidak menimbulkan kemacetan karena menjadi 3 tempat berkumpulnya banyak orang. Parkir motor dan mobil juga harus diperhatikan jangan sampai akhirnya parkir di jalan-jalan. Dan lebih terpenting lagi tidak ada premanisme. Karena selama ini pasar dan terminal adalah sumber kriminal dari penyopetan, penondongan, psk, dan judi. Gedung yang nyaman, toilet dan tempat ibadah juga harus menjadi perhatian khusus. Dikutip dari www.pasarjaya.com bahwa PD Pasar Jaya yang menjadi pengelola pasar sekitar 148 pasar dengan omset bisnis Rp. 150 Triliun per tahun dengan 105.223 tempat usaha dikunjungi 2 juta pengunjung setiap hari atau kurang lebih 20 % penduduk DKI Jakarta merupakan potensi yang sangat besar.
ADVERTISEMENT
Jika melihat dari potensi tersebut seharusnya pasar bisa membangkitkan aktivitas perekonomian di masa covid walau dengan keterbatasan jumlah pengunjung. Namun saat ini kita juga mengenal e commerce atau market place. Pasar digital meningkat transaksinya akibat pandemi ini sekitar 20 % sampai 60 %. Karena itu pasar tradisional maupun pasar digital harus mampu menggerakkan perekonomian masyarakat ketika pelaku ekonomi lainnya mengalami krisis.
Ferryal Abadi, Dosen Magister Manajemen, Universitas Esa Unggul, Jakarta.