Pekerja, Pengusaha dan UU Cipta Kerja

Ferryal Abadi
Lecturer/Socioprenuer/Writer
Konten dari Pengguna
15 Oktober 2020 7:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferryal Abadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada Senin 5 Oktober 2020 oleh DPR RI melalui rapat paripurna yang disertai aksi walk out dari salah satu Fraksi. Hal ini menjadi pro dan kontra di berbagai kalangan khususnya pekerja atau serikat pekerja. Dari awal draf ini diusulkan di pembahasan bagian dari Omnibus Law di DPR sudah menimbulkan polemik sehingga beberapa kali di tunda pembahasannya. Omnibus law ini merupakan regulasi yang menggabungkan dari beberapa aturan menjadi satu aturan secara komprehensif. Pemerintah membuat Omnibus Law bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang mampu berdaya saing dengan negara-negara lainnya. Kita tahu Indonesia masih tertinggal dan mengejar pembangunan infrastruktur. Di sisi lain regulasi dari pusat hingga daerah banyak sekali aturan yang tumpang tindih sehingga menjadi biaya yang besar bagi pengusaha yang akan berinvestasi di Indonesia. Selain itu masalah hubungan industrial masih banyak terjadi di Indonesia dari mulai PHK sepihak, penentuan upah minimum kabupaten/kota dan pemberian pesangon yang tidak sesuai UU.
ADVERTISEMENT
Pekerja dan pengusaha mempunyai tujuan yang berbeda. Ada gap kepentingan antara pekerja dan pengusaha. Karena itu hubungan bipartite menjadi sangat penting disetiap perusahaan. Menjaga hubungan yang harmonis harus dilakukan oleh pekerja dan perusahaan. Pekerja melakukan pekerjaan dengan tujuan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya dan keluarganya. Pengusaha mempekerjakan pekerja dengan tujuan perusahaannya mampu mendapatkan profit atau keuntungan yang besar. Ketika pekerja bekerja dengan baik dan mempunyai kinerja yang tinggi maka kinerja perusahaan akan baik dan mendapatkan keuntungan. Keuntungan tersebut juga harus di berikan kepada karyawan dalam bentuk kompensasi finansial maupun kompensasi non finansial.
Pemerintah sebagai pembuat regulasi ingin membuat iklim investasi yang baik sehingga banyak investor yang menanamkan modal dan membuat usaha di Indonesia. Dengan UU Cipta Kerja ini penyederhaan regulasi membuat perusahaan atau badan usaha menjadi lebih mudah dan sederhana. Indonesia saat ini masih sangat membutuhkan investasi untuk dapat menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja padat karya. Selain mampu mengurangi pengangguran dengan masuknya investasi bisa menambah pendapatan dari sektor pajak. Karena itu Omnibus Law ini berfokus pada UU perpajakan, cipta lapangan kerja dan pemberdayaan UMKM. Namun disisi lain ada beberapa aturan yang belum jelas dapat merugikan pekerja yang menyebabkan terjadinya penolakan oleh pekerja seperti memangkas pesangon, penghapusan izin atau cuti, tidak membatasi karyawan kontrak, outsourcing dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Bagi pekerja Undang-Undang No 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan yang menjadi acuan bagi pekerja dan pengusaha banyak yang dilanggar oleh pengusaha semisal dalam pemberian pesangon karyawan di PHK. Ketika pengusaha tidak mampu membayar pesangon maka diselesaikan secara bipartite dan membayar pesangon seadanya dengan dalil perusahaan dalam keadaan susah. Di UU Cipta Kerja yang di sahkan kemungkinan perusahaan akan bisa melakukan PHK sepihak dikarenakan jumlah pesangon yang lebih kecil ditanggung perusahaan dari aturan sebelumnya. Bagi pengusaha tentu ini menguntungkan karena situasi usaha tidak menentu dan fluktuatif. Seperti saat ini dalam keadaan sulit karena Covid-19 banyak perusahaan yang harus tutup dan melakukan PHK. Melakukan PHK secara massal dalam keadaan krisis seperti ini tentu merupakan beban yang tinggi. Berbeda ketika perusahaan akan berencana melakukan PHK bukan karena krisis maka tentu sudah menyiapkan dana PHK itupun sering terjadi masalah.
ADVERTISEMENT
Tujuan pemerintah adalah melindungi pekerja dan pengusaha dalam berbagai situasi baik situasi normal maupun situasi krisis. Situasi dan kondisi kedepan yang penuh ketidak pastian membuat pemerintah harus membuat suatu Undang-Undang atau aturan yang mampu mengakomodasi antara pengusaha dan pekerja. Revolusi Industri 4.0 atau mungkin akan datang Revolusi Industri 5.0 akan merubah kembali model bisnis perusahaan yang sudah ada sehingga pekerja dan pengusaha harus mampu beradaptasi dan berinovasi. Sebaiknya UU Cipta Kerja ini jika masih ada yang belum jelas atau masih ada yang mengganjal dari pekerja dan pengusaha dilakukan penundaan terlebih dahulu atau jika sudah di tanda tangani oleh Presiden maka dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi agar dimasa yang akan datang tidak menimbulkan konflik yang akan memperburuk situasi investasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ferryal Abadi, Dosen FEB, Universitas Esa Unggul, Jakarta