Asas Keterbukaan dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja

Silvia Fibrianti
Perancang Peraturan Perundang-undangan, ASN di Kementerian Komunikasi dan Informatika
Konten dari Pengguna
15 Desember 2020 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Silvia Fibrianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Asunsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Asunsplash.com
ADVERTISEMENT
Tahun 2020 merupakan tahun penuh kejutan bagi Indonesia. Selain ditimpa masalah mengenai pandemi, Indonesia juga sempat dihebohkan dengan kontroversi omnibus law Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Beberapa kalangan seperti buruh merasa proses pembahasan dan substansi Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja ini tidak memberikan rasa keadilan.
ADVERTISEMENT
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang selanjutnya disebut UU 12 Tahun 2011 mengatur bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik harus berdasarkan pada asas yang salah satunya, yaitu asas keterbukaan.
Asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dikenal sebuah konsep Omnibus law. Omnibus law berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak.
ADVERTISEMENT
Yanti Debora (2020) menyimpulkan bahwa dapat dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu, tercantum dalam undang-undang, ke-dalam satu undang-undang payung.
UU 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 12 Tahun 2011 belum mengatur mengenai bagaimana metode omnibus law ini digunakan.
Omnibus Law di Indonesia
Dalam tulisannya, Cyntia Devina (2020) menyebutkan bahwa metode omnibus law di Indonesia secara substansi pernah dilakukan pada tahun 2017 melalui beberapa peraturan, antara lain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang dan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
ADVERTISEMENT
Walaupun secara substansi omnibus law sudah pernah dilakukan di tahun 2017, namun, metode ini secara eksplisit mulai diterapkan pada tahun 2020, ditandai dengan digunakannya istilah omnibus law dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1/DPR-RI/II/2019-2020 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2020 selanjutnya disebut Prolegnas prioritas tahun 2020.
Omnibus Law Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Lapangan Kerja
Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Lapangan Kerja selanjutnya disebut RUU Ciptaker sebagai salah satu omnibus law dalam Prolegnas Prioritas tahun 2020 terdiri atas 15 bab, 174 pasal, serta mengubah 79 undang-undang dan 1203 pasal. Pembahasan RUU Ciptaker antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dilakukan per klaster. Urgensi pembentukan RUU Ciptaker adalah untuk percepatan pemulihan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Naskah RUU Ciptaker dapat diakses oleh publik melalui situs web resmi dpr.go.id, dalam laman program legislasi nasional RUU tentang Cipta Lapangan Kerja. Pada laman tersebut di setiap jadwal pembahasan yang terdapat pada laman, kelengkapan dokumen hasil pembahasan yang dilampirkan beragam, ada yang hanya laporan singkat, tetapi ada juga yang melampirkan daftar inventarisasi masalah.
RUU Ciptaker sudah disahkan menjadi Undang-Undang Cipta Kerja selanjutnya disebut UU Ciptaker oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam Paripurna pada tanggal 5 Oktober 2020. Sejak disahkannya UU Ciptaker kritik terus disuarakan oleh sejumlah masyarakat. Tidak hanya dipandang bermasalah secara substansi, UU Ciptaker ini juga dinilai cacat formil terkait pembentukannya. Dikutip dari laman Kompas.com Peneliti (Kode) Inisiatif Rahmah Mutiara menuturkan cacat formil yakni dokumen dan rekam jejak penyusunan yang sulit diakses. Pihak-pihak yang diundang dalam rapat dengar pendapat umum pun dinilai hanya dari kelompok-kelompok tertentu.
ADVERTISEMENT
Meredam kontroversi metode omnibus law melalui keterbukaan dan kepastian hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
Sebagaimana diatur dalam Pasal 96 UU 12 Tahun 2011 bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan diperlukan partisipasi masyarakat. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi, seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. Masukan dari berbagai pihak adalah diperlukan untuk meredam kontroversi.
Dalam proses penyusunan dan pembahasan UU Ciptaker belum melibatkan pemangku kepentingan dari kalangan buruh atau organisasi masyarakat. Hal tersebut dapat terlihat dari belum adanya rekam jejak pembahasan dengan pemangku kepentingan tersebut pada situs web resmi dpr.go.id, dalam laman program legislasi nasional RUU tentang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law).
ADVERTISEMENT
Munculnya kritikan atas ketidakterbukaan informasi dan sulitnya akses dalam pembentukan UU Ciptaker juga didukung dengan tidak adanya kepastian hukum mengenai dasar penggunaan metode omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Omnibus law sebagai metode menggabungkan beberapa pengaturan dengan mencabut beberapa undang-undang digabungkan dalam satu undang-undang menimbulkan kesulitan tersendiri, karena pada implementasinya pembahasan yang dilakukan dalam UU Ciptaker dibagi berdasarkan klaster. Hal tersebut dilakukan untuk menyiasati perubahan undang-undang dan 1203 pasal.
Pembagian berdasarkan klaster ini mempersulit pemangku kepentingan yang ikut dalam pembahasan atau masyarakat umum untuk saling mengamati substansi pasal per pasal secara runtut dan saling menyesuaikan antara satu klaster dengan klaster yang lain apabila memiliki keterkaitan. Pembagian berdasarkan klaster tersebut juga mendegradasi asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
ADVERTISEMENT
Metode omnibus law ini perlu diatur dalam UU 12 Tahun 2011 dan peraturan pelaksanaannya, sehingga perlu dilakukan perubahan UU 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU 12 Tahun 2011 serta peraturan pelaksanaannya, agar memberikan kepastian hukum dalam penerapannya. Dengan adanya pengaturannya secara teknis dalam peraturan pelaksanaan UU 12 Tahun 2011 tersebut dapat menjadi acuan dan memberikan kemudahan dalam mengimplementasikannya. Sehingga penerapan metode omnibus law ini tidak dilakukan berdasarkan penafsiran pihak-pihak tertentu dan rancu.
Omnibus law UU Ciptaker menjadi sebuah pengalaman dan pelajaran berharga bagi pembentuk peraturan perundang-undangan untuk terus melakukan perbaikan dalam menerapkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dalam hal ini asas keterbukaan. Dengan terpenuhinya asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dapat menghindari suatu peraturan perundang-undangan menjadi cacat formil dan tidak menimbulkan gelombang penolakan dari masyarakat atau pemangku kepentingan yang merasa tidak dilibatkan dalam pembentukannya.
ADVERTISEMENT